Bisnis

Hadapi Pandemi, UKM Dituntut Percepat Digitalisasi dan Inovasi

Oleh : very - Sabtu, 20/03/2021 17:44 WIB

FoKus --Forum Diskusi-- ISKA Channel, Jumat (19/3). (Foto; Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Ketika pandemi Covid-19 menghantam Indonesia, hampir seluruh sektor terimbas dampaknya. Namun ada beberapa sektor saja yang tidak tersapu pandemi antara lain sektor kesehatan dan pertanian.

Ketua Bidang UKM dan Industri Kecil Menengah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ronald Walla mengatakan, ada sejumlah masalah yang dihadapi oleh sejumlah sektor UMK seperti perizinan, pemasaran, dan pendanaan.  

Selama ini, katanya, pengembangan UMKM hanya bertumpu pada funding dan arus modal, padahal ini pendekatan yang sudah kuno. “Sekarang yang lebih penting adalah business knowledge, bagaimana mengembangkan bisnis dengan pengetahuan marketing, transformasi digital, dan manajemen bisnis,” ujarnya dalam FoKus  --Forum Diskusi-- ISKA Channel, Jumat (19/3).

Selain Ronald, hadir juga sebagai narasumber yakni Direktur APINDO Research Institute Paulus Agung Pambudhi. Diskusi yang dipandu oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Dr. Luky Yusgiantoro ini digelar secara daring, dan diikuti oleh Ketua Presidium Pusat ISKA, Hargo Mandiraharjo, pengurus pusat dan pengurus daerah ISKA.

Pola pengembangan bisnis, katanya, juga akan mengarah ke kebutuhan individual konsumen, sehingga produk akan menjadi terspesialisasi, bukan lagi mengarah pada kebutuhan umum yang cenderung sudah dikuasai pemain global.

"Pemerintah harus mengambil kesempatan pandemi ini untuk mengembangkan UMKM, karena ketika pandemi berakhir, kemungkinan terbesar negara-negara berkembang akan dibanjiri oleh produk impor karena berlebihnya produksi di negara-negara maju," katanya.

Karena itu, katanya, saat ini merupakan kesempatan untuk menggenjot konsumsi barang-barang di dalam negeri seperti perintah Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

Ronal mengatakan, mau tidak mau, Indonesia harus mengubah bisnis karena bisnis pasca pandemi berbeda dengan sebelum pandemi.

“Contohnya bisnis perhotelan, kini hanya menyerap tenaga kerja sebesar 1/3 dari kebutuhan tenaga kerja. Karena itu, tenaga kerja perhotelan dituntut untuk memiliki berbagai macam skill. Ada fleksibilitas untuk dunia kerja, karena itu mereka ditutut menguasai dua atau tiga skill sekaligus,” ujar Ronald.

Selain itu, UKM, katanya, harus meningkatkan akses bisnis sehingga mendapatkan pasar yang lebih luas, juga akses finansil terbuka lebar.

Selain itu, agar bisnis mereka tetap kompetitif maka UKM harus bisa melakukan diferensiasi terhadap produknya. “Mereka harus melakukan diferensiasi dan harus ada story telling,” ujarnya.

Selanjutnya, UKM juga diminta meningkatkan promosi, misalnya dengan mencantumkan berbagai award yang diterimanya. Hal itu untuk menambah rasa percaya diri dan juga mendapat pengakuan dari masyarakat.

Sementara itu, Agung Pambudhi menyoroti kebijakan pemerintah terhadap sektor UKM saat ini.

Memang muncul kekuatiran bahwa UKM akan tergilas. Karena itu, keberpihakan pemerintah terhadap UMK harus lebih diperjelas, seperti ada kewajiban bagi BUMN menyediakan pendanaan untuk sektor UMKM.

Seperti diketahui, pada masa Pandemi, sebesar 48 persen sektor UKM mengalami keterbatasan pemasukkan bahan baku. Fakta ini jauh berbeda dengan saat sebelum pandemi yaitu sekitar 75% bisnis dimana bisnis mereka berjalan lancar. Selama Covid-19, cuma ada 30% UMK mengalami bisnis yang cukup bagus dan lebih dari 42% UKM mengalami dampak buruk selama Covid-19.

Dampak Covid-19 terasa cukup besar, antara lain 29,12 juta orang mengalami dampak buruk dalam pekerjaannya. Sebesar 2, 56 juta orang kehilangan pekerjaan, alias menganggur. Sebesar 24, 03 juta orang mengalami pengurangan jam kerja.

Pada tahun 2019, terdapat 95 juta orang mengalami kesulitan mencari pekerjaan dan pada tahun 2020 terdapat 11 juta orang sulit mencari pekerjaan.

 

Percepatan Digitalisasi dan Inovasi

Menyikapi hal tersebut, kata Agung, pemerintah sejauh ini terus menggenjot perekonomian. Menurut Agung, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kembali sektor UKM tersebut seperti dengan melakukan percepatan digitalisasi dan inovasi.

Selanjutnya, peran pemerintah juga tampak terlihat melalui berbagai bantuan sosial kepada masyarakat.

Menjawab pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan UKM ketika harus berhadapan dengan "giant business", Ronald mengatakan, harusnya UKM melakukan variasi terhadap produk untuk dipromosikan.

“Contohnya dalam dunia kuliner, di mana setiap daerah memiliki jenis kuliner yang berbeda-beda. Oleh karena itu harus adanya kegiatan promosi kuliner ke orang lain, agar produk kuliner itu bisa dikenal dan dinikmati oleh sesama kita di daerah yang lain. Misalnya Soto Palembang yang selama ini tidak dikenal oleh orang lain, ketika dipromosikan, baru bisa menjadi terkenal dan dinikmati oleh banyak orang. Dan hal yang menjadi tantangan adalah daya beli. Para pebisnis yang memasarkan produknya lebih murah, maka daya belinya pun lebih tinggi,” ujarnya.

Sementara itu, Agung menekankan bahwa UMK tersebut lebih membutuhkan kebijakan dari pemerintah. Misalnya UU Cipta Kerja terhadap UKM, agar tidak tergilas oleh perusahan besar (giant business) dari luar. “Jadi peran dari pemerintah harus lebih besar untuk UKM,” ujarnya.

Selain itu, menurut Agung, harus ada limitasi dari bisnis-bisnis tertentu yang harus masuk dalam UKM. “UKM tidak boleh menjadi minder atau menjadi  ‘under dog’ untuk bisa menembus pasar luar, dengan cara menggunakan teknologi IT untuk menembus pasar di berbagai belahan dunia. Jadi para pebisnis kecil yang sebelumnya hanya beroperasi di sekitar 1 km dari tempat tinggalnya, sekarang harus bisa melebarkan usahanya hingga lebih dari puluhan km dari tempat tinggalnya,” ujarnya. (Very)

 

Artikel Terkait