Daerah

PMKRI Toraja Dalami Rencana Proyek Panas Bumi di Kecamatan Bittuang

Oleh : Mancik - Selasa, 23/02/2021 13:15 WIB

Diskusi Dewan Pimpinan Cabang PMKRI Cabang Toraja Sanctus Paulus, menanggapi rencana proyek panas bumi di Desa Balla, Kecamatan Bittuang kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.(Foto:Dok. PMKRI Toraja)

Tanah Toraja, INDONEWS.ID - PMKRI Toraja mendalami dan mempelajari lebih lanjut terhadap rencana proyek panas bumi di Desa Balla, Kecamatan Bittuang kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

PMKRI Toraja melakukan kajian mendalam terhadap rencana proyek panas bumi ini bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Presidium Gerak Kemasyarakatan Dewan Pimpinan Cabang PMKRI Cabang Toraja Sanctus Paulus, Demianus Tonglo Arruan, melalui keterangan tertulis kepada media ini menerangkan, DPC PMKRI Toraja bersama melakukan kajian terhadap proyek ini untuk melihat sisi positif dan dampak negatif dari proyek yang ada.

"Perlu dialog lebih lanjut antara semua stakeholder tentang keberlanjutan pengembangan panas bumi Bittuang ini, termasuk juga soal manfaatnya secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat sekitar, sebelum pengembangan Panas Bumi Bittuang dilanjutkan atau malah dihentikan secara permanen," kata Demianus kepada media ini, Selasa,(23.02/2021)

Hingga saat ini, rencana proyek panas bumi ini, kata Demianus, belum dipahami secara benar dan menyeluruh oleh masyarakat setempat. Hal ini karena Kementeria ESDM belum melakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat setempat.

Tidak heran apabila masih ada pro dan kontra di masyarakat terhadap proyek panas bumi tersebut. Karenanya, perlu ada sosialisasi lebih intens sehingga masyarakat paham mengenai manfaat positif maupun negatif dari proyek panas bumi.

16 Point Penting Kajian PMKRI Toraja Soal Proyek Panas Bumi Bittuang

1.Penandatanganan Paris Agreement (2015): Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC ), mewajibkan Indonesia untuk berkomitmen untuk turut serta dalam upaya global mengurangi kenaikan suhu bumi, dengan cara ikut berperan mengurangi emisi gas rumah kaca, yang efektif berlaku sejak tahun 2020.

2.Termasuk dalam upaya tersebut adalah mencari sumber energi baru dan terbarukan, yang diiringi dengan skema perdagangan karbon yang menguntungkan Indonesia, sesuai Protokol Kyoto (1997).

3.Sumber energi baru dan terbarukan yang tersedia berlimpah di Indonesia adalah panas bumi, angin, sinar matahari, bioenergi hingga arus laut.

4.Khusus panas bumi, di Indonesia tersedia potensi sekitar 23,9 GW, sementara realisasinya dalam bentuk PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) baru sekitar 0,44%. Diketahui PLTP menghasilkan emisi CO2 sebesar 0,09 kg/KWh, jauh lebih kecil dari PLTU Batubara yang menghasilkan emisi CO2 sebesar 1.140 kg/KWh. Diharapkan PLTP akan menggantikan PLTU Batubara di masa depan.

5.Untuk periode tahun 2020-2024, Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang menjadi prioritas adalah WKP Cisolok Cisukarame,WKP Nage dan WKP Bittuang.

6.Untuk Bittuang, yang tengah berlangsung (dan kini dihentikan akibat pro-kontra) adalah proses eksplorasi secara geologi, geofisika dan geokimia. Masih di tahap awal, belum sampai pada eksploitasi maupun produksi komersial, bahkan masih bisa dihentikan seluruh perencanaannya jika ternyata dinilai tidak efisien.

7.Tahap eksporasi di Bittuang ditangani langsung oleh Kementrian ESDM, tidak ada pihak ketiga. Untuk tahun 2020, fokus kegiatannya adalah pada sosialisasi dan koordinasi serta pengurusan perizinan meliputi izin lingkungan, UKL-UPL, SIPA, dan izin lokasi. Di tahun 2021, direncanakan akan dilakukan pengeboran eksplorasi dengan metode slim hole di dua sumur.

8.Berdasarkan UU no.21 thn 2014 tentang Panas Bumi, kegiatan Pengembangan Panas Bumi tidak termasuk dalam kegiatan pertambangan, sehingga bisa dilakukan di area Hutan Konservasi sebagaimana di Bittuang. Pada dasarnya, pengembangan panas bumi mensyaratkan pemeliharaan hutan di area tangkapan air demi menjaga keberlangsungan ketersediaan sumber energi.

9.Untuk Bittuang, area WKP diperkirakan 0,8-8 Ha; relatif kecil bila dibandingkan dengan usaha pertambangan.

10.Sesuai UU no.21 thn 2014 yang direvisi oleh UU no.11 thn 2020 tentang Cipta Kerja, PLTP termasuk pemanfaatan Panas Bumi Untuk Kegiatan Tidak Langsung, yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, bukan Pemerintah Daerah. Kewenangan untuk melanjutkan atau membatalkan ada pada Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah sendiri akan diuntungkan dengan adanya pemberian bonus produksi yang dihitung dari persentasi produksi bruto. Teknisnya diatur dalam PP no.28 tahun 2016 dan Permen ESDM no.23 tahun 2017.

11.Kegiatan pengembangan panas bumi juga memiliki resiko.LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dalam buku ‘Pengembangan Industri Energi Alternatif: Studi Kasus Energi Panas Bumi Indonesia’ merumuskan faktor-faktor resiko tersebut, dalam 8 faktor resiko (resiko sumber daya, resources degradation, resiko perubahan pasar dan harga, resiko konstruksi, resiko manajemen, resiko legal dan regulasi, resiko bunga bank dan tingkat inflasi,serta force majeure).
12.Resiko lingkungan yang menjadi sorotan publik termasuk dalam faktor resiko sumber daya.

13.Ilmu dan teknologi panas bumi mampu memprediksi, mencegah dan mengelola resiko lingkungan ini. Namun demikian, selalu ada kemungkinan terjadinya hal-hal di luar perhitungan.

14.Sosialisasi seharusnya juga mencakup sosialisasi resiko yang mungkin timbul, serta cara mencegah dan mengatasi dampaknya. Dengan demikian,masyarakat memiliki rujukan yang benar untuk menerima ataupun menolak pengembangan panas bumi di daerahnya.

15.Masyarakat juga harus mengetahui peran serta berikut hak dan kewajibannya secara hukum dalam menyikapi pengelolaan panas bumi. Secara khusus, perlu diperhatikan bahwa pasal 41 UU no.11 thn 2020 tentang Cipta Kerja merevisi banyak pasal dalam UU no.21 thn 2014 tentang Panas Bumi. Revisi atas aspek-aspek kewenangan, pelanggaran maupun sanksi berpotensi menimbulkan masalah baru.


16.Perlu dialog lebih lanjut antara semua stakeholder tentang keberlanjutan pengembangan panas bumi Bittuang ini, termasuk juga soal manfaatnya secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat sekitar, sebelum pengembangan Panas Bumi Bittuang dilanjutkan atau malah dihentikan secara permanen.*

Artikel Terkait