Opini

"Alarm" dari Kerangan

Oleh : Rikard Djegadut - Jum'at, 18/12/2020 11:15 WIB

Potret Lahan Kerangan yang menjadi incaran banyak oknum (Foto: Yos Ngarang)

By: Yos Nggarang*)

Opini, INDONEWS.ID - Terlihat gerbang dan pos masuk ke Lahan Kerangan 30 ha, tiang-tiang listrik berdiri kokoh mengarah ke Selatan lahan ini. Dari Sini bisa melihat pesona kota Labuan Bajo yang tiada duanya.

Konon, tanah Padang Savana ini juga diklaim oleh keturunan Raja. Akal sehat saya sedikit terganggu,"kok ada Raja okupasi tanah yang sekian hektar dan tanahnya ini Padang Savana, mau ditanam apa?".

Mungkin Raja yang ini beda dengan Raja yang lain di Nusantara ini. Okupasi tanah bukan untuk menanam, melainkan karena view lahan ini.

Artinya, Raja tersebut pada saat itu, sudah memperkirakan Padang Savana ini sangat bernilai untuk saat ini. Begitu juga oknum yang klaim pribadi, mau memiliki tanah di bukit yang curam pada puluhan tahun yang lalu, dan sekarang baru bisa menikmati secara ekonomi dengan nilai harga tanah puluhan miliar untuk sekian hektar.

Konon, beberapa yang sudah terbit sertifikat di sini diduga alas haknya palsu. Pola maennya, misalkan mereka dapat tanah pembagian di Ua Cecu (Wae Cecu), lalu mereka rubah alas haknya pindah di lahan Kerangan/Toro Lemma Batu Kallo.

Informasi yang saya dapat, si pembuat alas hak yang diduga palsu ini adalah oknum mantan Coeklat di Mabar yang sudah pensiun. Dia dibayar ratusan juta.

Modus lain dalam memuluskan sertipikat, dalam alas hak tertera batas-batas lahan antara lain sebelah utara berbatasan dengan Bukit. Sebelah timur berbatasan dengan dengan bukit. Lalu sebelah selatan berbatasan dengan bukit dan sebelah barat berbatasan dengan laut/tanah negara.

Apa arti dari keterangan batas-batas bukit dan laut itu? Ya, biar tidak ada tanda tangan saksi batas. Ini salah satu modus agar BPN mempercepat proses pensertifikatan. Apalagi dalam proses itu disertai "peluru"/"pelicin" untuk diberikan ke oknum BPN.

Ada juga yang lainnya klaim memiliki lahan di bukit dengan batas sebelah barat laut/tanah negara. Di sini dia kalah cepat, tiga sertipikat sebelumnya klaim memiliki lahan yang letaknya bersebelahan dengannya.
Persis di sini permainannya makin aneh: "memiliki tanah, batas sebelah barat laut, padahal sebelah barat tanah yang sudah sertipikat". Pointnya, dalam soal  klaim lahan ini, banyak kejanggalan.

Tapi kok banyak kejanggalan bisa terbit sertipikat? Rumusnya, asal ada "peluru", oknum BPN bisa bantu. Itulah mengapa oknum-oknum itu kaya mendadak saat di Labuan Bajo.

Cara menyembunyikan kekayaaan rekening bawahan yang pegawai honorer dijadikan tempat menampung uang mereka. Sebaigmana bulan lalu, penyidik sudah menyita uang Rp140 juta hasil transaksi lahan ini. Rp140 juta itu sisa dari sekian banyak "pelicin".

Oknum yang lain juga maen, aktif berkomunikasi dengan si calon pembuat sertipikat. Mereka "bolak-balik Jakarta tanpa sepengetahuan Kepala kantor". Atau pada saat jam kantor, keluar ketemu orang di restoran/hotel.

Oknum itu tidak tahan menyembunyikan kekayaan yang dia peroleh, langsung beli mobil yang harganya di atas Rp300 juta dan bangun rumah mewah. Padahal baru 2-3 tahun di Labuan Bajo.

Pesannya: mulai dari sekarang, kalau lihat pegawai yang berseragam/tidak berseragam ketemu di Resto, hotel pada saat jam kantor, kita berhak bertanya:"apa ada acara kantor jam segini disini?"

Jangan sungkan untuk bertanya, itu hak kita,"hak untuk dilayanani." Mereka sudah digaji oleh rakyat lewat pungutan pajak. Saya berapa kali menyaksikan di kantor (BPN) sana, puluhan orang antrian untuk mengurus dokumen-dokumen tanah, tapi kadang si pegawai tidak ada di kantor.

Dengan kehadiran Kejaksaan NTT sekarang, sudah dua bulan sembilan hari penyidikan. Kejaksaan sudah memeriksa lebih dari seratusan orang. Ini tidak maen-maen.

Ratusan lebih yang diperiksa ini, dugaan saya tidak untuk menetapkan satu/dua tersangka. Dugaan saya banyak. Kehadiran Kejaksaan dalam mengusut Lahan Kerangan adalah pintu masuk untuk membongkar semua tabir gelap persoalan agraria di Manggarai Barat.

Dan jelas, ini sebuah alaram untuk kita semua: masyarakat jangan suka klaim lahan milik orang. BPN harus transparan, Pemda Mabar harus tertib administrasi.

Bernegara itu beradministrasi. Satu lembar surat hilang yang dicetak dan dibiayai oleh negara sama dengan kita menggerus peran negara. Mulai sekarang tertib administrasi. Dan pemda, BPN harus menghormati peran fungsionaris adat..

Juga yang selama ini mencari kesalahan Fungsionaris Adat, memalsukan tanda tangan Fungsionaris adat, saatnya hentikan semua cara-cara itu.

Mari kita bergandeng tangan,bersatu membangun untuk kemajuan Mabar/Labuan Bajo.

Menyambut Tahun Baru
Sambut Harapan Baru
Labuan Bajo, 18 Desember 2020*

*) Yosef Sampurna Nggarang kelahiran Manggarai Barat, Aktivis Pergerakan HIPMMABAR-JAKARTA

Artikel Terkait