Nasional

Otsus Papua dan Desakan Pansus DPD Gelar Dialog Kesetaraan

Oleh : Mancik - Jum'at, 24/07/2020 17:02 WIB

Ketua Panitia Khusus Papua DPD RI, Filep Wamafma. (Foto:Istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 diminta untuk dievalusi secara menyeluruh. Permintaan evaluasi ini disampaikan secara terbuka oleh Panitia Khusus (Pansus) Papua DPD RI. Adanya desakan tersebut didasarkan pada sejumlah terhadap kebijakan Otsus yang belum menyentuh kepentingan masyarakat Papua.

Ketua Pansus Papua Filep Wamafma dalam sidang paripurna XI DPD RI, menguraikan beberapa persoalan masyarakat Papua selama kebijakan Otsus. Masalah kekerasan, pelanggaran Hak Asasi Manusia, peminggiran terhadap Orang Asli Papua, masalah lingkungan, masih sering terjadi. Menyelesaikan deretan fakta di atas, diperlukan langkah dialog kesetaraan yang melibatkan semua komponen di tanah Papua.

"Pendekatan Dialogis yang mengedepankan Kesetaraan, Kebersamaan, Keterbukaan, dan Kejujuran sebagai Sesama Anak Bangsa merupakan solusi terbaik yang ditawarkan," kata Filep Wamafma membacakan pandangan Pansus Papua dalam sidang paripurna DPD, Jakarta, Rabu,(22/07/2020) yang lalu.

Tawaran melaksanakan dialog kesetaraan membicarakan kelanjutan Otsus Papua jilid II, perlu disusun secara baik oleh pemerintah. Perlu dipikirkan dengan matang, siapa-siapa yang sebaiknya akan terlibat dalam proses komunikasi dua arah tersebut. Selain itu, harus ada persiapan khusus mengenai materi dialog yang akan dibicarakan antara pemerintah pusat dan pemangku kepentingan di seluruh bumi Cendrawasih.

"Format dialog, konten/isi dialog, dan peserta dialog harus dipikirkan seirus dengan melibatkan semua pihak, baik dari unsur pemerintah, maupun dari unsur kelompok yang dipandang separatis, bahkan jika dimungkinkan, dihadirkan pula pihak-pihak lain yang memandang persoalan di Papua sebagai persoalan Internasional," jelasnya.

Menurut Filep Wamafma, pemerintah mesti serius menanggapi kelanjutan kebijakan Otus dan suara-suara krisi elemen masyarakat menyikapi Ostus. Indonesia memiliki pengalaman dalam menggelar dialog perdamaian pada waktu konflik Aceh. Karena itu, cara-cara seperti itu perlu dipertimbangkan agar ada rasa kepuasan di masyarakat Papua.

"Pemerintah juga dapat mengadopsi Perjanjian Helsinki untuk Aceh dalam menyelesaikan persoalan di Tanah Papua," tegasnya.

Tuntutan Perubahan Kebijakan Otsus Papua

Sidang paripurna XI DPD RI mengusulkan revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, sebelum Otsus jilid dua diterapkan di Papua. Revisi secara khusus dititikberatkan pada aspek pengelolaan dana otsus yang selama ini masih bermasalah. Pelaksanaanya perlu melibatkan masyarakat adat Papua, Majelis Rakyat Papua, dan DPD RI.

"Rekonstruksi Otsus melibatkan Masyarakat Adat, Majelis Rakyat Papua, dan DPD RI.Rekonstruksi harus dua arah, tidak hanya melibatkan Pemerintah, melainkan juga melibatkan Masyarakat Adat, Majelis Rakyat Papua, dan DPD RI," tegas Filep Wamafma.

Berkaitan dengan proses merumuskan kembali Otsus Papua, DPD perlu menjadi motor penggerak. Perwakilan DPD dari seluruh tanah Papua mengetahui seluk beluk persoalan dan kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat. Sementara itu, keberadaan Pemerintah Pusat hanya sebagaim fasilitator.

Filep Wamafma menegaskan kembali bahwa evaluasi dana otsus Papua, menjadi agenda yang sangat penting. Perlu langkah cerdas mendesain kembali tata kelola, penyaluran hingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dijawab oleh pemerintah pusat.

"Meminta Kementerian/Lembaga mengevaluasi Dana Otsus mulai dari desain tata kelola, pelaksanaan good governance, penyaluran, hingga dampak dan manfaatnya," ungkapnya.

Beberapa tuntutan lain dari Pansus Papua ditujukan kepada Kementerian Keuangan. Tuntutan tersebut yakni Meminta Kemenkeu RI untuk membuat skema pendanaan Dana Otsus menggunakan skema Dana Alokasi Khusus (DAK) Afirmasi secara penuh disertai dengan asistensi dan pengawasan. Selain itu, Meminta Pemerintah meningkatkan koordinasi dan komunikasi secara intensif dengan jajaran Pemerintahan Daerah agar pengelolaan Dana Otsus lebih efektif dan optimal.

Pansus Papua juga meminta Memantapkan Penataan Daerah sesuai wilayah adat dengan mengupdate Desain Dasar Penataan Daerah Papua dan memastikan kebijakan teknokratik dan kebijakan politik serta konsultasi publik bagi OAP. Selain itu, Rekonstruksi UU Otsus harus memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri.

Kewenangan yang lebih luas ini selain ditetapkan dalam rekonstruksi Undang-Undang Otsus, juga diturunkan dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksananya. Diskresi politik dan hukum serta regulasi yang bersifat khusus, dapat dengan mudah diciptakan demi AFIRMASI bagi pembangunan di Papua.*

 

 

Artikel Terkait