Opini

Memahami Manusia Dalam Puisi "Debu Beterbangan" Karya Gerard N. Bibang

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 21/03/2021 11:59 WIB

Ilustrasi Debu Beterbangan

Oleh: Rikard Djegadut, Alumnus Rogationist Seminary College Cebu- Philippines

Opini, INDONEWS.ID - Pertanyaan siapakah manusia, setidaknya membawa kita menyelami tiga (3) jenis sudut pandang tentang manusia.

Namun pertanyaan lanjutan yang sangat esensial dan subtantif adalah mengapa pertanyaan tentang "siapakah manusia itu begitu penting diajukan?"

Berkunjung sebentar ke pemikiran filsuf besar abad Sebelum Masehi (SM), Heraclitus, ia mengatakan bahwa matahari hanyalah selebar kaki manusia. "The sun is the width of a human foot".

Dalam konteks ini, Heraclitus menegaskan tentang posisi vital dan superioritas manusia dalam perputaran kehidupan di dunia ini. Heraclitus mengagungkan superioritas manusia sebagai subjek atas segala yang ada.

Konsep ini kemudian diadopsi filsuf besar era berikutnya yakni Protagoras, seorang pemikir ulung yang telah mempengaruhi pemikiran Plato dan Aristoteles.

Filsuf yang terkenal dengan ajaran metempsikosis, sebuah keyakinan bahwa setiap jiwa itu abadi dan setelah kematian jiwa tersebut akan masuk ke tubuh yang baru ini mengatakan bahwa "manusia adalah ukuran dari segala sesuatu".

Kedua pandangan filsuf di atas menegaskan betapa manusia itu penting, sehingga segala pemahaman tentangnya perlu dimengerti secara holistik dan komprehensif.

Nah, kembali ke pertanyaan siapakah manusia itu, harus dibedah dari tiga sudut pandang atau point of view atau juga disebut perspektif.

Jika kita bisa mendapatkan tiga pandangan manusia dalam urutan yang tepat dan memberi mereka bobot yang tepat, alhasil kita dapat melihat bahwa ketiga pandangan itu dimaksudkan untuk saling melengkapi dan melayani satu sama lain.

Pemulihan pemahaman otentik tentang sifat sejati pribadi manusia sangat penting. Nyatanya, kelangsungan hidup Peradaban Barat bergantung padanya.

Pandangan Ilmiah Manusia

Dalam Pandangan Ilmiah Manusia atau the Scientific View of Man, fakta yang paling nyata menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk fisik / material.

Setiap detik manusia memastikan keberadaannya bahwa ia beroperasi secara material di dunia ini dengan panca inderanya yang dibatasi oleh batasan ruang dan waktu.

Pandangan ilmiah tentang manusia memandang kondisi manusia dalam segala fenomena materialnya semata. Pandangan ini secara reduktif mengasumsikan bahwa metode penalaran induktif, dibantu oleh metode ilmiah dan ditafsirkan oleh panca indera, merupakan cara "terbaik" untuk mengetahui hal-hal yang "nyata".

Aristoteles pernah secara tegas mengatakan bahwa semua bentuk pembelajaran dimulai dalam panca indera. Tidak ada yang salah dengan memulai perspektif ilmiah untuk memahami manusia. Namun, yang salah dan bermasalah adalah ketika kita berhenti pada pandangan ini dan tidak mengakomodir pandangan lainnya.

Pandangan Filsafat Manusia

Untuk memahami manusia secara filosofis diperlukan diskusi tentang makna yang tepat dari kata "person" atau "pribadi" dan"nature" atau "kodrat."

Ketika kita berbicara tentang manusia, kita tidak dapat menyebut "kodrat" tanpa menyebut "pribadi" dan segala yang terkait dengannya.

Hal penting pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa pribadilah yang memiliki kodrat dan bukan sebaliknya. Meskipun para psikolog berbeda pendapat bahwa sifat tidak merasuki seseorang.

Kodrat menjawab pertanyaan tentang "apa-kah manusia itu", sementara individu lebih menjawab pertanyaan "siapa-kah` manusia. Pertanyaan yang tidak bisa dijawab dalam satu kali selam.

Semua makhluk memiliki kodrat. Ketika kita bertanya `apakah` makhluk itu, kita bertanya tentang kodratnya. Namun, tidak setiap makhluk adalah pribadi, tetapi hanya makhluk rasional yang merupakan pribadi.

Dalam keseharian, kita menafsirkan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesadaran yakni kesadaran diri, kecerdasan, dan kemauan, mimpi, kemarahan dan lain sebagainya. Fakta-fakta ini menyinggung berbagai implikasi intelektual dan moral yang tidak ada pada makhluk lain selain manusia.

Pandangan Teologi Manusia

Pandangan Teologi Manusia atau the Theological View of Man adalah pandangan paling lengkap dan komprehensif. Pandangan teologis mempertimbangkan substansi, asal, dan akhir pribadi manusia.

Ini adalah kebenaran yang diungkapkan bahwa manusia dibuat menurut gambar dan rupa Allah dan pada saat yang sama menjadi materi.

