Opini

Indonesia dapat menjadi pemimpin dunia industri energi terbarukan

Oleh : luska - Jum'at, 19/07/2024 19:40 WIB


Penulis :
- Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan, IPU.,APEC Eng
Akademisi Sistem Energi dan Pengamat Energi Terbarukan

- Jaha Nababan, S.Sos., Ed.M., CCP., CLI.
Praktisi Bisnis dan Pengamat Kebijakan Publik

Indonesia perlu visi sebelum mewujudkannya. Kekayaan sumber daya alamnya adalah potensi utama sekaligus tantangan transisi menuju energi berkelanjutan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki cakupan yang sangat luas dan kompleks yang meliputi energi fosil, pertambangan, kelistrikan, mineral, dan energi terbarukan. Kebijakan yang sering kali tumpang tindih dan kurangnya fokus pada pengembangan energi terbarukan adalah dampaknya. Seyogyanya, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi tidak harus bersaing dengan sektor-sektor lain yang saat ini lebih dominan seperti minyak, gas, dan pertambangan batu bara. Dominasi pasar energi akan beralih. Jika Indonesia ingin memimpin dunia pada energi terbarukan, sudah saatnya berbenah dan mengubah fokus serta prioritas. 

Fokus dan Prioritas Kebijakan Energi Terbarukan
Saat ini kapasitas energi surya terpasang di Indonesia hanya 210 MW.  Filipina mencapai 1.675 MW pada 2022, kapasitas terpasang Malaysia sebesar 2.657 MW pada 2023, dan Thailand mencapai 3.300 MW pada 2023. Jauh tertinggal dari Vietnam yang mencapai 18.474 MW pada 2022. Saat ini, Indonesia baru mencapai 12,6% energinya dari sumber terbarukan, sedangkan Vietnam yang baru mencapai 25% sudah dapat menyelesaikan masalah energi listrik di daerah terpencil dengan cakupan layanan hampir 100%.

Pengelolaan energi di Indonesia membutuhkan pendekatan desentralisasi untuk mengoptimalkan potensi daerah jika ingin lebih baik dari Vietnam dan menjadi pemimpin global. Dengan desentralisasi yang efektif, pemerintah pusat dapat memberikan insentif kepada pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan energi terbarukan. Insentif ini bisa berupa kemudahan perizinan, pembebasan pajak, dan dukungan pendanaan yang signifikan. Beberapa daerah, seperti Bali, telah memulai pengembangan energi terbarukan dengan berbagai proyek percontohan. Bali memiliki regulasi khusus terkait energi bersih melalui Pergub No. 45 Tahun 2019.

Untuk mencegah terjadi tumpang tindih koordinasi kebijakan akibat desentralisasi, dibutuhkan sebuah lembaga koordinasi yang dapat memberikan perhatian penuh pada pengembangan teknologi dan infrastruktur energi terbarukan, serta mempercepat implementasi proyek-proyek energi terbarukan yang selama ini berjalan lambat. Lembaga baru ini harus mampu mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-hambatan yang ada, serta mendorong inovasi dan investasi dalam sektor ini yang juga beragam.

Energi Terbarukan untuk Ekspor dan Penguatan Kerja sama Regional
Indonesia juga memiliki potensi besar untuk mengekspor listrik dari energi terbarukan, terutama dari proyek PLTS terapung di pesisir pantai atau laut di Kepulauan Batam ke Singapura. Kebutuhan energi bersih Singapura terus meningkat. Mereka berencana memasang 2 GW kapasitas energi surya pada tahun 2030, untuk memenuhi kebutuhan listrik sekitar 350.000 rumah tangga. Singapura pun mulai mengimpor energi terbarukan dari Laos, untuk alasan yang sama. Indonesia lebih potensial memenuhi target kebutuhan energi bersih dalam dan luar negeri sambil memperkuat kerjasama energi regional. 

Selain itu, pengembangan bioenergi dalam diversifikasi energi  di Indonesia dapat meningkatkan perekonomian lokal, namun belum berkembang maksimal di Indonesia. Negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand telah lebih maju dalam pengembangan bioenergi. Malaysia telah memanfaatkan residu kelapa sawit sebagai sumber bioenergi untuk meningkatkan produksi biofuel dan biogas agar dapat mendukung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang diekspor pada pasar potensial ke negara-negara tetangga, seperti bioavtur. Di Belgia dan Australia telah berdiri koperasi pembangkit listrik tenaga angin. Di Spanyol dan Yackandandah (Victoria, Australia) pun berdiri koperasi energi terbarukan untuk meringankan biaya energi anggotanya. Tersedianya energi terbarukan di mana-mana memungkinkan model bisnis yang lebih kreatif, adil dan populis.

