Politik

Membaca Untung Rugi Menteri Agama Bagi Presiden Jokowi

Oleh : very - Jum'at, 01/11/2019 18:38 WIB

Pengamat politik dari President University AS Hikam. (Foto: channel indonesia)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Belum satu bulan diangkat, Menteri Agama Fachrul Razi sudah membuat pernyataan yang kontroversial. Pernyataannya direspon publik secara beragam, baik positif, maupun juga secara negatif.

DPR, parpol, dan organisasi masyarakat sipil seperti ormas, LSM, aktivis, dan cendekiawan misalnya, ramai-ramai melontarkan keberatan dan kritik tajam kepada Fachrul Razi.

Yang teranyar yaitu pernyataan Fahrul Razi terkait celana cingkrang. Menurutnya, penggunaan celana cingkrang oleh aparatur sipil negara (ASN) tidak sesuai aturan. Karena itu, dia mempersilakan ASN yang tidak terima aturan itu untuk keluar.

“Misal ditegur celana, kok, tinggi gitu? Kamu nggak lihat aturan negara gimana? Kalau nggak bisa ikuti (aturan), keluar kamu,” ucap Fachrul di kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (31/10/2019).

Fachrul menekankan agar ASN mengikuti semua aturan, termasuk cara berpakaian. Meski tak bisa dipersoalkan dari segi agama, Fachrul menyebut celana cingkrang melanggar aturan berpakaian ASN.

“Masalah celana cingkrang itu tidak bisa dilarang dari aspek agama, karena memang agama pun tidak melarang. Tapi dari aturan pegawai bisa (dilarang),” ujarnya.

Pernyataannya Menteri Agama itu juga mendapat tanggapan dari pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam.  

“Dari berbagai pernyataannya tentang fenomen sosial dan politik terkait dengan isu radikalisme, saya cenderung mengatakan bahwa pemahaman beliau tentang dinamika masyarakat, politik, dan Kamnas (Keamanan Nasional) terkesan mengalami stagnasi atau bahkan terhenti selama 20 tahun terakhir,” ujar Hikam di Jakarta, Jumat (1/11).

Padahal, menurut Hikam, pemerintahan ke-2 ini Presiden Jokowi sangat membutuhkan pembantu-pembantu yang visoiner dan berfikir strategis, bukan regressive atau apalagi backward looking. Karena itu, statemen-statemen Fachrul Razi, mungkin oke kalau hanya untuk memancing perhatian agar keberadaannya diketahui dan populer.

“Tetapi jika kebablasan dan kontroversial, cara demikian akan menjadi kontraproduktif. Sebab masyarakat dan dunia sudah berkembang dinamis dan memerlukan pendekatan yang lebih cerdas. ‘Hard power’ dua puluh tahun lalu, kudu diganti dengan ‘soft and smart power’. Kasihan Presiden Jokowi,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait