Nasional

Penundaan Pilkada Serentak 2020, Ini Catatan Komnas HAM

Oleh : very - Jum'at, 03/04/2020 22:01 WIB

ilustrasi kantor Komnas HAM (ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2020 yang akan diselenggarakan di 270 (dua ratus tujuh puluh) daerah Pemilihan merupakan bagian dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang merupakan hak asasi manusia.

Kegiatan pilkada dilaksanakan berdasarkan beberapa tahapan/kegiatan yang melibatkan banyak orang, mulai dari kegiatan penyerahan dokumen dukungan bakal calon perseorangan, verifikasi administrasi dan verifikasi faktual dukungan, pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara di TPS, dan rekapitulasi hasil perolehan suara, serta penetapan hasil Pemilihan dan penetapan calon terpilih.

Seiring dengan meningkatnya penyebaran corona virus disease (Covid-19) maka Pemerintah melalui Presiden Republik Indonesia telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Pembentukan regulasi ini didasari pada kondisi faktual bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merupakan peristiwa luar biasa dan berimplikasi pada jumlah kasus dan/atau jumlah kematian yang meningkat dan meluas, serta berdampak pada semua aspek kehidupan.

Selain persebarannya yang luas, secara khusus juga wilayah yang akan menyelenggarakan pemilukada 2020 telah menjadi bagian dari pandemi covid-19 yang masuk zona merah, zona kuning dan zona hijau.

Beberapa wilayah yang memasuki zona merah pandemi covid-19 di antaranya Sumatera Barat (Bukit Tinggi), Sumatera Utara (Medan), Sumatera Selatan, Banten (Tangerang Selatan), Jawa Barat (Depok dan Kabupaten Bandung), Jawa Timur (Surabaya, Blitar, Kabupaten Jember, Kabupaten Kediri, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Malang, Kabupaten Sidoarjo).

Sedangkan yang masuk dalam zona kuning di antaranya Kota Pasuruan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Tuban. Sementara yang masuk ke zona hijau yaitu Kabupaten Sumenep.

Karena itu, bila pelaksanaan tahapan pemilihan kepala daerah tetap dilaksanakan selama masa kedaruratan kesehatan masyarakat maka akan memberikan ancaman bagi perlindungan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia antara lain hak untuk hidup (right to life), hak atas kesehatan, dan hak atas rasa aman.

“Maka mempertimbangkan hal di atas, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi penundaan pelaksanaan tahapan Pilkada Tahun 2020 oleh KPU, Bawaslu, DKPP dan DPR,” demikian siaran pers Komas HAM yang diterim di Jakarta, Jumat (3/4).

Hanya saja, penundaan Pilkada tersebut harus dikuti oleh beberapa syarat. Pertama, tetap mendorong pembentukan legalitas atau instrumen hukum yang menjadi dasar penundaan pemilihan kepala daerah melalui dua alternatif.

Alternatif pertama, perubahan (revisi) terbatas terhadap ketentuan Pasal 120 dan Pasal 121 UU Nomor 1 Tahun 2005 tentang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang yang hanya mengatur pemilihan lanjutan atau pemilihan susulan, serta ketentuan Pasal 201 ayat (6) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 yang mengatur jangka waktu pemilihan kepala daerah serentak pada bulan September 2020;

Atau alternatif kedua yaitu meminta Presiden untuk segera membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) khusus berkaitan penundaan pemilihan kepala daerah serentak 2020.

Kedua, pemerintah harus menjamin kepastian terlaksananya tahapan pemilu lanjutan, termasuk regulasi dan anggaran. “Karena prinsipnya pemilu kepala daerah adalah perwujudan kedaulatan rakyat dan hak asasi manusia berupa hak turut serta dalam pemerintahan yang diwujudkan sebagai hak dipilih dan hak untuk memilih,” ujarnya.

Ketiga, para penyelenggara pemilu diminta untuk memastikan penundaan dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah adanya kepastian situasi sudah benar-benar terkendali.

Keempat, penyelenggara pemilu wajib menjamin adanya perlindungan hak untuk dipilih terhadap calon dari jalur perseorangan yang telah mengikuti tahapan penyerahan dukungan dengan memastikan jaminan perlakuan yang sama dengan calon yang diusulkan oleh partai politik terutama dari segi waktu yang diberikan.

Kelima, memastikan jaminan perlindungan kesehatan bagiseluruh penyelenggaran pemilu dengan menyiapkan protokol kesehatan yang memadai agar kasus pileg/pilpres 2019 yang menimpa petugas kepemiluan (KPPS, pengawas dan lainnya) tidak terulang kembali.

Keenam, memastikan pemilih yang telah terdaftar dan warga negara potensial memenuhi syarat sebagai pemilih serta kelompok rentan (perempuan,masyarakat adat, disabilitas dll) dapat menggunakan hak pilihnya walaupun tahapan pilkada mengalami penundaan.

“Catatan tersebut di atas adalah bagian dari pemajuan penegakkan dan perlindungan Hak Asasi Manusia dalam proses pemilihan kepala daerah tahun 2020,” ujar siaran pers tersebut. (Very)

 

Artikel Terkait