Bisnis

BIN Tidak Seharusnya Digunakan untuk Lacak Pelaku Kejahatan Kerah Putih

Oleh : very - Kamis, 30/07/2020 10:49 WIB

Guru Besar Hukum Internasional Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Hikmahanto Juwana. (Foto: Tribunnews.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- ICW mengkaitkan keluar masuknya Djoko Tjandra dengan keberadaan BIN.

Guru Besar Hukum Internasional Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Hikmahanto Juwana mengatakan, secara hukum internasional tidak seharusnya BIN sebagai alat negara digunakan untuk melacak dan mengembalikan buron pelaku kejahatan kerah putih.

“Dalam hukum internasional tidak boleh otoritas suatu negara melakukan kegiatan di negara lain, kecuali mendapat persetujuan dari otoritas negara setempat. BIN sebagai lembaga intelijen dalam menjalankan tugasnya baik di dalam maupun luar negeri harus tertutup,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (30/7).

Di banyak negara, kata Hikmahanto, eksistensi lembaga intelijen diakui keberadaannya. Mereka dalam menjalankan kegiatannya di negara lain dilakukan secara tertutup.

Karena itu, bila kegiatan mereka diketahui oleh negara setempat hal ini akan merusak hubungan baik antar negara.

Seperti diketahui, Indonesia saat Presiden dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2013 lalu, bertindak tegas saat intelijen Australia diduga menyadap ponsel alm Ibu Ani Yudhoyono.

Meski Australia tidak mengakui maupun membantah namun hal ini berakibat pada pembekuan sejumlah kerjasama Indonesia-Australia.

Hal ini berbeda bila antar lembaga intelijen negara mempunyai dan melakukan kerjasama.

Atas dasar kerjasama ini intelijen suatu negara dapat membantu melacak seseorang di negaranya yang diminta lembaga intelijen dari negara lain. Demikian pun sebaliknya.

“Saling kerjasama ini yang memungkinkan buron Samadikun Hartono diekstradisi dari China ke Indonesia,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait