Nasional

Dampak Virus Corona, DPR: Ini Bukan Lagi Krisis Tapi Resesi Ekonomi

Oleh : Ronald - Rabu, 11/03/2020 10:25 WIB

Pada Senin (9/3/2020), harga minyak mentah berjangka Brent anjlok 30 persen menjadi USD 31,02 per barel, level terendah sejak Februari 2016. (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad meminta pemerintah untuk lebih realistis terhadap kondisi perekonomian saat ini. 

Hal tersebut dikatakannya menyusul terjadi sejumlah persoalan global salah satunya wabah virus corona baru (Covid-19) yang telah menggerus perekonomian global dan berdampak pada harga minyak dunia.

"Ini adalah harga terendah di luar prediksi banyak orang. Bisa dibayangkan, ini bukan lagi krisis ekonomi, tetapi resesi ekonomi. Dan resesi bisa berkepanjangan, tidak ada yang bisa memprediksi sampai kapan bisa terjadi," katanya dalam diskusi "Perlukah UU Khusus Atasi Dampak Covid-19?" Media Center MPR/DPR RI,  Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/3).

Sebagaimana diketahui, pada Senin (9/3/2020) kemarin harga minyak mentah berjangka Brent anjlok 30 persen menjadi USD 31,02 per barel, level terendah sejak Februari 2016. Sementara harga minyak mentah AS West Texas Intermediate turun 27 persen menjadi USD 30 per barel, level terendah sejak Februari 2016.

Karena itu, Kamrussamad mengingatkan pemerintah untuk mempersiapkan diri menghadapi bulan suci ramadan. Alasannya, setiap bulan ramadan konsumsi masyarakat meningkat. 

"Bulan depan, ramadan, dimana konsumsi akan meningkat. Kita harapkan ekonomi sektor ril bisa menggeliat dengan relaksasi kebijakan perbankan. Setelah itu lebaran, anak sekolah, butuh biaya menyelesikan kebutuhan seolah," ujarnya. 

Tak hanya itu, dirinya juga pemerintah harus memperhatikan beberapa hal yang harus ditangani untuk masalah tersebut, di antaranya, pertama mengenai pencegahan penyebaran dan antisipasi terhadap virus corona itu sendiri, dengan pendekatan medis dan seluruh perangkatnya. 

Kedua, dampak dari resesi ekonomi global terhadap kebutuhan masyarakat. Ketiga, mempertimbangkan kembali Omnibus Law RUU Cipta Kerja untuk didorong saat ini. 

"Mempertimbangkan kembali, tidak apa-apa. Siapa juga investor yang mau masuk dalam keadaan kondisi global, seperti ini. Hari ini bukan lagi soal regulasi, berapa lapis karpet merah yang akan diberikan kepada investor, dalam kondisi seperti ini, siapa yang bisa menjamin mereka mau datang. Jadi, kita harus realistis," bebernya. 

Hal ini, menurutnya supaya tidak menimbulkan gejolak baru, masalah baru, tekanan baru dari kalangan buruh terhadap kepercayaan pemerintah. Kemudian, pemindahan ibu kota,  ini juga kalau terus diwacanakan pembentukan badan otorita, dan seterusnya.

"Ini seolah kita lagi over likuiditas, padahal kita lagi kesulitan. Nah, ini perlu kita berpikir jernih, lebih realistis hadapi situasi ini," tuturnya. 

Meski demikian, dirinya percaya Menko Perekonomian, bisa memberikan masukan kepada Presiden Jokowi.

"Tim ekonomi pemerintah, supaya bisa lebih realistis dalam menghadapi ini," tandasnya. (rnl)

 

Artikel Terkait