Nasional

RUU Penyadapan, Menguatkan atau Melemahkan?

Oleh : indonews - Sabtu, 28/03/2020 14:30 WIB

RUU Penyadapan. (Foto: Ilustrasi)

Oleh: Nur Alim, MA*)

INDONEWS.ID --  Badan Legislasi (Baleg) DPR RI saat ini sedang mengkaji soal RUU Penyadapan sebagai salah satu RUU Prolegnas di masa kepemimpinan Presiden Jokowi-Ma`ruf. RUU Penyadapan sampai hari ini masih menjadi RUU yang mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah Komnas HAM karena dinilai bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia (HAM). Menurut Wakil Ketua Komnas HAM, ada enam pasal yang perlu diperhatikan oleh tim perumus RUU Penyadapan karena tidak sesuai dengan prinsip HAM. Diantara pasal tersebut, penyadapan dan waktu penyadapan merupakan salah satu pasal yang perlu dibuatkan aturan yang lebih spesifik dikarenakan jangka waktu penyadapan selalu dilakukan dalam jangka waktu yang berbeda-beda.

Di pasal lain juga perlu diperjelas lembaga apa saja yang berhak untuk melakukan penyadapan. Karena di Indonesia, sangat banyak lembaga yang memiliki wewenang melakukan penyadapan. Semestinya, lembaga pemerintah dan aparat dibatasi agar tidak menyalahgunakan wewenangnya. Impementasi penyadapan harus dilakukan oleh lembaga yang profesional dan memiliki integritas tinggi serta menjamin kepastian hukum dapat dijalankan oleh lembaga terkait. Karena tidak bisa dipungkiri masih ada oknum-oknum tertentu yang menggunakan penyadapan bukan kepentingan penegakan hukum, melaikan untuk kepentingan politik kelompoknya.

Alasan lain RUU Penyadapan masih ditolak di beberapa kalangan tidak lepas dari adanya upaya untuk melemahkan kinerja KPK dalam menyelidiki kasus-kasus korupsi. Banyak yang menilai bahwa ketika RUU Penyadapan disahkan akan melemahkan fungsi KPK sehingga penanganan kasus korupsi menjadi lamban. Meskipun realitasnya KPK memiliki UU sendiri ketika melakukan penyadapan. UU Nomor 30 Tentang KPK sudah dijelaskan bahwa semestinya KPK dalam melakukan penyadapan tidak lagi harus dihambat oleh hukum lain. Sehingga, KPK dalam urusan penyidikan tidak terkendala oleh urusan prosedural yang menyita waktu panjang dan membuat kasus korupsi tidak dapat ditangani dengan cepat.

Bicara soal RUU Penyadapan memang perlu dibuat UU yang bertujuan menjamin kemaslahatan bersama. Pentingnya RUU Penyadapan ini tidak lain adalah menguatkan perlindungan privasi dan menguatkan kinerja penegak hukum dalam menindak kasus-kasus pidana seperti korupsi dan narkoba. Lembaga negara yang berkaitan erat dengan penegakan hukum perlu diberi wewenang yang jelas soal penyadapan. Agar tindakan penyadapan tidak dilakukan oleh kalangan yang memiliki kepentingan selain menegakkan hukum. Apalagi di Indonesia hukum adalah salah satu komoditi yang digunakan untuk memuluskan kepentingan, artinya mafia-mafia hukum masih berkeliaran dan punya sumbangsih besar bagi kecarut-marutan hukum di negeri ini.

Oleh sebab itu, perdebatan RUU Penyadapan bukanlah sesuatu yang urgen jika hanya memperdebatkan ada atau tidaknya. Akan sangat bijaksana apabila substansi RUU Penyadapan dikaji lebih mendalam, disusun berdasarkan prinsip-prinsip HAM yang memiliki nilai kebermanfaatan bagi penduduk Indonesia. Kesan birokratis harus dihilangkan dengan cara RUU Penyadapan disosialisasikan kepada masyarakat. Saya bersepakat dengan apa yang disampaikan oleh Mahkama Agung bahwa kedepan RUU Penyadapan tidak akan melemahkan kinerja KPK dalam menangani kasus pidana korupsi. Artinya, dengan adanya keputusan ini KPK tidak akan disibukkan oleh kerja-kerja administratif yang bisa jadi memakan waktu lama. Tinggal beberapa pasal saja yang perlu dibahas ulang agar sesuai dengan kepentingan hukum nasional kita.

Menurut Wakil Ketua Baleg DPR RI, Totok Daryanto, aturan penyadapan saat ini banyak tersebar di beberapa lembaga dengan defenisi yang berbeda, sehingga dibutuhkan regulasi yang formil agar tidak melanggar HAM. Hal inilah yang menjadi alasan betapa pentingnya UU Penyadapan disusun dengan satu defenisi agar tidak disalahgunakan. Bahkan Mahkama Konstitusi pernah menyarankan agar peraturan perudangan-undangan penyadapan dibuat setingkat dengan UU agar lembaga yang melakukan penyadapan bisa diawasi dengan seksama. Perizinan penyadapan serta prosedurnya juga akan diperketat demi menjaga hak asasi warga negara.

Totok Daryanto juga menagaskan bahwa dengan adanya RUU Penyadapan ini tidak akan memangkas kewenangan KPK dalam menangani kasus pidana korupsi. Artinya, KPK tidak akan dipersulit secara prosedural ketika akan melakukan penyidikan kasus pidana korupsi, karena berkaitan erat dengan anggaran negara yang sudah semestinya diawasi dan diperuntukkan bagi masyarakat dan pembangunan negara.

Dengan demikian, aspek yang perlu diperdebatkan bukanlah ada atau tidaknya RUU Penyadapan, melainkan substansi pasal-pasalnya agar wewenang penyadapan dapat difungsikan untuk kepentingan penegakan hukum yang adil dan melindungi setiap hak asasi warga negara yang ada. Sebagai warga negara yang sadar akan pentingnya hukum, maka kita perlu mendorong DPR RI untuk menjalankan setiap mekanisme hukum yang sudah disepakati bersama. Soal RUU Penyadapan yang saat ini masih menimbulkan pro dan kontra, perlu diberikan sebuah penjelasan yang cukup mendalam kepada kelompok-kelompok yang memberikan respon penolakan. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman dan pada akhirnya menimbulkan kegaduhan di publik.

RUU Penyadapan juga harus diperkuat dengan naskah akademik yang jelas, setiap pasal yagng dirumuskan harus diperkuat oleh referensi yang mumpuni agar menghasilkan produk hukum yang berkualitas. Karena kita memahami bahwa hukum-hukum yang pernah dibuat oleh DPR RI di masa lalu tidak semuanya dibuat dengan naskah akademik yang berkualitas, referensi hukum yang digunakan juga tidak bisa dipertanggungjawabkan sehingga hukum kita menjadi lemah dalam hal-hal tertentu. Dengan begitu, diharapkan argumentasi dalam setiap pasal RUU Penyadapan nantinya dapat menjawab kekhawatiran sebagian pihak bahwa RUU Penyadapan hanya akan melemahkan fungsi KPK, melainkan sebaliknya akan memperkuat KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.

*) Penulis adalah pemerhati politik dan pemerintahan, menetap di Kota Malang, Jawa Timur.

Artikel Terkait