Opini

Jelang Pilkada 9/12

Oleh : luska - Selasa, 24/11/2020 10:10 WIB

Oleh : Djohermansyah Djohan (Pakar Otonomi Daerah, Guru Besar IPDN)

Jakarta, INDONEWS.ID - Dua minggu lagi pilkada serentak di 270 daerah akan diselenggarakan untuk memilih 9 gubernur, 224 bupati, dan 37 walikota beserta wakilnya. 

Pilkada kali ini beda. Dia digelar pada masa pandemi Covid 19 yang telah melanda 215 negara. 
Di Indonesia sendiri 34 provinsi dan 90 % lebih kabupaten dan kota telah kena wabah, tidak kecuali daerah-daerah yang hendak bikin hajatan demokrasi itu.

Di tengah-tengah belum melandainya virus, rendahnya tingkat ketaatan masyarakat menerapkan 3 M, dan terbatasnya kapasitas pemerintah dalam menanggulangi bencana nasional non alam ini, pemerintah didukung DPR tetap memilih opsi 9/12 sebagai tanggal pencoblosan.
Saran dan masukan banyak pihak agar pilkada ditunda tahun depan atau ditunaikan saja oleh anggota DPRD tidak diakomodasi. 

Sekitar 105 juta orang akan berbondong-bondong ke TPS. Maksimal satu TPS akan dipadati oleh 800 pemilih.
KPU telah membuat simulasi pemungutan suara yang sayangnya tidak dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo. 
Kita tentu tidak ingin berulang kasus meninggalnya hampir 1000 orang petugas KPPS pada pemilu 2019 lalu. 
Karena itu, semua kemungkinan terburuk pilkada 9/12 ini perlu diantisipasi dan dimitigasi. Mulai dari cegah sungguh-sungguh terbentuknya kluster pilkada, tumbangnya petugas KPPS, sepinya pemilih, maraknya jual beli suara (serangan fajar), politisasi ASN, demo tolak hasil, hingga lemahnya legitimasi kepala daerah terpilih. 

Tentu doa yang perlu kita panjatkan, semoga pilkada 9/12 ini baik-baik saja.

Baca juga : Kendali Kebijakan

Artikel Terkait