Opini

Memanjurkan Nilai-Nilai Pancasila

Oleh : luska - Kamis, 04/06/2020 14:01 WIB

Oleh : DR H.Abustan,SH.MH
Pengajar Filsafat Hukum Universitas Islam Jakarta (UID)

Jakarta, INDONEWS.ID - DUA minggu sebelum pandemi Covid-19 merebak di wilayah teritorial Indonesia, saya masih sempat menikmati dialog dengan bebas (tanpa protokol kesehatan) di acara lounching buku dan diskusi tentang: Sistem Demokrasi Pancasila dan Sistem Ekonomi Pancasila. Keduanya diterbitkan Rajawali Pers, kemudian dilanjutkan diskusi terbatas dengan nara sumber Sri Edi Swasono, Yudi Latief, Alfan Alfian,  Subiakto Tjakra werdaya, dan Try Sutrisno yang juga ikut memberikan masukan/kontribusi pemikiran terkait ke 2 materi-muatan buku tersebut.

Salah satu point menarik adalah pandangan mantan Wapres RI Tri Sutrisno yang kembali menegaskan: bahwa hampir setiap negara-bangsa yang ada di dunia ini memiliki pandangan hidup dan sistem kehidupan yang dilatarbelakangi oleh akar budaya, sistem sosial, dan letak geografis. Lalu akhirnya, mengkrisral dalam kehidupan sosial masyarakat bersangkutan yang pada gilirannya membentuk sebuah peradaban tersendiri yang khas.

Menggaris bawahi peradaban, maka mau tak mau jika ingin memanjurkan nilai-nilai Pancasila haruslah dikristalkan secara efektif dalam ketiga ranah peradaban: tata nilai, tata kelola, dan tata sejahtera. Sejalan dengan itu, meminjam ungkapan John Gardner, "Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jika sesuatu yang dipercayainya itu tidak mengandung dimensi nilai moral guna menopang peradaban besar."

Tata nilai adalah fondasi atau cahaya petunjuk yang memberi peta jalan menuju titik tujuan. Karena itu, sehebat apapun pembangunan fisik, agenda program, dan keterampilan yang kita kerahkan tidaklah memberikan nilai tambah yang signifikan. Bahkan justru nilai tersebut bisa melenceng dari jalur yang benar (on the track). Padahal, sebagai nilai fundamental moral publik, nilai Pancasila haruslah diinternalisasi dan dioperasionalisasikan penuh kejujuran dengan menjaga konsistensi sikap antara pikiran, perhatian, dan perbuatan. Tegasnya, harus mencerminkan satunya kata dan perbuatan (prilaku).

Lalu, peradaban suatu bangsa hanya bisa di manjurkan pula melalui ketepatan tata kelola. James A.Robinson memberi elaborasi lebih jauh hal-ikhwal kegagalan suatu negara-bangsa bukan  karena faktor sumber daya alam atau SDMnya, tetapi lebih pada faktor karena salah urus alias salah desain kelembagaan dan tata kelola pemerintahan.

Akibatnya, lembaga tidak berjalan/berfungsi optimal. Sebaliknya relasi antar lembaga menunjukkan ketidakharmonisan, tidak bersinergi dengan baik. Oleh sebab itu, tata kelola yang baik menjadi kata kunci keberhasilan dan/atau terwujudnya segala sektor kehidupan bernegara. Bung Hatta sejak tahun 1932 dalam pidatonya, "Ke arah Indonesia Merdeka" menegaskan: "Pendeknya cara mengatur pemerintahan negeri, cara menyusun perekonomian rakyat, semuanya harus diputuskan oleh rakyat dengan mufakat .. Inilah arti kedaulatan rakyat".
Oleh karena itu, dalam kaitan dengan tata kelola haruslah bertujuan dan diarahkan untuk
kedaulatan rakyat.

Terakhir, peradaban untuk maju. Pada tahap ini ditentukan oleh kesanggupan bangsa dalam mengelola kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Jadi penguasaan negara atas kekayaan alam dan seluruh hajat hidup orang banyak harus diperuntukkan  untuk kesejahteraan  rakyat.

Atas dasar itulah, segala sesuatunya haruslah kembali kepada "goal" bernegara, yaitu kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, elemen penting lainnya adalah menyangkut penataan sistem hukum dan pemulihan kewibawaan otoritas hukum. Dalam rangka mengokohkan eksistensi negara sebagai negara hukum (vide Pasal 1 ayat 3 UUDN 1945).

Maka, dari tahun ke tahun, setiap kali memperingati kelahiran Pancasila 1 Juni, kita (bangsa Indonesia) kembali disibukkan berdiskusi/memperbincangkan Pancasila dengan berbagai sebutan: Pancasila sebagai ideologi kebangsaan dan kenegaraan, Pancasila sebagai ideologi dinamis dan terbuka, Pancasila sebagai ideologi negara kebangsaan dll. Dan di tengah situasi pandemi Covid-19 ini kembali Pancasila diteriakkan sebagai simpul perekat. Pancasila dengan kemanjuran nilai-nilainya untuk tetap optimis dengan semangat gotong royong menghadapi virus corona atau pandemi Covid-19.

 

Artikel Terkait