Nasional

Keterlibatan Komponen Cadangan Militer dalam Proyek Food Estate Berpotensi Melanggar HAM

Oleh : Mancik - Rabu, 17/02/2021 13:08 WIB

Masyarakat tengah mempersiapkan batang ubi yang akan ditanam di lokasi Food Estate Kabupaten Gunung Mas, Kalteng. (Foto:Tangkapan layar Video Antara)

Jakarta, INDONEWS.ID - Koordinator Peneliti Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, keterlibatan komponen cadangan militer dalam pengembangan food estate di Kalimantan Tengah berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia.(HAM). Penilaian ini disampaikan Ardi karena proyek food estate bukan merupakan bidang dikerjakan oleh komponen cadangan yang cenderung berbauh militer.

Menurutnya, pengerjaan proyek strategis nasional ini lebih tepat digarapkan oleh Kementerian Pertanian yang sangat relevan denga pengembangan pangan dan pertanian di Indonesia. Bukan dikerjakan oleh komponen cadangan militer yang menjadi bagian dari Kementerian Pertahanan.

"Keterlibatan komponen cadangan dalam upaya pengembangan food estate sangat mungkin menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia.(HAM)," kata Ardi Manto dalam konferensi pers `Mempertanyakan Food Estate: Karpet Merah Omnibus Law & Keterlibatan Militer`, Jakarta, Rabu,(17/02/2021)

Dalam rangka mencegah terjadinya kemungkinan pelanggaran HAM tersebut di atas, kata Ardi, pemerintah perlu melakukan evaluasi. Proses evaluasi tersebut berkaitan dengan ketertibatan Kementerian Pertahanan dalam urusan food estate.

Karena menurutnya, sangat tidak tepat proyek kebutuhan dikerjakan oleh Kementerian Pertahanan dengan melibatakan komponen cadangan militer yang ada. Proyek ini lebih tepat dikerjakan oleh Kementerian Pertanian yang sangat mengusai segala macam bentui masalah pertanian di Indonesia.

"Saya kira pemerintah perlu mengkaji ulang food estate yang digawangi oleh Kementerian Pertahanan," ungkapnya Ardi.

Pada kesempatan yang sama, Dimas Hartono dari Walhi Kalteng mengatakan, proyek food estate khusus untuk sinkong di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, cenderung dipaksakan oleh pemerintah pusat. Hal ini terbukti kondisi di lapangan dimana sebagian wilayah masih merupakan kawasan hutan.

Pada saat yang sama, pemerintah mendorong proses penamanan segera dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Masalahnya, masyarakat yang di lokasi proyek strategis nasional tersebut, tidak dilibatkan secara maksimal dalam merencakan proyek yang ada.

"Kami melihat proyek ini dipaksakan, karena lokasi yang dibuka kebanyakan merupakan kawasan hutan," jelas Dimas.

Selain itu, ia menjelaskan, rencana penanaman tanaman pangan yang dilakukan oleh pemerintah di lokasi food estate tersebut dipastikan gagal. Penyebabnya karena waktu tanam tidak lagi sesuai dengan kebiasaan petani setempat, melainkan mengikuti arahan pemerintah pusat.

"Kegagalan panen memang terjadi kegagalan di lapangan. alasan karena waktu tanam yang tidak sesuai dengan waktunya, masyarakat yang mengerti kondisi di lapangan tidak dilibatkan," tutupnya.*

 

 

Artikel Terkait