Opini

Di Bawah Bayang-bayang Big Brother

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 16/02/2021 07:45 WIB

Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. (Foto: Ist)

Ole: Gerard N Bibang*)

INDONEWS.ID - Selamat memimpin Manggarai dan Manggarai Barat bagi teman-temanku: Hery-Hery dan Edi-Weng.

Ucapan ini sekaligus sembahyangku untuk kamu di era penuh tantangan di luar imajinasi ini, di era bayang-bayang big brother alias Mr Google, di era disrupsi lantaran hiruk pikuk informasi yang menyerbu bertubi-tubi tanpa diundang.

Mengapa saya katakan di luar imajinasi? Yah, justru karena kompleksnya era ini mengguncang-guncang pemikiran, emosi dan sendi-sendi kehidupan. Menjadi kian rumit karena dua sebab akhbar yang tak terduga: peradaban informasi dan pandemi.

Maka engkau tidak punya pilihan lain selain harus jujur dalam kepemimpinanmu. Kejujuran bukan lagi imbauan moral.Tapi wajib hukumnya. Karena begitu engkau tidak jujur, menit itu juga, rakyatmu akan bertanya kepada big brother dan langsung ia menyajikan hal sebaliknya yang benar.

Selain jujur, yah, transparan. Ini wajib juga hukumnya. Sikap ini mensyaratkan keterbukaan dan kerendahan hati dalam pola-pola komunikasi politikmu.

Hanya dengan pola ini, engkau betul-betul bertindak komunikatif, kata filsuf sosial Jerman, Juergen Habermas. Tindakan ini pada gilirnya menjadikan rakyatmu sebuah masyarakat komunikatif, sebuah conditio sine qua non (= syarat mutlak) untuk sebuah perubahan.

Apa itu tindakan komunikatif? Ialah dialog dan interaksi yang berisikan tiga muatan: jujur, benar dan makna. Bahwa setiap omonganmu itu, jujur. Artinya tidak ada niatan untuk berbohong atau putar balek.

Kedua, benar. Artinya, omonganmu itu haruslah sebuah insight, yaitu mengatakan sesuatu itu as it is (sebagaimana adanya), bukan sebagai it should be (= seperti yang engkau maui).

Dan ketiga, omonganmu itu harus bermakna, manga ici`n tombo, bukan berhalu-halu dan kosong, bukan tombo ganda berkualitas rendah yang ujung-ujungnya memaksa orang untuk tertawa.

Hanya dari tindakan komunikatif lahir humor dan lucu-lucu yang segar dan sehat. Respek dan cinta terhadap dirimu tercipta tanpa perlu engkau sengaja merekayasa.

Redefinisi

Itu terkait big brother, Mr Google. Yang terkait pandemi, ini yang ingin saya katakan. Engkau perlu me-redefinisi segala sesuatu, apakah itu jabatan, kepemimpinan, perilaku, dan sebagainya. Bongkarlah ulang definisi-definisi lama.

Misalnya, menjadi bupati mungkin tidak lagi selalu berbicara panjang lebar menjadikan dirimu sumber informasi dan para audiens engkau anggap tidak tahu apa-apa.

Tentang korupsi, apalagi. Modus-modus korupsi di daerah sudah bukan rahasia lagi. Rakyatmu bisa bertanya kepada big brother dan ia akan mengulas semuanya. Bahkan bisa menyajikan dan memutar ulang rekam jejakmu. Sangat bisa, sangat bisa!

Celakanya jikalau engkau mempersamakan jabatanmu dengan kecerdasan dan kebaikan moral. Mati sudah. Jangan-jangan!

Nanti engkau rugi sendiri. Kasihan orang-orang cerdas di luar sana yang berkehendak baik ingin membantu daerahmu. Mereka tidak bisa apa-apa karena engkau sudah menganggap dirimu lebih tahu dari yang lain-lain.

Saya melihatnya begini. Dalam dua keutamaan (virtue) tadi, satu saja master key-nya yang engkau pegang. Yaitu kejujuran. Dalam kejujuran terkandung: keterbukaan, dialogal, kerendahan hati.

Maka lantangkanlah gaya kepemimpinanmu mengikuti keutamaan-keutamaan itu. Karena dua hal berikut ini tetap ada. Engkau tidak bakal memperhatikan kepentingan rakyatmu setiap saat. Engkau juga tidak selalu dapat membebaskan dirimu dari penyelewengan.

Dua Kenyataan

Dua kenyataan inilah yang membuat pemilih-pemilihmu kemarin waktu Pilkada merasa betapa sulitnya menemukan seorang pemimpin politik yang dengan sendirinya bersih dan baik.

Tapi bukan berarti rakyatmu tidak memiliki solusi. Mereka punya. Yaitu senantiasa melihatmu (omongan, perilaku dan sikap-sikapmu) dengan mata awas.

Alasan mereka, jelas. Bupati yang terawasi dalam sistem pengawasan politik akan membuat dia terhindar dari godaan penyelewengan. Sebab, godaan menyeleweng selalu terlekat dalam kekuasaan yang dipunyai.

