Nasional

Pakar Hukum Agraria Beberkan Cara Kerja Mafia Tanah

Oleh : very - Sabtu, 21/11/2020 11:41 WIB

Dr. Aartje Tehupeiory, pakar hukum Agraria. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Dr. Aartje Tehupeiory mengungkap beberapa modus mafia tanah untuk memperdaya mangsanya terutama pemegang sah Hak Ulayat.

Modus yang dilakukan mafia tanah, menurut alumni S3 Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) itu, yaitu dengan cara-cara permufakatan jahat sehingga menimbulkan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

“Kepala Desa misalnya membuat salinan girik, surat keterangan tidak bersengketa dan membuat surat keterangan penguasaan fisik. Selain itu membuat surat keterangan tanah lebih dari satu kepada beberapa pihak untuk bidang tanah yang sama,” ujarnya dalam sebuah acara webinar, di Jakarta.

Selanjutnya, kata Aartje, mafia tanah tersebut melakukan pemalsuan dokumen terkait tanah seperti kartu eigendom/ girik surat keterangan tanah.

Kemudian, memprovokasi masyarakat petani untuk mengokupasi atau mengusahakan tanah secara ilegal di atas perkebunan HGU, baik yang berakhir maupun yang masih berlaku.

“Mengubah/menggeser/menghilangkan patok tanda batas tanah. Kemudian mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang padahal sertifikat tidak hilang dan masih dipegang oleh pemiliknya sehingga mengakibatkan beredarnya 2 sertifikat di atas sebidang tanah yang sama,” ujarnya.

Seperti diketahui, masyarakat Sepang Nggieng, di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, kini terancam oleh aksi para mafia tanah.

“Masyarakat adat Sepang-Nggieng di Manggarai Barat, Flores, NTT ini, kini menjadi tidak nyaman karena merasa berada di bawah bayangan ancaman mafia tanah,” ujar Ketua Presidium Konggres Rakyat Flores (KRF), Petrus Selestinus, S.H melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (21/11).

Menurut Petrus, muncul kekhawatiran tentang kemungkinan tanah ulayat mereka yang dirampas sindikat, yang diduga dilakukan oleh  jaringan mafia tanah tersebut dijadikan sebagai basis gerakan ekstremis dan terorisme.

“Kekhawatiran itu muncul karena mereka tidak tahu apa peruntukan tanah ulayat mereka, yang tiba-tiba saja dirampas jaringan sindikat mafia, tanpa sepengetahuan mereka,” ujar Petrus.

Petrus mengatakan, yang paling dikhawatirkan tanah ulayat yang dirampas mafia tanah itu akan menjadi basis gerakan ekstremis dan terorisme, yang sedang merebak di mana-mana, tidak terkecuali di Flores, NTT. Jika hal  itu terjadi, katanya, maka aksi mafia sudah menodai kesucian tanah leluhur. Apalagi kalau dijadikan basis gerakan ekstremisme dan terorisme.

Aktivitas jaringan mafia tanah yang menginjak-injak hak ulayat, ibarat menebar teror yang menakutkan bagi masyarakat adat Sepang-Nggieng. Sindikat tersebut telah bekerja sama dengan oknum Badan Pertanahan Manggarai Barat, yang telah menerbitkan ratusan Sertifikat Hak Milik di atas sebagian tanah Hak Ulayat Masyarakat Adat Sepang-Nggieng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menurut Petrus, proses penerbitan sertifikat dilakukan tanpa didukung data fisik dan data yuridis sesuai ketentuan PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Telah ditemukan tidak kurang dari 563 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas sebagian Tanah Ulayat Sepang-Nggieng yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat di atas obyek Tanah Hak Ulayat Masyarakat Adat Sepang-Nggieng, Kecamatan Boleng, dengan modus memanipulasi data fisik dan data yuridis. 

Obyek tanah ulayat Sepang-Nggieng yang  disertifikatkan terletak di desa pada daratan Pulau Flores, tetapi data yuridisnya diterbitkan oleh otoritas Desa Batu Tiga di Pulau Boleng, yang terletak di luar daratan Pulau Flores dan terpisah oleh laut.

Tidak hanya merampas tanah, jaringan mafia juga merusak budaya dengan mengangkat dan menunjuk begitu saja orang sembarangan sebagai Tua Golo (Tua Adat) sebagai rekayasa untuk mendapatkan surat keterangan alas hak atas tanah.  Padahal posisi Tua Golo sangat strategis secara kebudayaan dan tradisi dalam masyarakat Manggarai.

“Atas nama masyarakat ulayat Sepang Nggieng, Petrus Selestinus SH, Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores, Yohanes Erlyanto Semaun, Perwakilan Masyarakat Adat Sepang-Nggieng, dan Benny Susetyo, Setara Institute, mendesak agar 563 sertifikat disita dan dimusnahkan, serta membongkar jaringan mafia yang merampas hak rakyat,” pungkas Petrus. (Very)

Artikel Terkait