Bisnis

Menurunkan Defisit Neraca Transaksi Berjalan

Oleh : indonews - Rabu, 11/12/2019 23:18 WIB

Toni Ervianto, pemerhati masalah ekonomi. (Foto: Ist)

Oleh: Otjih Sewandarijatun dan Toni Ervianto

Dua kali setidaknya Presiden Joko Widodo menegaskan keinginannya menurunkan defisit neraca transaksi berjalan. Pertama disampaikan saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia dan kedua saat meresmikan pabrik baru polyethylene milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.

Menurut Presiden, biang keladi besarnya defisit neraca transaksi berjalan ialah tingginya impor sehingga menyebabkan membengkaknya defisit perdagangan. Karena itu, langkah yang akan dilakukannya ialah mendorong industri yang bisa menghasilkan produk subsitusi impor dan sekaligus bisa meningkatkan ekspor.

Seperti dikatakan Presiden, dibutuhkan kemauan kuat untuk melakukan itu. Seperti industri polyethylene, seharusnya sejak lama Indonesia memilikinya karena kita mempunyai sumber daya untuk menghasilkan itu. Namun, sejak Indonesia merdeka, baru satu PT Chandra Asri yang kita bisa bangun, sedangkan yang lain baru sekadar peletakan batu pertama.

Pemetaan terhadap kekuatan dan kelemahan industri kita harus berorientasi pada satu tujuan, yakni bagaimana menjadikan Indonesia sebagai pemenang. Kita harus bersikap seperti Presiden AS Donald Trump yang menjadikan kepentingan negaranya yang paling utama. Bahkan, kita tidak hanya harus fokus pada lima industri yang menjadi unggulan, yakni makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, otomotif, elektronik, dan produk kimia, tetapi juga industri yang menjadi pendukungnya. Apa yang memang menjadi kekuatan Indonesia harus terus didorong dan jangan malah dilemahkan. Tanpa pernah kita berupaya mencari solusi, kita dihadapkan pada bayang-bayang perlambatan ekonomi. Tahun depan sudah diingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi kita berada di bawah lima persen. Karena itu, kita harus berupaya sekuat tenaga agar industri yang sudah ada terus bertahan. Jangan sampai ada industri yang mati karena akan membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Ketika pekerjaan hilang, daya beli masyarakat menurun, dan itu merupakan sinyal buruk bagi perekonomian kita.

Menurut penulis, apa yang dikemukakan dan dipetakan oleh Presiden Jokowi sudah benar dan kekhawatiran Presiden terkait pertumbuhan ekonomi dan defisit yang membengkak ada benarnya, apalagi sejumlah lembaga termasuk international Monetary Fund/IMF juga memprediksi kemungkinan terjadinya resesi ekonomi global di tahun 2020.

Untuk mengatasi defisit neraca berjalan maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu pertama, jangan menambah hutang luar negeri. Disamping itu,  pengelolaan dana hasil investasi asing harus mengedepankan local content dan produk dalam negeri,  bukan menggunakan bahan pembangunan dari negara investor yang itu secara tidak langsung akan menambah import.

Kedua, Presiden harus menilai merah terhadap kinerja menteri yang "problem solving"nya dengan mengandalkan impor. Apalagi ada pameo atau sindiran di masyarakat termasuk pelaku usaha bahwa "ada fee menggiurkan" yang diterima oknum stakeholders disetiap usulan import yang direalisasikan.  Ini jelas mafia dan pelaku sabotase ekonomi yang harus ditindak tegas.

Ketiga, Indonesia jangan terjebak dalam "perang dagang", dikomplain dalam sidang WTO ataupun terperangkap jebakan currency war,  karena jelas akan memberatkan defisit anggaran negara.

Keempat, penyederhanaan regulasi dan debirokratisasi terkait mekanisme ekspor segera dilaksanakan.  Jika ada oknum pejabat atau siapapun yang menghambatnya,  harus disanksi keras karena tidak loyal secara lurus terhadap perintah kepala negara. Harus ada proteksi dan affirnative action bagi pelaku komoditas ekspor untuk memperlancar bisnisnya.

Kelima, sedangkan sebagai solusi jangka menengah dan panjang,  Presiden perlu memerintahkan seluruh K/L dibawah Menko Kemaritiman,  termasuk Menristek untuk menambahkan anggaran riset memperluas dan memperbanyak temuan-temuan komoditas dan inovasi yang dapat menunjang daya saing produk ekspor kita.

Penulis adalah pemerhati masalah ekonomi.

Artikel Terkait