Nasional

Alasan MA Vonis Bebas Karen Agustiawan, Padahal Tipikor Vonis 8 Tahun Penjara

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 10/03/2020 10:01 WIB

Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Galaila Agustiawan (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas mantan Direktur Utama Pertamina Karen Galaila Agustiawan terpidana kasus korupsi investasi kilang minyak dari segala tuntutan hukum.

Ketua Majelis Hakim Agung Abdul Latif dengan anggota Krisna Harahap, M Asikin, dan Sofyan Sitompul menilai perbuatan Karen yang diduga merugikan negara hingga Rp568 miliar tidak terbukti.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Karen. Putusan atas perkara ini dibacakan pada Senin (9/3/2020).

"Majelis hakim kasasi MA yang menangani perkara Karen Agustiawan pada Senin menjatuhkan putusan dengan amar putusan antara lain melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," ujar Andi ketika dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (10/3/2020).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, apa yang dilakukan Karen merupakan business judgment rule dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana.

"Menurut majelis hakim, putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Kendati putusan itu pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi perseroan, tetapi itu merupakan risiko bisnis," tutur Andi.

Merujuk hal ini, kata Andi, majelis hakim juga mempertimbangkan karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi (unpredictable) dan tidak dapat ditentukan secara pasti.

Tipikor Vonis 8 Tahun Penjara

Sebelumnya, Karen Galaila Agustiawan divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019

Karen juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsider," ujar Ketua Majelis Hakim Emilia Djaja Subagja saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor.

Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Hakim menilai korupsi adalah kejahatan luar biasa. Selain itu, Karen juga tidak mengakui perbuatan dan tidak merasa bersalah.

Namun, Karen dianggap berlaku sopan dan belum pernah dihukum. Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Karen telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu.

Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisis risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).

Selain itu, menurut hakim, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.

Menurut hakim, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.

Karen terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dikutip dari Tribunnews.com, atas putusan itu, Karen mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, bandingnya ditolak. Pengadilan Tinggi memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama.

Karen kemudian mengajukan kasasi ke MA. Karen menjadi terdakwa kedua yang diputus bebas dalam kasus ini.
Sebelumnya, MA sudah memvonis bebas Direktur Keuangan Pertamina Frederick ST Siahaan.

MA menyatakan, Frederick terbukti melakukan perbuatan seperti yang didakwakan penuntut umum. Namun, perbuatan tersebut bukan tindak pidana.*(Rikardo). 

Artikel Terkait