Opini

Kukejar Engkau Justru Semakin Menjauh

Oleh : luska - Senin, 28/06/2021 11:08 WIB

by :  Noryamin Aini
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)n

“Kukejar engkau (bayangan), dan wujudmu semakin membesar, menjauh, dan semakin menggoda, tanpa batas kepuasan”; wujudmu seperti mempermainkan aku”. “Akankah aku menjadi budakmu, dengan menjauh dari Sumber hakiki asal-usulmu?” Bait-bait naratif ini mengingatkan kita bahwa ada hal yang salah dalam hidup ini.

Sahabat! Masih ingat film komedi “Kejarlah Daku, Kau Kutangkap”? Film karya sutradara Chaerul Umam ini memang lucu. Tidak hanya lucu, dengan gaya main yang cemerlang dan dialog yang cerdas-renyah, film ini menjadi tontonan terlaris kelima di Jakarta  tahun 1986. “Kejarlah Daku, Kau Kutangkap” menggambarkan petualangan mengejar impian yang berujung pada keberhasilan mendekapnya dalam ikatan perkawinan. 

Akhir cerita film ini seolah mengritik logika tamsil metaforik Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) tentang “asa obsesif” mengejar fantasi dan pesona dunia yang pasti gagal. Beliau menegaskan bahwa “pesona dunia ibarat bayangan tubuh. Kalau engkau kejar, dan berusaha menangkapnya, ia terus berlari, menjauh, meninggalkanmu. Tetapi jika engkau bergerak membelakanginya, ia tidak memiliki pilihan selain loyal mengikutimu”. Jika bayangan itu adalah pesona dunia, sejatinya, kesuksesan meraihnya tetap menyisakan banyak ilusi obsesif yang tidak terpuaskan. 

Ilustrasi tamsil Ibn Qayyim di atas nampaknya ingin mengajarkan hikmah di balik nalar cahaya (Allah) dan bayangan (pesona duniawi). Dalam ilmu fisik, cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnetik. Gelombang ini tidak membutuhkan medium untuk merambat. Karenanya, ia dapat menembus ruang hampa; dapat menembus benda bening; dapat dipantulkan, (4) dapat dibelokkan, (5) dapat diurai, (6) diserap (absorpsi); dan (7) dapat disearahkan. 

Sementara itu, bayangan adalah bias cahaya yang terhalang oleh obyek fisik yang tidak dapat ditembusnya. Ia hadir dalam bentuk obyek yang dipantulkan; dan akan terus bertambah besar dan panjang saat ia semakin menjauh dari sumber cahaya. 

Sahabat! Sifat dasar cahaya dan bayangan ini dapat membantu kita memahami dan merenungkan makna konseptual Allah sebagai Nur (cahaya). Al-Quran Surah al-Nur, ayat 35 menyebutkan bahwa “Allah adalah (sumber) Nur (cahaya) langit dan bumi”. Tamsil cahaya-Nya seperti “misykah” (entitas solid-kedap) yang abadi, yang tidak akan rusak oleh keusangan ruang dan lintasan waktu. Di dalamnya ada “pelita besar” yang terbungkus kaca bening dengan kilauan berlian yang memancarkan cahaya gemerlap. Dengan sinarnya yang abadi dan dahsyat, Ia menyinari jagat raya tanpa batas dan tanpa syarat (suka atau tidak).

Menurut ayat di atas, Allah adalah Cahaya di atas cahaya, dan Sumber cahaya; dan pesona dunia adalah bayangan fantasi hidup (material) yang dihadirkan dan dibentuk oleh cahaya yang terhalang oleh spirit fantasi hidup. Sesuai dengan sifat dasar cahaya dan bayangan di atas, satu-satunya cara untuk mereduksi bayangan (pesona dunia) adalah mendekatkan subyek (diri) ke sumber cahaya (Allah). Sampai pada titik singgung yang paling intensif, melebur diri ke dalam cahaya, tanpa batas (jika dimungkinkan), bayangan tidak hanya mengecil, ia justru akan menghilang dengan sendirinya. Hal yang tersisa hanya cahaya yang bersinar terang, dalam wujudnya yang indah dan berkilau.

