Nasional

Vonis Jaksa Pinangki Berkurang, Praktisi Hukum Desak Kejagung Ajukan Kasasi

Oleh : very - Jum'at, 25/06/2021 21:53 WIB

Praktisi Hukum David Sitorus. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mengeluarkan Putusan Banding terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari dari sebelumnya 10 tahun menjadi 4 tahun penjara dalam kasus penerimaan suap, pemufakatan jahat, dan pencucian uang terkait perkara korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Putusan itu ditetapkan oleh ketua majelis hakim Muhammad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik pada tanggal 14 Juni 2021.

Putusan banding Pengadilan Tinggi yang mengurangi masa hukuman jaksa Pinangki ini kemudian mendapat sorotan dari berbagai pihak dan lapisan masyarakat.

Menyoroti criminal justice system dalam penanganan perkara jaksa Pinangki, Praktisi Hukum David Sitorus menyampaikan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memiliki independensi dalam memutuskan perkara banding. Namun di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga berhak untuk mengajukan upaya hukum kasasi. Pernyataan ini disampaikan David di Jakarta, Jumat (25/6/2021).

“Hakim memiliki independensi terhadap penentuan putusan, untuk itu kita harus menghargai putusan yang telah dikeluarkan hakim. Adanya perbedaan pendapat dan penilaian masyarakat, baik dari praktisi ataupun akademisi adalah sah-sah saja sepanjang tidak mencederai harkat dan martabat hakim," ujar David yang juga merupakan mantan Sekretaris Umum PP GMKI ini.

Namun, secara objektif David mempertanyakan bagaimana seseorang yang dinyatakan terbukti bersalah terhadap tiga perkara sekaligus yaitu suap, TPPU, dan pemufakatan jahat justru mendapat pemotongan hukuman di pengadilan.

“Jujur saja, putusan ini sangat mengagetkan saya sebagai praktisi hukum. Bagaimana mungkin seseorang yang terbukti terhadap tiga perkara justru dipotong masa hukumannya. Belum lagi terdakwa saat melakukan pidana merupakan seorang penegak hukum, yang sangat mencederai martabat penegak hukum. Hal ini tentunya melukai perasaan masyarakat. Akan tetapi apapun itu, putusan hakim harus dihargai," lanjutnya.

David menyampaikan, upaya hukum yang seharusnya dilakukan selanjutnya adalah upaya hukum kasasi terhadap putusan banding ini.

"Daripada mengeluh terhadap putusan hakim yang bagaimanapun tidak akan mengubah keadaan, maka seharusnya jaksa penuntut umum melakukan upaya kasasi agar putusan kembali sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat," katanya.

David berpandangan, jika melihat putusan atas jaksa Pinangki sebelumnya yang dihukum penjara selama 10 tahun, putusan banding ini sangat jauh dari nilai-nilai keadilan yang dirasakan masyarakat.

"Jika jaksa tidak melakukan upaya kasasi, hal ini akan terlihat aneh sebab jaksa menerima putusan yang diajukan banding oleh terdakwa. Tidak hanya itu, terdakwa yang mantan jaksa ini, sudah sangat merusak citra Kejaksaan. Hal ini tentu saja perlu mendapat perhatian Jaksa Agung agar tidak ada lagi di kemudian hari oknum yang merusak citra institusi," kata alumni magister hukum Universitas Indonesia ini.

Menurut David, sebenarnya sangat banyak kejanggalan yang terjadi ketika kasus ini muncul ke publik, baik terkait siapa saja orang yang terlibat ataupun yang tidak terlibat, hukuman yang diberikan, bahkan peristiwa kebakaran di Kejaksaan Agung tepat setelah kasus ini muncul ke publik.

“Masih banyak kejanggalan di mata publik terkait kasus ini. Adanya kebakaran kantor kejaksaan, siapa saja orang yang terlibat ataupun tidak terlibat, dan berbagai kejanggalan lain. Seharusnya jika ada kasus yang melibatkan oknum institusi tertentu, proses penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan dilakukan institusi yang lain. Dalam kasus ini seharusnya KPK lebih banyak terlibat, namun kita tetap patuh dan memberikan kepercayaan kepada penegak hukum untuk menangani kasus ini secara transparan," pungkas David. (Very)

Artikel Terkait