Maka adalah hak dan kewajiban mereka untuk mengawasi bupati mereka, dan lalu membuat penilaian, engkau suka atau tidak suka. Mereka jalan terus dengan penilaian-penilaian dan menyebarluaskannya ke seantero jagat. Jadi, tidak main-main.

Als Ob = Seolah-Olah

Ini satu hal yang mencolok di era disrupsi ini ialah seolah-olah. Peradaban informasi ini telah menggiring kita ke dunia ‘’seolah-olah.’’

Seolah-olah demokratis dan bebas berekspresi, wacana demi wacana dilakukan. Seolah-olah ingin berperan-serta dalam berpolitik, demonstrasi dan aksi protes berseliweran serta nyinyir dilambungkan tapi yang dimaksudkan ialah kritik, atau mempersamakan kritik dan nyinyir, serta menyebarkan kebohongn terus menerus sehingga diterima seolah-olah kebenaran.

Semua itu ‘’seolah-olah.’’ Padahal, sejatinya, semua itu adalah ekspresi keputusasaan, disorientasi dan disrupsi.

Nah, di sini, komunikasi politikmu sangat menentukan. Ia bagaikan tonggak sejarah pedoman arah.

Salah-salah, bisa saja kebijakan, keinginan, dan pesan-pesanmu tidak akan sampai ke rakyatmu. Ada pesan, ada keinginan, ada policy. Tetapi, selalu tenggelam dalam hiruk pikuk wacana kebebasan berpendapat, demokrasi dan perilaku seolah-olah. Bisa saja menyebabkan pemerintahanmu yang legitimate kehilangan kewibawaan.

Sementara itu, di kalangan rakyatmu terjadi hal yang sama. Ada keinginan, ada harapan, ada aspirasi, tapi semuanya berkeliaran tanpa arah. Karena tidak mampu mempengaruhi kebijakanmu dan karena tidak mampu juga meyakinkan sesamanya secara horizontal, maka terjadilah radikalisasi kehendak.

Terjadilah ngotot-ngototan sembari tuding-tudingan. Engkau ngotot dengan keinginanmu. Rakyat ngotot pula dengan kehendak mereka.

Miskinnya komunikasi politikmu akan menyebabkan hampir seluruh kehendak baik dan kemauan-kemauan besarmu mengalami distorsi.

Engkau kehilangan akal dan daya untuk menjual gagasan besar dan strategismu untuk dijadikan spirit of the Manggarai. Yah, anggom agu rangko itu. Ialah intensif sekaligus ekstensif sembari meningkatkan diri menjadi man of giving serentak man of solution dalam semangat persaudaraan ase ka`e wan koe eta`n tu`a.

Interaktif

Saya sangat yakin engkau paham betul dengan situasi baru ini. Saya hanya ingin menyebut satu untuk menggaulinya. Yaitu gelorakanlah komunikasi politik interaktifmu. Menurut saya, hal inilah yang paling realistis dilakukan.

Alasannya, sebuah komunikasi baik, meminjam istilah profesor ilmu komunikasi politik Kees Brants dari Universiteit van Amsterdam (UvA), identik dengan membidani suatu sense of involvement suatu masyarakat. Ialah sebuah rasa keterlibatan kolektif. Keterlibatan kolektif, katanya lagi, akan melahirkan team geest (= spirit bersama). Spirit bersama, pada gilirnya membangkitkan komitmen bersama. Wujudnya berupa partisipasi aktif publik dalam segala hal (K. Brants, ‘’Communicatie en politiek,’’ Amsterdam, 1987, hlm 234).

Maka, hanya dengan pola komunikasi demikian, engkau dan rakyatmu akan satu dalam semangat dan visi. Engkau tidak bakal miskin menjual gagasan-gagasan besarmu untuk dijelmakan the spirit of the Manggarai tadi itu.

Spirit demikian dicapai melalui suatu tradisi baru politik yang engkau lakukan. Tradisi itu sebagiannya berdiri di atas keyakinan umum yang kuat bahwa penguasa dengan kekuasaan demikian besar selalu berada dalam godaan besar untuk melakukan penyelewengan besar.

Sebagiannya lagi, tradisi ini berdiri di atas redefinisi jabatanmu. Bahwa seorang pemimpin bukanlah orang yang harus memiliki kelebihan intelektual dan supremasi moral. Melainkan seorang yang mau membangun dan memperkuat tradisi kontrol sosial yang luas, efektif dan kontinyu. Jalan ke sana ialah komunikasi politik yang interaktif.

Kontrol sosial memang dibutuhkan karena pada kenyataannya tidak ada pemimpin politik yang (dengan sendirinya) bersih dan baik. Seorang pemimpin politik, dengan kekuasaan yang dimilikinya, tidak selalu bisa membebaskan dirinya dari godaan penyelewengan.

