Nasional

Utak-Atik Ambang Batas Pencalonan Presiden, Ini Usulan Para Pakar

Oleh : very - Rabu, 27/01/2021 10:27 WIB

Presidential Threshold. (Foto: Ilustrasi/RMOL)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pakar politik dari Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Valina Singka Subekti menyarankan Komisi II DPR untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold sebesar 20 persen dalam Revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (RUU Pemilu).

Hal itu ia sampaikan saat menghadiri rapat dengar pendapat terkait RUU Pemilu dengan Komisi II DPR, di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/7).

"Menghapus presidential treshold sebagai syarat pencalonan presiden. Kalau saya, saya enggak setuju presidential treshold," kata Valina seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Presidential treshold adalah batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden. Draf RUU Pemilu yang digodok DPR saat ini masih mencantumkan presidential treshold sebesar 20 persen.

Valina mengatakan, salah satu dasar penghapusan presidential treshold  karena hal tersebut tak dikenal dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Menurut dia konstitusi hanya mengatur pasangan calon presiden dan wakil presiden diusung oleh parpol dan gabungan parpol sebelum pelaksanaan pemilu.

Alasan lain, kata Valina, pemilu kepala negara di banyak negara demokratis tidak mencantumkan syarat ambang batas presiden. "Ini di Indonesia aja yang pakai treshold," ujarnya.

Valina lantas mempertanyakan Komisi II yang tetap mempertahankan aturan presidential treshold 20 persen dalam draf RUU Pemilu.

Ia mengaku tak sepakat dengan ambang batas presiden bila tujuannya sekadar meminimalisir pencalonan kandidat presiden dan wakil presiden dalam Pilpres. Dalih itu menurut Valina tak berdasar. Sebab, pada Pilpres 2004 lalu, ada lima calon presiden yang bertarung.

Pilpres 2004 diikuti oleh pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.

"Kita punya pengalaman banyaknya pasangan capres-cawapres. Dan ini bukan sesuatu yang baru. Waktu itu partai dan konstituen merasa happy, tersalurkan aspirasinya untuk mempromosikan kader-kader terbaiknya," kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Philips Vermonte meminta agar RUU Pemilu bisa mencegah Pilpres diikuti dua calon saja. Supaya terwujud, Philips berkata proses pencalonan presiden harus dimudahkan.

"Tentu syarat pencalonan harus dimudahkan agar paling tidak muncul 3 atau 4 calon, enggak banyak-banyak juga," kata dia.

Menurut Philips masyarakat berpotensi terpecah belah bila hanya ada dua pasangan capres dan cawapres saat Pilpres.

Ia mengatakan, dari gejolak perhelatan Pilpres 2014 dan 2019 lalu yang hanya diikuti oleh dua pasangan kandidat calon presiden.

 

Ambang Batas Selalu Berubah

Di tempat yang sama, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari mengusulkan agar ambang batas parlemen atau parliamentary treshold (PT) di RUU Pemilu tetap 4 persen.

Feri menilai batas 4 persen moderat dan bisa mewakili keberagaman yang menjadi ciri khas Indonesia di parlemen.

"Angka 4 persen menurut saya jadikan saja tradisi politik. Tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Kalau diperbesar keberagaman nanti akan hilang," kata Feri.

Ambang batas parlemen pada tiap gelaran pemilu legislatif di Indonesia kerap berubah. Pada Pemilu 2019 lalu, PT ditetapkan sebesar 4 persen.

Sementara Pemilu 1999 atau yang pertama pasca reformasi, PT ditetapkan sebesar 2 persen. Lalu, pemilu 2004 DPR memutuskan untuk menaikkan PT sebesar 3 persen.

Lima tahun berselang atau Pemilu 2009, PT kembali diturunkan hingga 2.5 persen. Sementara Pemilu 2014, PT mengalami kenaikan hingga 3.5 persen.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Fraksi Gerindra Elnino Mohi mengatakan, bahwa partai Gerindra saat ini sangat masih mengkaji soal urusan Presidential Threshold. “Di Gerindra masih dikaji secara sangat mendalam soal itu. Kita lihat saja nanti bagaimana akhirnya sikap partai kami,” ujar Elnino Mohi, seperti dikutip KedaiPena.com, Selasa, (26/1/2021).

Meski demikian secara pribadi, Nino Mohi, berpikir bahwa yang ideal itu jika Presidential Threshold dapat menjadi nol persen.

“Supaya semua parpol peserta pemilu boleh mencalonkan pasangan capres-cawapres masing-masing. Biar rakyat yang pilih presiden secara langsung,” ungkap Nino Mohi.

Nino Mohi pun mengungkapkan, RUU belum tentu dibahas di komisi II. “Mungkin saja akan dibahas di Baleg atau Pansus,” tandas Nino Mohi.

Seperti dketahui, tokoh nasional Rizal Ramli menggugat ambang batas pencalonan presiden dalam UU Pemilu. Pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden tersebut, menurut ekonom senior itu bertentangan dengan semangat demokrasi, yang menjadi syarat utama sebuah pemilihan umum. 

Pemberlakukan ambang batas pencalonan presiden, kata Rizal, juga menimbulkan biaya politik tinggi yang hanya akan memunculkan demokrasi kriminal.

Seperti diketahui, DPR dan Pemerintah saat ini mulai kembali menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang telah disepakati masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.

Salah satu yang akan menjadi sorotan dari pembahasan RUU Pemilu oleh DPR dan Pemerintah ialah ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold. (Very)

 

 

Artikel Terkait