Opini

Algorithma Big Data Geopolitik Ciptakerja

Oleh : indonews - Sabtu, 17/10/2020 14:15 WIB

Foto pasukan mengepung Medan Merdaka Utara di depan Istana Merdeka tapi Bung Karno dengan charisma menenagkan massa pendemo yang malah bubar berteriak Hidup Bung Karno. Padahal dibayar untuk meneriakkan tuntutan Bubarkan DPR/Parlemen. KSAP Simatupang dan KSAD Nasution diberhentikan. Kabinet Wilopo melewati krisis 17 Okt tapi jatuh karena penggusuran lahan petani di Tanjung Morawa 1953 menewaskan petani.

Opini, INDONEWS.ID - ABG di sini kita pakai secara popular yaitu total data yang dibuat, disimpan oleh 7 milyar Homo Sapiens yang berjumlah sekian terrabytes. Bagaimana kita bisa memanfaatkan data itu secara benar dan baik jika membuat Undang Undang Ciptaker saja masih kewalahan mengubah tebalnya dokumen seribu halaman yang gonta ganti dari 812 jadi 951, 1028,1035 dan 1051. 

7 milyar manusia ini sebetulnya hanya ditentukan nasibnya barangkali oleh 7.000 elite raja presiden, sultan, sunan, kaisar, dictator, demagog, jendral, laksamana, marsekal, ayatollah, Begawan, kepala negara, kepala sulu , warlord yang menguasai Kawasan dan populasi tertentu sejak zaman pra raja-raja dunia. Karena PBB hanya punya 200 negara dan hanya sebagian yang sudah berakar sejak 3000 tahun Sebelum Masehi. 

7000 itu termasuk politisi anggota parlemen yang baru dikenal sejak Magna Charta, Revolusi Amerika, Revolusi Prancis mungkin dikalikan 10, jadi 70.000 orang. 

Tapi sebetulnya yang 63.000 itu penggembira dan pengikut follower dari penguasa puncak seperti yang dialami Republik kita selama 75 tahun merdeka dari Belanda sejak 1945. 

Di zaman Demokrasi Liberal 1945-1957, kita mengenal 10 Perdana Menteri yakni    Ir Sukarno  19 Aug – 14 Nov 1945;    Sutan Syahrir(Partai Sosialis) 14 Nov 1945 – 12 Mar 1946-2 Okt 1946 -3Juli 1947;     Mr Amir Syarifudin (Partai Sosialis)  3 Jui 1947 – 29 Jan 1948; Drs Moh Hatta 29 Jan 1948 – 20 Des 1949 – 6 Sep 1950;

Mohamad Natsir (Masyumi) 6 Sep 1950 – 27 April 1951; Dr Sukiman Wiryosanjoyo (Masyumi) 27 April 1951- 3 April 1952; Mr Wilopo (PNI) 3 April 1952 – 30 Juli 1953 pada kabinet Wilopo terjadi peristiwa semi kudeta 7 Oktober 1952. 

Foto  pasukan mengepung Medan Merdaka Utara di depan Istana Merdeka tapi Bung Karno dengan charisma menenagkan massa pendemo yang malah bubar berteriak Hidup Bung Karno. Padahal dibayar untuk meneriakkan tuntutan Bubarkan DPR/Parlemen. KSAP Simatupang dan KSAD Nasution diberhentikan. Kabinet Wilopo melewati krisis 17 Okt tapi jatuh karena penggusuran lahan petani di Tanjung Morawa 1953 menewaskan petani. 

Lalu ada Mr. Ali Sastroamijoyo 30Juli 1953- 12 Agustus 1955 & kabinet ke-10, 24 Maret 1956-9 April 1957; Mr Burhanudin Harahap (Masyumi) 12 Aug 1955 – 24 Maret 1956

PM Burhanudin menyelenggarakan pemilihan umum pertama yang paling jujur dan bersih dan menghasilan 4 besar partai yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI. Maka koalisi 3 besar membentuk kabinet Ali Sastroamijoyo II yang hanya bertahan kurang dari setahun.