Kontrol Sosial

Jelaslah di sini, kontrol sosial bukanlah semata-mata kebaikan rakyat kepada dirimu. Melainkan hak rakyatmu untuk menjamin keselamatan diri mereka sendiri. Mengontrol dan mengkritikmu adalah bagian dari tuntutan kepentingan mereka.

Untuk hal ini, saya teringat Ignas Kleden, filsuf sosial kita, yang mengumpamakan kontrol sosial seperti penumpang yang meneriaki sopir bus yang kebut-kebutan di jalan bertikung di pinggir jurang (Ignas Kleden, ‘’Menulis Politik: Indonesia Sebagai Utopia,’’ Jakarta, 2001, hlm 206).

Penumpang harus meneriaki sopir agar bus yang sudah mulai ke luar badan jalan segera kembali ke badan jalan. Teriakan itu amat perlu demi keselamatan sopir, bus dan penumpang. Bus yang terjun bebas ke mulut jurang akan mengakhiri riwayat hidup semua yang ada.

Nah, dalam terang pemahaman ini, kontrol sosial rakyatmu memang lebih dari hanya memberikan protes keras terhadap penyelewenganmu. Tapi pertama-tama berarti mengikuti secara aktif dan kritis semua proses pengambilan keputusan politikmu dan penerapannya sejak awal agar kebijakanmu yang diragukan ketepatannya, dapat diperdebatkan dan dinegosiasikan sejak awal, sebelum penyelewengan terjadi.

Konsekwensinya jelas. Engkau mau tak mau harus redefinisi jabatanmu. Bahwa engkau bukan hanya membimbing rakyatmu tetapi juga dibimbing dan dipimpin oleh rakyatmu. Semakin cerdas dan partisipatif rakyatmu, semakin bersih-lah engkau. Sebaliknya, semakin malas dan pasif rakyatmu, semakin korup dan sewenang-wenang-lah engkau.

Untuk itu, buatlah tradisi baru komunikasi politikmu, yaitu komuniksi interaktif. Komunikasi jenis ini mengandaikan hubungan kesalingan antara engkau dan rakyatmu.

Engkau dan rakyatmu, sejajar. Sama-sama mitra. Meskipun hubungannya kekuasaan, tapi komunikasimu dengan rakyatmu tidak didasarkan oleh siapa yang lebih berkuasa.

Maka itu, nasihat Kees Brants ini, perlu diingat. Bahwa dalam pola komunikasi politik interaktif, tidak ada pilihan lain bagi seorang pemimpin selain harus jujur, transparan dan akuntabel (Kees Brants, Idem, hlm 227). Artinya, engkau dan rakyatmu harus saling jujur. Tidak tersedia ruang saling memperdayai.

Demokratis

Caranya bervariasi, antara lain: e-government, tatap muka rutin periodikal dan teknologi komunikasi canggih. Manajemenmu jadi terang benderang. Aturan-aturannya jelas. Syarat-syarat tender proyek tidak sembunyi –sembunyi. Sungguh suatu manajemen yang tidak melelahkan. Sebaliknya, sangat mencerahkan.

Oleh e-government, terlahirlah partisipasi rakyatmu dengan sendirinya. Mereka dapat mengikuti secara aktif apa-apa saja yang engkau lakukan. Interaksi dialogal tercipta secara terus menerus tanpa distorsi.

Inilah benih-benih perubahan. Karena komunikasi politik berkata hanya dengan informasi, suatu perubahan sosial dapat dipicu lebih cepat. Sehingga tak mengherankan jika akses informasi, dalam literatur perubahan sosial diyakini ibarat satu kunci master untuk membuka pintu-pintu perubahan sosial (Kees Brants, Idem, 234).

Begitulah buah kontrol sosial yang diramu dengan jalan komunikasi politik interaktif. Dengan kontrol sosial seperti ini, segala upaya korupsi, kebohongan dan ketidakjujuran hanya akan menjadi suatu ketololan luar biasa yang sangat memalukan.

Dengan demikian, engkau adalah bupati yang demokratis lebih dari sekedar karena engkau hasil pemilihan langsung. Kepemimpinanmu benar-benar demokratis karena menciptakan suasana dan tradisi politik di mana kepemimpinan timbal balik terlaksana secara interaktif.

Engkau dan rakyatmu saling memimpin. Saling membimbing. Hanya atas dasar ini, dengan optimisme yang realistis dan dengan tanpa ragu-ragu, saya, temanmu, sekali lagi mengucapkan: selamat datang bupati baru. Selamat datang perubahan.

Ingat, engkau sedang berada di bawah bayang-bayang big brother-mu yang tak pernah tidur.

Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan dari paket pasangan Maria Geong – Silverius Sukur (Misi), terkait gugatan Pilkada di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).

Dengan demikian paket pasangan Edistasius Endi – Yulianus Weng (Edi Weng) akan ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang Pilkada di daerah itu yang sudah berlangsung 9 Desember 2020 lalu.

Selanjutnya Edi – Weng segera dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Mabar.

*) Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT.

 

 

 

Artikel Terkait