Pentingnya Regulasi yang Terintegrasi
Berbagai hal di atas mendorong pentingnya segera mengesahkan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT) agar mengintegrasi berbagai regulasi yang tersebar seperti UU Energi, UU Panas Bumi, dan UU Ketenagalistrikan. RUU EBT akan memberikan landasan hukum yang kuat dan komprehensif, serta menjamin kepastian hukum bagi pengembangan energi terbarukan serta perlindungan data pribadi pelanggan di Indonesia. Ya, data penggunaan listrik pelanggan dapat digunakan untuk mengetahui waktunya pelanggan sedang tidak ada di rumah atau tidur.
Sepantasnya, lembaga baru yang akan menjalankan RUU EBT memiliki kewenangan setingkat kementerian  agar pelaksanaan regulasi yang ditetapkan dalam RUU EBT dapat dilakukan dengan lebih fokus, efektif dan terarah. Ini akan memastikan pengembangan energi terbarukan mendapatkan prioritas, mengingat dominasi energi akan beralih padanya.
India telah menunjukkan betapa efektifnya sebuah kementerian yang fokus pada energi terbarukan.

Kementerian Energi Baru dan Terbarukan (MNRE) India bertanggung jawab atas penelitian, pengembangan, dan promosi energi terbarukan seperti tenaga angin, hidro kecil, biogas, dan tenaga surya. MNRE memainkan peran kunci dalam meningkatkan penggunaan energi terbarukan di India, dengan memberikan fokus dan dorongan yang signifikan. Dengan mengikuti contoh India, Indonesia dengan konteks dan tantangan yang berbeda dapat sangat diuntungkan dengan adanya Kementerian Energi Terbarukan. Kementerian ini akan menjawab tantangan di atas dan mempercepat transisi energi terbarukan di Indonesia.

Komitmen Politik dan Ekonomi
Pembentukan kementerian energi terbarukan juga menunjukkan komitmen politik yang kuat dari pemerintah dalam membangun kepercayaan dari investor, masyarakat, dan komunitas internasional bahwa Indonesia serius dalam transisi energi menuju keberlanjutan. Komitmen politik ini dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut:
Pertama, meningkatkan Kepercayaan Investor karena investasi dalam sektor energi terbarukan membutuhkan kepastian dan stabilitas kebijakan. Investor domestik dan internasional akan lebih yakin untuk menanamkan modalnya bila ada komitmen yang jelas dari pemerintah untuk mendukung dan memfasilitasi pengembangan energi terbarukan.
Kedua, dunia sedang menuju tren sistem energi berbasis komunitas. Dukungan Masyarakat adalah salah satu tantangan utama dalam transisi energi agar manfaat dari proyek ini tidak mengganggu sektor lain. Jangan sampai tanah pertanian berubah menjadi solar farm karena lebih menguntungkan. Melahirkan model bisnis energi terbarukan yang kreatif, adil dan populis memerlukan peraturan yang terintegrasi dengan sektor keuangan. Kebijakan pemerintah harus partisipatif, inklusif dan berspektrum luas dengan memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat hingga pembiayaan. 
Berikutnya, posisi internasional Indonesia diperkuat dengan pengakuan dan dukungan dari komunitas internasional. Indonesia bisa mendapatkan bantuan teknis, akses ke dana iklim internasional, dan kerja sama bilateral atau multilateral. Dalam koordinasi kementerian baru ini, Indonesia dapat menggunakan hal tersebut untuk membangun teknologi yang kompetitif dan strategis untuk menjadi pemimpin dunia energi terbarukan.
Terakhir, integrasi ini akan mengubah konflik kepentingan dengan sektor energi fosil atau pertambangan menjadi bersinergi dalam transisi energi yang lebih bersih. Untuk itu, pejabat struktural di kementerian ini harus dipilih berdasarkan kompetensi dan integritas, serta memastikan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan dengan BUMN yang terkait dengan bisnis energi.

Oleh karena itu, pembentukan Kementerian Energi Terbarukan adalah langkah strategis yang sangat penting mencakup spektrum yang luas. Ini bukan sekedar transisi energi bersih, ini strategi lompatan kemajuan teknologi dan perekonomian Indonesia dalam percaturan kepemimpinan dunia.

Artikel Lainnya