Nasional

Defisit APBN Hampir Seribu Triliun, Marwan Cik Asan Nilai Program PEN Gagal Atasi Pandemi dan Ekonomi

Oleh : Mancik - Kamis, 28/01/2021 13:45 WIB

Anggota Komisi XI sekaligus Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Marwan Cik Asan.(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Anggota Komisi XI sekaligus Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Marwan Cik Asan mengatakan, Program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) 2020 telah gagal mengatasi pandemi Covid-19 yang makin parah.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu juga menegaskan, soal kegagalan PEN tersebut dalam memulihkan ekonomi bangsa. Hal ini tergambar dari defisit APBN yang hampir mencapai Rp.1.000 Triliun.

Marwan mengatakan, pada awal tahun 2021 pemerintah telah mengumumkan bahwa defisit APBN 2020 sebesar Rp.956 triliun atau setara 6,09 persen dari PDB. Angka defisit tersebut adalah yang terbesar dalam 20 tahun terakhir pelaksanaan APBN.

Melonjaknya defisit APBN 2020 merupakan respon pemerintah melalui kebijakan fiskalnya untuk mengatasi pandemi Covid 19 dan dampaknya terhadap perekonomian. Pemerintah melebarkan defisit APBN dari  1,76 persen atau Rp. 307,2 triliun menjadi 6,34 persen terhadap PDB atau sekitar Rp 1.039 triliun.
 
Marwan menambahkan, awalnya program PEN hanya dialokasikan sebesar Rp 405,1 triliun, namun dalam perkembangannya pemerintah memperluas  program hingga mencapai Rp 695,2 triliun. Akibatnya postur APBN harus dilakukan 2 kali perubahan melalui Peraturan Presiden.

Yang menjadi perhatian adalah sejauh mana efektivitas program PEN dalam memulihkan ekonomi ditengah pandemi Covid 19 yang tingkat penyabarannya semakin tinggi.

Menurut Marwan, semestinya program utama pemerintah adalah pada sektor kesehatan dengan fokus menurunkan tingkat penularan covid 19, baru selanjutnya secara bertahap melakukan pemulihan ekonomi.

Program PEN 2020 yang dilaksanakan dalam 6 klaster, realiasainya hanya mencapai Rp579,78 triliun atau 83,4% dari pagu. Dengan realisasi anggaran yang kurang maksimal dan beberapa program yang tidak tepat sasaran, maka program PEN 2020 tidak memiliki dampak yang besar terhadap penanganan covid 19 dan pemulihan ekonomi 2020.

Hal ini terlihat dari jumlah orang yang positif corona terus bertambah hingga mencapai satu juta orang, begitupula dari sisi pemulihan ekonomi tidak memberikan bantalan yang kuat untuk menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat.

Dari sisi supply, insentif dunia usaha dan pembiayaan korporasi belum mampu meredam gelombang PHK dan penutupan usaha. Akibatnya tingkat kemiskinan dan pengangguran melonjak.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah pengangguran periode Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang, menjadi sebesar 9,77 juta orang, atau mengalami kenaikan dari 5,23 persen menjadi 7,07 persen.
 
Marwan melanjutkan, mencermati tidak efektifnya program PEN tahun 2020 dalam mengatasi covid 19 dan pemulihan ekonomi, maka pemerintah perlu melakukan perbaikan dan penyempurnaan program PEN untuk mendukung pencapaian target APBN 2021.

Beberapa perbaikan yang dimaksud sebagai berikut:

1. Pemerintah harus lebih memprioritaskan  penanganan pandemi Covid 19 terlebih dahulu yang merupakan prasyarat untuk mengatasi resesi ekonomi.  Kita berharap dengan pelaksanaan vaksinasi diawal tahun 2021 menjadi titik awal pemerintah memutus rantai pandemi Covid 19 di Indonesia. Selanjutnya program bidang kesehatan lainnya tetap harus dijalankan dengan melakukan perbaikan dan penyederhanaan adminstrasi namun tetap mengedepankan akuntabilitas pengelolaan anggaran.

2. Realisasi program PEN untuk klaster perlindungan sosial memang telah mencapai 95 persen, bahkan untuk program PKH, sembako, dan BLT tunai mencapai 100%, namun penerima program banyak yang tidak tepat sasaran. Untuk itu diperlukan perbaikan dan penyempurnaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan mengupayakan integrasi bantuan sosial yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga (K/L). Dengan pemberian bantuan sosial yang tepat sasaran dengan sistem yang baik tentunya akan mendorong daya tahan dari masyarakat dan memulihkan ekonomi dari situasi krisis.

3. Membangun koordinasi dan harmonisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga tidak lagi ditemukan tumpang tindih program. Pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat penerima bantuan memperoleh nilai manfaat yang cukup pada waktu yang cepat pula. Upaya ini dibangun dengan memetakan sistem informasi perlindungan sosial di berbagai K/L, sekaligus memastikan integrasi basis datanya berjalan dengan baik

4. Pemerintah perlu melakukan sosialsasi informasi program PEN secara massif. Berdasarkan evaluasi program PEN tahun 2020, khususnya untuk program insentif dunia usaha realsasinya hanya mencapai 46,5 %, salah satu penyebabnya adalah kurangnya informasi dan sosialisasi kepada dunia usaha tentang adanya insentif pajak.

5. Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan anggaran Program PEN, maka peran BPK sangat diperlukan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin sebagai langkah pengawalan baik kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam penyelenggaraan program penanganan dampak
kesehatan, program-program bantuan sosial, maupun program pemulihan ekonomi. Semoga skadal korupsi dana bansos tidak terulang lagi ditahun 2021.
 
"Dengan serangkaian perbaikan dan penyempurnaan Program PEN tahun 2021, kita berharap permasalahan utama Pandemi Covid 19 dapat segera berangsur menurun dan diikuti dengan pemulihan ekonomi nasional, sehingga target APBN 2021 dapat tercapai,” pungkas Marwan.*

Artikel Terkait