Dalam Kejadian 2: 7 kita belajar bahwa “Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah, dan menghembuskan nafas kehidupan ke dalam lubang hidungnya; dan manusia menjadi makhluk hidup".

Jadi, manusia terbuat dari materi tetapi diresapi dengan kehidupan non-materi dan gambar yang diberkahi dari Tuhan itu sendiri melalui kecerdasan dan kehendak.

Pandangan teologis tentang manusia menjelaskan asal usulnya dengan cara yang berlawanan dengan pandangan ilmiah tentang manusia - yang menganggap bahwa manusia berevolusi secara kebetulan, sebagai sejenis kera yang canggih.

Pandangan teologis menegaskan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan sengaja dengan niat ilahi sebagai tindakan cinta yang tak terlukiskan.

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan di alam semesta ciptaan-Nya. Setiap hal yang ada diciptakan oleh Tuhan kecuali Tuhan sendiri; Dia adalah Pencipta yang tidak diciptakan.

Puisi "Debu Beterbangan"

Sebagai manusia, kita dituntut untuk memulihkan pemahaman yang tepat tentang pribadi manusia. Seperti yang direkomendasikan oleh John Henry Cardinal Newman bahwa kita harus "membangun kembali Kuil Yahudi dan menanam kembali kebun Academus."

Maksudnya adalah bawah kita harus melihat manusia dalam kemuliaannya sebagai mahkluk supernatural melalui sumber kebenaran teologis di Yerusalem dan untuk merangkul puncak keagungan manusia alami yang berasal dari sumber kebenaran filosofis di Athena.

Newman selanjutnya menjelaskan bahwa pembelajaran sakral dan profan "bergantung satu sama lain, korelatif dan saling melengkapi, bagaimana iman bekerja melalui akal, dan akal diarahkan dan dikoreksi oleh iman."

Hanya dalam pemahaman komprehensif dan holistik inilah, penikmat sastra mampu memamhi dan secara pribadi menyatukan dirinya dengan puisi yang ditulis penyair yang menabiskan dirinya sebagai petani humaniora Gerard N Bibang berjudul "Debu Beterbangan".

Puisi ini merupakan buah refleksi panjang sang penyair yang kemudia dapat diasosiakan dengan pribadi masing-masing pembaca bahwasannya manusia adalah homo corporis yang sungguh tak berdaya untuk memahami dirinya, sehingga harus bergantung sepenuhnya pada Misteri Ilahi mengungkap tabir tentang dirinya.

Dalam larik-larik "homo corporis itu
makhluk bertubuh
di dalam pekan-pekan sunyi
ia duduk tepekur bertanya kepada dirinya sendiri:
apa arti sebuah tubuh jika pada akhirnya harus mati
berkubur sunyi, tangis?", pembaca dapat memahami sebuah kegaluan akut manusia yang bertanya ihwal keterbatasan raga (tubuh-materi) yang toh pada akhirnya menyerah pada takdir, kematian.

Dalam tanyanya, manusia sebagai makluk berperasa dan berintelektual, ia lalu menerima jawab bahwa tubuh hanyalah sarana menuju keabadian. Bahwa raga akan rapuh pada waktunya.

Lebih jauh, sebagai makluk yang diberi fakultas intelektual untuk merenung dan berpikir, manusia mampu menilai moralitas sebuah tindakan dan niat hatinya, juga alam pikirannya.

Dalam puisi karya petani humaniora Gerard N Bibang, penyair membawa manusia pada titik untuk menyimpulkan bahwa tubuhnya harus dipakai sebaik-baiknya untuk membawanya ke alam keabadian, bukan pada kenikmatan yang fana semata.

Selamat menikmati puisi karya Gerard N Bibang berikut ini. Selamat menjalani masa-masa hening menyonsong pekan suci.

Debu Beterbangan

Oleh: Gerard N Bibang*)

dilihatnya debu berterbangan
ke mana tak seorang pun paham
pada sehelai daun kering
homo corporis*) itu menulis sebait puisi:

"debu pasir-lah aku
akan berkubur sunyi, sendu
sejauh-jauh beterbangan
entah sampai kapan
aku tidak mengerti
misteri Sang Ilahi``

homo corporis itu
makhluk bertubuh
di dalam pekan-pekan sunyi
ia duduk tepekur bertanya kepada dirinya sendiri:
apa arti sebuah tubuh jika pada akhirnya harus mati
berkubur sunyi, tangis?

di balik berisik debu beterbangan
tiba-tiba sayup-sayup sebuah suara terdengar:
" wahai homo corporis
utk apa engkau mengelus-elus penis demi kenikmatan raga jika kenikmatan itu bukan segala-galanya
tubuhmu bukan tujuan kepadanya ia diciptakan
hanyalah sarana ia menuju keabadian"

kepada debu-debu beterbangan di sehelai daun kering
homo corporis memejamkan matanya lalu melihat dalam bening
terbayang-bayang sesosok tubuh mengerang perih pada kayu salib

yah! tubuh ini benar-benar rapuh
hakekat terberi setiap makhluk bertubuh
***
* homo corporis = manusia bertubuh
***
(gnb:tmn aries:jkt:minggu prapaskah 21.3.21)

*) Gerard N Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menahbiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta.

 

Artikel Terkait