Nasional

Ketegangan AS-China di Laut China Selatan, Bagaimana Indonesia Harus Bersikap?

Oleh : very - Kamis, 16/07/2020 23:30 WIB

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI Rektor Univeristas Jenderal Achmad Yani. (Foto: Kompas.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Dalam beberapa minggu terakhir terjadi ketegangan di Laut China Selatan antara Amerika Serikat dan China.

Seperti diketahui, China menggelar latihan militer sejak tanggal 1 hingga 5 Juli. Sementara pada tanggal 4 Juli AS juga menggelar latihan militer untuk mengimbangi apa yang dilakukan oleh China.

Bahkan Menlu AS Mike Pompeo menyatakan akan membantu negara-negara di dunia yang menyatakan China telah melanggar klaim kedaulatan dan klaim di zona laut. Bantuan ini akan dilakukan dalam berbagai forum baik multilateral maupun ASEAN bahkan dengan “menggunakan berbagai cara”.

Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan term “menggunakan berbagai cara” itu dapat diinterpretasi sebagai penggunaan kekerasan alias perang.

Karena itu, kata Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani ini, menghadapi hal itu Indonesia harus memilki sikap. Berikut, sikap yang bisa ditempuh pemerintah Indonesia menurut Hikmahanto.

Pertama, Indonesia perlu menyampaikan ke dunia bahwa kita tidak memiliki klaim tumpang tindih di Laut China Selatan, baik laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen.

“Ketegasan ini perlu disampaikan karena Indonesia tidak pernah mengakui adanya klaim sepihak dari China terkait sembilan garis putus. Klaim tersebut dinegasikan oleh Indonesia dengan melakukan penangkapan terhadap kapal-kapal nelayan berbendera China yang memasuki wilayah ZEE Indonesia,” ujarnya.

Kedua, Indonesia punya perhatian besar agar ketegangan antara dua negara besar di Laut China Selatan tidak berubah menjadi perang antar dua negara besar.

China tidak seharusnya menggunakan kekerasan untuk menegaskan klaimnya karena hukum internasional tidak mengakui penggunaan kekerasan untuk perolehan wilayah.

“AS juga tidak seharusnya menggunakan kekerasan karena sebagai negara, AS tidak berada di kawasan. Jangan sampai kawasan Laut China Selatan sebagai battle ground AS di luar kawasan,” kata Hikmahanto.

Ketiga, Indonesia menyampaikan kesediaan untuk menjadi honest peace broker/juru damai yang tidak memiliki kepentingan. Indonesia pantas untuk menjadi juru damai karena Indonesia adalah negara anggota ASEAN yang besar dan tidak mempunyai konflik baik dengan China maupun AS.

Keempat, Indonesia harus dapat menyampaikan ke China agar tidak memanfaatkan kondisi Pandemi Covid-19 untuk meraih keuntungan dalam klaimnya di Laut China Selatan, bahkan hingga menutup jalur pelayaran internasional.

Bila China memanfaatkan suasana pandemi ini, kata Hikmahanto, maka China tidak hanya berhadapan dengan negara-negara yang bersengketa dengannya, seperti Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina, tetapi berhadapan dengan AS dan sekutunya.

“Indonesia juga harus menyampaikan kepada AS untuk dapat menahan diri dalam penggunaan kekerasan terhadap China karena penggunaan kekerasan tidak akan memberi keuntungan apapun kepada negara-negara di kawasan,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait