Opini

`Satar Kodi` Dijadikan Kawasan Persemaian Modern dan Infalibilitas Negara

Oleh : indonews - Senin, 30/08/2021 15:40 WIB

Warga Manggarai Barat, Sil Joni.(Foto:Istimewa)

Oleh: Sil Joni*)

INDONEWS.ID - Pengerjaan proyek "Persemaian Modern" di Satar Kodi, pada sebagian kawasan Hutan Bowosie Nggorang, Labuan Bajo menuai polemik dalam ruang publik digital saat ini. Para aktivis lingkungan hidup dan para `pendamba keutuhan ekologi`, menentang dan bahkan mengecam dengan keras pelaksanaan proyek milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu.

Tentu saja, isu kerusakan hutan yang turut berperan lahirnya aneka krisis ekologi, dijadikan alasan utama dalam memprotes pengerjaan proyek itu. Menurut kelompok penentang ini, kendati tujuannya untuk `menata kawasan itu` menjadi sentra produksi bibit kayu dan buah, fakta penghancuran hutan tetap tak bisa dihindari. Apalagi, menurut mereka di sekitar lokasi proyek itu, terdapat sumber air.

Merespons suara protes publik, Negara coba menyodorkan sejumlah argumentasi untuk menjustifikasi pelaksanaan proyek itu. Argumen yang paling kuat adalah wilayah Satar Kodi itu termasuk kawasan Hutan Produksi yang dikelola oleh KLHK. Pemerintah Pusat (Pempus) melalui KLHK berhak `mengelola atau memanfaatkan` tempat itu untuk mewujudkan kebaikan bersama.

Saking kuatnya `otoritas Pempus` dalam mengatur pemanfaatan Hutan itu, ada yang menilai bahwa pihak KLHK tidak wajib berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Manggarai Barat (Mabar) dan mensosialisasikan program itu kepada masyarakat lokal. Negara (baca: Pempus) berbicara, maka perkara selesai. Pemda dan semua elemen masyarakat di tingkat lokal `hanya berkewajiban` mendukung penuh rencana Pempus itu.

Sudah tertanam anggapan bahwa semua skema program yang didesain dan dieksekusi oleh pihak Jakarta, mempunyai tujuan yang sangat baik. Kita hanya terpesona pada narasi `maksud baik` dari sebuah kebijakan tanpa memperhatikan aneka dampak negatif dari proyek yang dikerjakan itu.

Dengan mengedepankan `kisah keberlanjutan pembangunan pariwisata super premium` di Labuan Bajo, Flores maka Pempus merasa perlu untuk menata, memperkuat, merehabilitasi hutan dan lahan pendukung aktivitas pariwisata berbasis lingkungan. Karena itu, proyek bertajuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) mendesak diterapkan di Flores mengingat Pulau ini tidak luput dari persoalan degradasi ekologi.

Wilayah Satar Kodi dijadikan semacam `tumbal` untuk merealisasikan konsep ekonomi politik yang ramah lingkungan itu (green economy). Aneka jenis pohon dan rerumputan yang tumbuh di sekitar 30 hektar lahan `harus mati` demi lahirnya jutaan pohon dan buah, tidak hanya di Labuan Bajo tetapi juga di seluruh Flores.

Kematian hutan dengan aneka jenis flora dan fauna di dalamnya, dilihat sebagai `ongkos` lahirnya hutan dan lahan yang lebih berkualitas. Satar Kodi harus mati agar jutaan benih kayu dan buah tumbuh dan akan menyebar ke seantero Flores. Pengorbanan Satar Kodi akan terbayar ketika pada saatnya nanti semakin banyak hutan buatan Negara yang bisa menopang keberlanjutan aktivitas ekonomi masyarakat Flores itu sendiri.

Kita pasti bangga sebab Labuan Bajo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu dari enam provinsi di Indonesia yang akan menjadi lokasi persemaian modern. Lima lokasi lainnya adalah Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Mandalika NTB, dan Likupang Sulawesi Utara.

Persemaian modern merupakan areal untuk kegiatan memproses benih atau bagian tanaman lain menjadi bibit yang siap ditanam ke lapangan dalam jumlah yang memadai, dengan ukuran yang relatif seragam, kualitas yang memadai dan dalam waktu yang tepat.

Selain itu, lokasi persemaian juga bisa menjadi sarana untuk pendidikan, latihan dan penelitian teknik memproduksi bibit tanaman yang berkualitas. Singkatnya, tempat persemaian itu sebagai sumber benih aneka jenis tanaman konservasi lainnya dan sebagai sarana wisata pendidikan lingkungan bagi mahasiswa dan pelajar.

Jenis tanaman yang diproduksi di Persemaian Modern diperkirakan jutaan batang per tahun yang meliputi jenis tanaman kehutanan seperti Meranti, Ulin, Nyatoh, Mahoni, Bengkirai, dll.

Di samping itu, Jenis Multi Purpose Tree Spesies (MPTS) atau pohon buah seperti durian, cempedak, mangga, tanjung, Ketapang, kencana dll, tersedia juga di tempat persemaian itu. Bibit ini akan digunakan untuk merehabilitasi hutan dan lahan di wilayah NTT umumnya dan Flores khususnya serta untuk penghijauan lingkungan yang dibagikan secara gratis kepada masyarakat.

Infalibilitas Negara?

Membaca tanggapan dari para pemangku kepentingan terhadap gerakan resistensi publik, saya menila hanya dengan bermodalkan `cerita tujuan baik`, Negara seolah-olah kebal salah. Semua proyek yang didesain di atas `kisah maksud baik`, pasti tidak salah dan karena itu masyarakat mesti menerimanya sebagai `kebenaran mutlak`.

Saya berpikir, meski tujuan dari proyek Negara itu sangat mulia, tetapi tidak bisa begitu saja mengabaikan keberadaan masyarakat lokal sebagai `penerima manfaat` dan Pemda sebagai pihak yang punya otoritas atas wilayah itu. Oleh sebab itu, semua proyek yang dirancang oleh Pempus atau yang dibiayai oleh APBN, harus berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan disosialisasikan secara intensif dengan masyarakat.

*Penulis adalah warga Labuan Bajo.

Artikel Terkait