Nasional

Dipolisikan Gegara Nikahi Bocah 7 Tahun, Syekh Puji: Saya Korban Pemerasan Rp35 M

Oleh : Rikard Djegadut - Jum'at, 03/04/2020 19:30 WIB

Sebelumnya, pada Oktober 2008 silam, Syekh Puji yang juga seorang pengusaha kuningan ini pernah menikahi Lutfiana Ulfa seorang anak berusia 12 tahun.

Jakarta, INDONEWS.ID - Nama Pemilik Pondok Pesantren Miftahul Jannah Pudjiono, Bedono, Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Pujiono Cahyo Widiyanto alias Syekh Puji (54), 

lagi-lagi menjadi buah bibir di masyarakat.

Hal itu bermula setelah dirinya dilaporkan ke polisi setelah menikahi siri anak di bawah umur berusia 7 tahun berinisial D, warga Grabag, Magelang.

Sebelumnya, pada Oktober 2008 silam, Syekh Puji yang juga seorang pengusaha kuningan ini pernah menikahi Lutfiana Ulfa seorang anak berusia 12 tahun.

Namun, dalam keterangannya, Syekh Puji langsung membantah tudingan tersebut dan mengaku dia adalah korban pemerasan senilai Rp 35 miliar.

Dirinya lalu menjelasakan, kasus tersebut terungkap setelah permintaan uang tersebut tidak diturutinya. Dia juga menyebut kasus tersebut melibatkan beberapa anggota keluarga besarnya.

"Permasalahan ini berawal dari adanya skenario permintaan uang kepada saya sejumlah Rp 35 miliar dengan ancaman akan membuat berita tentang saya menikah lagi dengan anak di bawah umur berusia 7 tahun yang dipastikan akan viral karena info yang bersumber dari salah satu keluarga besar saya pasti akan dipercaya," katanya dalam surat pernyataan yang dibuat pada hari Kamis (2/4/2020).

Surat pernyataan lengkap Syekh Puji bisa diakses melalui link berikut ini http://indonews.id/artikel/28601/Dipolisikan-Gegara-Nikahi-Bocah-7-Tahun-Ini-Kronologi-dan-Jawaban-Syekh-Puji/

Dalam surat pernyataannya, Syekh membantah telah menikah dengan bocah 7 tahun dan melakukan tindak pencabulan.

"Tidak benar saya telah menikah dengan anak di bawah umur berusia 7 tahun," jelas pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Jannah Pujiono CW, Bedono, Jambu, Kabupaten Semarang tersebut.

Kronologis Kejadian

Seperti diberitakan sebelumnya, Komnas Perlindungan Anak Jawa Tenga melaporkan Syeh Puji ke Polda Jateng, tepatnya pada Desember 2019.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Jawa Tengah Endar Susilo menjelaskan kronologi kasus tersebut. Sekitar bulan November 2019, Endar mengaku mendapat pengaduan dari 3 anggota keluarga besar Syekh Puji, yaitu Joko Lelono atau Jack dan 2 keponakan Syekh Puji yaitu Wahyu dan Apri Cahyo Widianto.

"Apri ikut menjadi saksi pernikahan siri antara Syekh Puji dengan D pada Juli 2016 yang saat itu masih berusia 7 tahun. Ia menceritakan secara jelas dan berurutan kronologis kejadian pernikahan siri tersebut kepada saya," jelas Endar dalam keterangan yang diterima, Kamis (2/4/2020).

Waktu itu, menurut Endra, Apri ditelepon oleh Syekh Puji untuk datang menjadi salah satu saksi pernikahannya dengan D.

"Kemudian setelah acara pernikahan siri yang dimulai tengah malam sekitar pukul 24.00 WIB, Syekh Puji menyuruh D duduk dipangkuannya, kemudian dicumbui oleh Syekh Puji dengan disaksikan oleh Apri dan beberapa saksi yang lain. Lantas menjelang Subuh Apri pulang dan tidak tahu lagi apa yang dilakukan oleh pasangan pengantin baru tersebut" jelas Endar.

Endar lalu menjelaskan, saat menerima aduan itu, pihaknya lebih dulu melakukan investigasi dengan menemui 2 orang saksi lain di pernikahan Syekh Puji tersebut. Selain itu, Endar juga mendatangi ibu korban.

"Saya mendatangi 2 orang saksi lain dan Ibu korban yang bernama Edg dirumah masing- masing dan mereka semua mengakui adanya pernikahan tersebut dan juga melihat tindakan pencabulan terhadap D yang dilakukan oleh Syekh Puji di Pondok dan kediaman Syekh Puji setelah pernikahan siri tersebut" jelas Endar.

Syekh Terancam Hukuman Kebiri dan 20 Tahun Penjara

Sementara itu, menurut Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, mengatakan, Puji yang mengaku seorang syekh itu terancam hukuman kebiri lewat suntik kimia, selain hukuman penjara 20 tahun.

"Dia terancam hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun. Merujuk pada pasal 76D Jo 76E Jo Pasal 81 Ayat (1) Jo Pasal 82 ayat (1), (2), Undang - Undang (UU) RI No. 23 Tahun 2002 yang sudah diperbarui dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU Nomor : 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor : 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang - Undang," jelas Arist dalam keterangannya.

Penjelasan polisi Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan, laporan aduan sudah diterima oleh Ditreskrimum Polda Jateng dan sedang dalam proses penyelidikan.

"Poses penyelidikan dilakukan dengan memeriksa kepada enam saksi untuk memberikan keterangan dan bukti terkait kasus tersebut," kata Iskandar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/4/2020).

Iskandar mengungkapkan berdasarkan bukti visum dokter menyatakan tidak ada tanda kekerasan dan tidak ada robek selaput dara pada korban.

"Namun tim penyidik masih melakukan proses penyelidikan untuk mendalami unsur-unsur pidana dari yang dilaporkan," jelas Iskandar.

Selain itu, untuk sementara sudah ada enam saksi yang dimintai keterangan oleh polisi.*(Rikardo).

Artikel Terkait