Sahabat! Petualangan mengejar pesona dunia sangat melelahkan, karena ia adalah godaan tanpa ujung kepuasan; karena ia adalah bayangan yang terus membesar dalam pengejaran. Saat dikejar, pesona dunia akan terus menjauh, membesar, dan pasti menyisakan setumpuk bagian yang tidak mungkin dicapai. Dalam psikologi dirumuskan bahwa keresahan adalah jumlah capaian yang dikurangi “target” capaian. Maka semakin selangit tinggi, dan sebumi besar wujud keinginan yang mau dicapai, maka dengan batas kuasa manusia, semakin besar gumpalan kegagalan yang lazim berujung pada kekecewaan dan kesedihan.

Lalu kapan kebahagiaan, ketenangan batin itu akan dapat diraih (?), saat pesona dunia yang dikejar terus menjauh, membesar, dan pasti menyisakan ketidak-puasan dan kesedihan? Dunia sungguh tidak akan pernah kamu kuasai sepenuhnya, dan nafsu keserakahan tidak akan pernah terpuaskan. Selalu ada sisa (residu) pesona duniawi yang terus menggoda untuk dikejar, sampai batas kita menjadi budak nafsu, sampai batas usia (kematian).

Sifat pesona hidup hedonis akan terus menggoda, seperti bayangan yang terus membesar ketika dikejar, saat ia menjauh dari sumber cahaya. Karenanya, manusia sering terjebak menjadi pemuja fantasi, pemburu ilusi. Manusia sering menjadi budak nafsu yang tidak mengenal batas kepuasaan. Faktanya, sudah ada sepuluh butir yang diraih, tetapi seratus lainnya terus menggoda; jumlah seratus yang telah didapatkan, ternyata juga tidak mampu memuaskan nafsu memburu seribu, dan seterusnya. Akhirnya, kita harus mengakui bahwa nafsu tidak mengenal batas kepuasan. 

Sahabat! Semakin kita menjauh dari sumber cahaya, maka semakin besar dan tinggi-panjang bayangan tubuh kita. Sebaliknya, semakin mendekat ke sumber cahaya, bayangan tubuh kita semakin mengecil, bahkan bayangan itu menghilang. Dalam kerangka ini, prinsip sufi bijak bergerak maju dengan membelakangi bayangan, untuk mendekati sumber cahaya. Semakin dekat, energi cahaya itu semakin bersinar menerangi kegelapan dan keresahan hati, dan semakin memperkecil bayangan (pesona hidup) yang selalu membuat manusia memujanya.

Tuhan, dalam kedekatanku ke sumber Cahaya (Engkau), hati kami semakin terang, tercerahkan, karena rambatan cahaya-Mu telah menyinari jalan hidup kami. Jika kami tersesat memburu fantasi dunia kami, belokkanlah arah qalbu kami untuk menuju ridlo-Mu.

Tuhan, cahaya-Mu sungguh dapat menembus kerasnya qalbu kami. Tuhan, rasa ketercukupan dengan kehadiran cahaya, berkah dan kasih-sayang-Mu telah memuaskan kebutuhan qalbu kami, karena cahaya-Mu mampu mengisi ruang kebutuhan yang kosong di hati kami.

Tuhan, kehadiran-Mu telah mampu membuat qalbu kami tidak merasa kesepian di tengah keramaian dunia; cobaan-Mu telah mengajarkan pada kami arti sabar dan usaha dalam terang cahaya-Mu. Kesendirian kami menjadi momentum indah untuk kami dapat mendekati-Mu dalam terang cahaya-Mu, agar kami tidak menjadi pemuja fantasi dunia.

Ya Rabb, Engkau sumber kepuasaan kami; sumber kekuatan dan kebermaknaan hidup kami. Engkau penyantun kebutuhan kami; Engkau pengobat kerinduan dan kesedihan kami. 

Ya Allah, jangan biarkan kami menjauh dari cahaya-Mu, akibat terjebak dalam penjara mengejar pesona dunia. Dalam rasa syukur hamba, Engkau, cahaya-Mu selalu kami dekati, agar bayangan nafsu tidak menjauhkan kami dari cahaya, kasih dan ridlo-Mu. Amin.

Pamulang, 10 Dzul Qa‘dah 1442 H.

Artikel Terkait