Daerah

Bantah Klaim Djudje, Ahli Waris Dalu Nggorang Ceritakan Kronologis Penyerahan Lahan Kerangan ke Pemda

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 19/10/2020 16:59 WIB

Judul tayangan di stasiun TV swasta Metro TV tentang polemik lahan 30 hektare di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat. (Foto: Repro dari Youtube)

Jakarta, INDONEWS.ID - Ahli waris atau anak dari Fungsionaris Adat Nggorang, (Alm) Dalu Ishaka, Haji Ramang Ishaka menegaskan, lahan seluas 30 hektare di Kerangan Toro Lemma Batu Kalo merupakan lahan milik Pemda Manggarai Barat (Mabar).

Seperti diberitakan Kupang-Tribunews.com pada Senin (19/10/20), Haji Ramang Ishaka pun menjelaskan, lokasi tersebut berada dalam 1 hamparan yang disebut Keranga Toroh Lemma Batu Kallo.

Diakuinya, lahan tersebut telah diberikan Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemerintah Tingkat II Manggarai pada 1997 silam, sebelum pemekaran Kabupaten Manggarai Barat.

"Keranga dan Toroh Lemma Batu Kallo dalam 1 lokasi, berada dalam satu hamparan dan bernama hamparan Kerangan, di situ ada Toroh Lemma Batu Kallo dan juga letaknya dalam satu hamparan. Jadi tidak bisa dipisahkan Kerangan dan Toroh Lemma Batu Kallo. Kerangan itu hamparan besarnya," kata Haji Ramang, Minggu (18/10/2020).

Kronologis Penyerahan ke Pemda

Kronologis pemberian lahan tersebut, kata Haji Ramang, berawal dari tahun 1989 di mana Pemerintah Tingkat II Manggarai yang saat itu dipimpin Bupati Gaspar Ehok bersama Fungsionaris Adat Nggorang serta beberapa pihak melihat lokasi tersebut guna rencana pembangunan sekolah kelautan dan perikanan.

"Selanjutnya ada kegiatan pengukuran dan penataan tanah untuk Pemda Manggarai, dalam hal ini Haji Djudje ditunjuk oleh Fungsionaris Adat Nggorang selaku ketua penata untuk lokasi yang disiapkan ke Pemda Manggarai, yakni dilakukan pada 26 April 1997," kisahnya.

Selanjutnya, dilakukan status tanah itu, pada 14 Mei 1997 Pemda Manggarai mengutus BPN Manggarai untuk melakukan pengukuran di daerah Karangan Toroh Lemma Batu Kallo.

"Selanjutnya ada kegiatan lanjutan untuk memperkuat kegiatan tersebut, ada semacam penghargaan kepada Fungsionaris Adat Nggorang yakni penyerahan uang atau sirih pinang dan sudah dilakukan secara adat Manggarai. Di mana dilakukan oleh pak Frans Padju Leok sebagai utusan Pemda Manggarai saat itu untuk melakukan pembicaraan adat terhadap lahan seluas 30 hektare di atas lahan Toroh Lemma Batu Kallo," paparnya.

Diakuinya, dari hasil pengukuran diketahui jumlah lahan yang diberikan kepada pemerintah saat itu seluas 30 hektare, bukan seluas 5 hektare menurut pengakuan Haji Djudje.

"Penyebutan 30 hektare itu hasil pengukuran oleh tim BPN, Haji Ishaka hanya menunjuk lahan yang akan diberikan kepada Pemda Manggarai saat itu. Tentunya BPN ada dokumen," katanya.

"Ada surat penyerahan dari Fungsionaris Adat Nggorang kepada pemerintah saat itu, surat pernyataan pelepasan hak atas tanah, surat itu dikeluarkan Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemda Manggarai pada tahun 1997 dan ditandatangani oleh Fungsionaris Adat Nggorang bapak Haji Ishaka dan Haku Mustafa dan disaksikan kepala Desa Labuan Bajo dan Camat Komodo," jelasnya.

Menurutnya, sang ayah tidak pernah memberikan tanah seluas 30 hektare tersebut kepada Haji Djudje sejak 1990.

