Nasional

Tidak Mau Repot, Ini Alasan Gus Dur Pecat JK

Oleh : very - Senin, 16/11/2020 17:01 WIB

JK dan Rizal Ramli. (Foto: Katta.id)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Polemik antara Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) dan mantan Menko Maritim Rizal Ramli terus memanas. Keduanya saling memberikan informasi terkait penjegalan yang dilakukan JK terhadap Rizal Ramli.

Namun, cerita ini belum lengkap jika kita tidak mengulas masalah jauh sebelumnya mengenai bagaimana JK saat menjadi salah satu anggota menteri dalam kabinet pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid.

Seperti dikutip nusantaratv.com, saat kepemimpinan Gus Dur, konstelasi politik cukup keras. Kabinet tidak hanya bertanggung jawab kepada presiden, tunduk kepada partai politik. Hal inilah yang menjadi polemik, sehingga Gus Dur cukup berat dalam menjalankan agenda reformasi.

Dari sinilah, banyak tumbuh masalah-masalah karena partai politik cukup dominan dalam pemerintahan Gus Dur.

Karena tak mau repot, Gus Dur akhirnya memecat dua menterinya, yakni Laksamana Sukardi, Menteri BUMN (PDI-Perjuangan) dan Jusuf Kalla, Menteri Perdagangan dan Perindustrian (Partai Golkar).

Namun, masalah akhirnya semakin rumit, dimana seharusnya dalam hukum tata negara, pemberhentian atau pergantian menteri merupakan hak prerogatif presiden. Akan tetapi, situasi menjadi runyam, karena pemecatan tersebut dinilai berlatarbelakang adanya unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Meski tidak menjelaskan, apa yang melatar belakangi dugaan kasus korupsi yang dilakukan JK, namun Gusdur akhirnya memberikan kumpulan sejumlah fotokopi dukumen penting dugaan KKN yang dilakukan JK, kurang lebih sekitar 400 halaman dan diserahkan kepada Ketua Umum Partai Golkar, Akbar Tanjung.

Di mana beberapa laporan di antaranya adalah penyimpangan kasus proyek listrik, impor beras oleh Badan Urusan Logistik (Bulog), dan kebijakan pajak mobil.

Informasi mengenai sepak terjang JK ini memang seperti senyap-senyap diberitakan media. Namun, pada Juli 2005 Globe Asia memberitakannya pada Agustus 2007 bahwa grup milik Aksa Mahmud (saudara ipar JK) mendapat saham senilai 90 persen dari BNI atau senilai Rp280 miliar untuk operator jalan tol BSD.

Dimana jumlah lisensi pembangunan jalan tol senilai Rp440 miliar di Sulawesi bersama PT Jasa Marga juga diperoleh grup ini. Selain itu, grup Aksa Mahmud juga mendapat berbagai izin untuk membangun pembangkit listrik di Sulawesi Selatan (Sulsel) berkapasitas hingga 2x100MW senilai Rp2,2 triliun.

Tak heran, sosok yang merupakan ipar JK ini dengan kekayaan yang kian bertambah dari 2006 sebesar $ 145 juta, melonjak menjadi $ 599 juta pada 2007 dan $ 580 juta pada 2008. 

Bahkan harta Aksa Mahmud kembali merangkak naik ke $ 619 pada 2009 dan terus bertambah ke $ 750 di 2010. Jadi sejak 2006 kekayaan ipar Jusuf Kalla itu telah naik lebih dari 5 kali lipat. Dari peringkat yang eksklusif Aksa Mahmud di nomor 75 orang terkaya, langsung melonjak naik ke peringkat nomor 19 orang terkaya di Indonesia (berdasarkan Globe Asia).

Adapun saat ini, sejumlah media juga memberitakan bahwa Grup Aksa Mahmud sedang mengalami masalah, salah satunya adalah kasus Rush Bank Bukopin. Bahkan, beberapa informasi yang menyebut menyebut Aksa Mahmud dan Jusuf Kalla adalah dua sosok di belakang kesuksesan Anies Baswedan mengambil posisi gubernur DKI.

PT Bosowa Corporindo disebut-sebut memiliki kredit macet di PT bank Rakyat Indonesia (Persero) TBK sebesar Rp4 triliun. Hal ini diketahui, berdasarkan Surat Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan No. 64 / KDK.02 / 2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT Bukopin Tbk pada 24 Agustus 2020.

Kredit macet ini menjadi salah satu alasan di balik surat keputusan OJK mengenai status perseroan sebagai pemegang saham Bank Bukopin.

Di mana surat tersebut, hasilnya kembali kepada Bosowa karena regulator menemukan dari Bosowa yang melaksanakan tidak melaksanakan perintah OJK. Perintah yang tidak dilakukan yaitu memberikan surat kuasa khusus kepada tim bantuan teknis.

Selain itu, Bosowa juga melakukan tindakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan menghalangi masuknya investor lain dalam rangka peningkatan modal dan penyelesaian masalah masalah Bank Bukopin.

Kemudian, Bosowa juga mengikuti langkah-langkah untuk menggagalkan proses penyelamatan Bukopin, antara lain dengan memberikan surat kuasa yang tidak sah kepada OJK, serta memiliki kredit macet yang tidak dapat didasarkan pada data dan surat dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Diketahui, data nilai kredit macet yang dimiliki Bosowa di Bank BRI yakni sekitar Rp4 triliun per 28 Juni 2020 dari salah satu sumber. Kredit tersebut diberikan kepada PT Semen Bosowa Maros dan PT Bosowa Duta Energasindo. (Very)

 

Artikel Terkait