Kabinet demisioner 14 Maret 1957  dan Presiden Sukarno menunjuk dirinya pribadi sebagai formatur dan mengangkat Juanda orang ke-10 yang menjabat Perdana Menteri RI dari kabinet Karya tehnokrat non partai.

Terakhir Ir Juanda Kartawijaya (non partai) 9 April 1957- 10 Juli 1959
Setelah Dekrit Presiden Sukarno 5 Juli 1959 kembali ke UUD 1945, maka Presiden langsung merangkap Perdana Menteri dan Ir Juanda jadi Menteri Pertama sampai wafat 7 November 1963. 

Sementara wapres pertama Moh Hatta telah mengundurkan diri sejak 1 Desember  1956
Ketika Juanda wafat maka portofolio Menteri Pertama dihaouskan diganti Presidium 3 waperdam yaitu Dr Subandrio, dr J Leimena dan Chairul Saleh. 

Pada SU MPRS ke III Mei 1963 Bung Karno diangkat menjadi Presiden Seumur HIdup yang oleh MPRS yang sama, akan diralat malah dilengserkan pada 1966-1967. 

Jadi Indonesia memang super kreatif menciptakan “konvensi” politik inkonstitusional. 10 tahun tanpa wapres, mendadak terjadi G30S dimana Men/Pangad Letjen A Yani yang dicadangkan sebagai calon putra mahkota pengganti Bung Karno, tewas di tangan kroco Cakrabirawa dan Panglima Kostrad melejit jadi Men/Pangad pada 14 Oktober 1965. 

Dua minggu Presiden Sukarno bertahan dengan mengambil oper pimpinan Angkatan Darat di tangan presiden dan menunjuk Mayen Pranoto sebagai pelaksana harian. 

14 Oktober, Soeharto dikukuhkan jadi Men/Pangad. 15 Desember 1965 sidang kabinet di Cipanas memutuskan redenominasi Rp1000 lama diganti Rp 1 uang baru, Memicu demo Tritura sejak 10 Januari 1966. 

Ketika BK mereshuffle kabinet 24 Feb 1966 memecat Nasution dari jabatan Menko Hankam KASAB terjadi demo yang menewaskan mahasiswa Arief Rahman Hakim. Maka pemakaman Jumat 25 Februari menjadi lautan people power dari UI Salemba, bunderan HI, Sudirman, sampai blok P. 

Tanggal 11 Maret Bung Karno menandatangani Supersemar yang secara “ajaib” disulap menjadi TAP MPRS bulan Juni 1966 sekaligus mejadikan pengemban Supersemar sebagai Pejabat Presiden, bila presiden berhalangan.

Itu semua dilakukan oleh kongsi Nasution Soeharto, setelah Nasution non job 24 Feb, dipilih jadi Ketua MPRS menggantikan Chairul Saleh yang ditahan dalam klaster 15 menteri kabinet Sukarnois. 

10 Perdana Menteri mengangkat 183 menteri, Bung Karno sebagai Presiden/PM mengangkat 149 menteri  (NIM 184-332) Jendral Soeharto 126 menteri ( 333-458) Habibie 415 orang, 59-474, Gus Dur  53 orang 475-527 Megawati  18 orang 528-545 SBY 106 orang 546- 652 dan Jokowi 76 menteri  653-738

Hari ini kita memperingati semi kudeta 17 Oktober 1952 di tengah “semi kudeta” lewat demo rusus UU Ciptakerja. Kharisma Jokowi masih sekuat Bung Kanro 1952. Jokowi yang juga didukung oleh mantan Letjen Prabowo yang lahir 17 Oktober 1951 malah sedang dijamu oleh rekan Menhan AS Marc Esper dalam rangka cinta segitiga Jakarta Beijing Washington. 

Para pendemo rusuh pasti tidak paham percaturan Algorithma Big Data geopolitik Indonesia dan karena itu merongrong kabinet Jokowi dan DPR yang waras di diskreditkan lewat demo anarko chaos.

Statemen Bank Dunia menutup demo rusuh dan kunjungan PM baru Jepang Yoshihide Shida 20 Oktober membawa bantuan 50 milyar Yen pasti akan memperkuat postur Jokowi dalam percaturan geopolitik sampai 2024.*

Artikel Terkait