"Terkait penyerahan tanah itu saya kurang tahu, saya baru tahu setelah beliau memberitahu kami melalui surat pada tahun 2015 dari haji Djudje. Itu baru kami tahu. Jadi bisa dibayangkan dari tahun 1990 hingga 2015 ini berapa tahun," kata Haji Ramang yang menjadi ahli waris Fungsionaris Adat Nggorang sepeninggal sang ayah pada 2003 lalu.

Menurutnya, jika Haji Djudje yang diberikan mandat menata tanah di 16 Lengkong oleh Fungsionaris Adat Nggorang mengklaim memiliki lahan seluas 30 hektare itu sejak April 1990, maka tentunya Haji Djudje sudah menolak dilakukan pengukuran saat itu.

"Karena dia (Haji Djudje) orang yang dari awal melakukan penataan, sebelum BPN turun dia sudah melakukan penataan kegiatan penataan itu ada dokumentasi. Semestinya jika tahun 1990 sudah punya, dia keberatan," ungkapnya.

Menurutnya, memang terdapat surat yang mempercayakan penataan sebanyak 16 Lengkong oleh Fungsionaris Adat Nggorang yang ditandatangani Haji Ishaka dan Haku Mustafa. Selaku fungsionaris adat Nggorang, namun demikian tidak ada penyerahan lahan seluas 30 hektare kepada Haji Djudje atas jasanya selaku penata.

"Tanah luas diberikan untuk kepentingan banyak orang, dan tidak pernah ada penyerahan lahan seluas 30 hektare kepada seseorang, orang tua saya saja selaku fungsionaris adat Nggorang mendapatkan lahan yang sama dengan masyarakat lain, 20 meter kali 70 meter, itu sama dengan masyarakat lain," jelasnya.

"Kalau menata Lengkong itu benar, tapi tidak ada kompensasi sebagai jasa menata, diberikan lahan hingga seluas 30 hektare. Itu tidak ada. Karena akan dapat bagian yang sama dengan masyarakat lain. Itu umumnya. Tidak ada pengerahan secara khusus kepada dia sebagai penghargaan," tambahnya.

Walaupun Haji Djudje memiliki surat bahwa telah diberikan lahan seluas 30 hektare oleh Fungsionaris Adat Nggorang, pihaknya mengaku tidak yakin dan mempercayai surat tersebut.

"Saya berkeyakinan itu tidak benar, saya tidak perlu reaksi, Saya tidak mengakui, tapi saya berkeyakinan itu tidak benar dan tidak akan terjadi," pungkasnya.

Pihaknya pun menegaskan lahan tersebut telah menjadi lahan Pemda Mabar dan selama ini, pihaknya pun telah melakukan pertemuan pada 22 Oktober 2014 sesuai rekomendasi dari pemerintah.

Selanjutnya, dilakukan juga pengukuran lahan pada 2015 oleh BPN Provinsi NTT atas permintaan dari Pemda Mabar.

"Ini hal yang positif dari Pemda untuk peningkatan status tanah," ujarnya.

Saat ditanya terkait pihak yang telah memiliki sertifikat di atas lahan tersebut dan memiliki alas hak dari Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ramang Ishaka mengaku, lahan tersebut diketahuinya telah diberikan kepada Pemda Manggarai dan tidak pernah dilakukan pemberian lahan kepada siapapun.

Diakuinya, demi kepentingan umum, Fungsionaris Adat Nggorang telah memberikan lahan tersebut kepada pemerintah. Sehingga, pihaknya pun berharap agar mempertahankan lahan tersebut.

"Kalau diawali dari Pemda Manggarai kepada Pemda langsung dijawab Fungsionaris Adat Nggorang dengan memberikan lahan seluas 30 hektare, penyerahan itu sudah melalui tahapan adat dan administrasi dan ini sebenarnya status kepemilikan lahan sudah beralih ke Pemda," katanya.

"Saat ini Pemda Mabar yang harus memiliki inisiatif yang lebih kuat untuk menjaga dan melakukan peningkatan hak atas tanah sesuai aturan yang berlaku, disertifikasi, dijaga dan dirawat. Itu sudah bukan lagi tanggung jawab kami, tapi harus dilakukan Pemda Mabar untuk mengamankan aset ini," jelasnya.

Kasus tersebut pun saat ini telah ditangani Kejati NTT dan pihaknya pun selama ini telah memenuhi panggilan sebagai saksi dan telah menjalani pemeriksaan sebanyak 3 kali.*

Artikel Terkait