Opini

Maria Ressa, Kenangan Saya Bertemu Presiden Corazon Aquino dan Pembelajaran Demokrasi di Philippines

Oleh : luska - Selasa, 12/10/2021 16:09 WIB

BY: PANDE K. TRIMAYUNI

“Pande, it was a very good news indeed! Maria learned about the Nobel Prize while joining an online seminar organized by Malaysiakini...Amazing!!”

Demikian pesan japri yang saya terima dari sahabat saya, seorang tokoh media online Malaysiakini yang berbasis di Malaysia. Dia menceritakan detik-detik Maria Ressa mengetahui tentang kemenangannya meraih Nobel Peace Prize, hadah Nobel Perdamaian yang prestisius. Malaysiakini adalah salah satu media online independen paling berpengaruh di Asia saat ini. Sebagai sesama jurnalis Asia, tentu kebanggaanya semakin besar.

Aura kebahagiaan dan kebanggaan itu turut saya rasakan. Philippines adalah salah satu negera yang saya pernah menjalani hidup. Tinggal disana, bekerja riset dibawah naungan Ateneo de Manila University. Dua dekade yang lalu. Selainnya, cukup sering bolak-balik. Banyak kawan, banyak cerita dan tentunya banyak kenangan. Perjumpaan dan pergaulan dengan teman-teman para profesional, akademisi, media, kelompok marginal, dan lainnya. Mengamati dari dekat dialektika kehidupan bermasyarakat dan berbangsa mereka adalah pelajaran tak ternilai. Saya menyerap itu semua semenjak usia yang lumayan masih muda, sejak umur 20 tahunan.

Juga menjadi suatu kebanggaan di usia muda saya, saya sempat bertemu dengan Corazon (Cory) Aquino, mantan presiden Philippines. Saya merasakan aura perempuan tangguh tapi lembut saat saya berjumpa Cory Aquino. Seperti juga saat saya berjumpa pertamakali dengan Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima RI. Itu merupakan pengalaman yang sangat berkesan dan menyemangatkan. Perempuan-perempuan pemimpin hebat Asia.  

Cory Aquino dulu diprediksi akan memenangkan Nobel Prize juga dengan kepemimpinannya dalam aksi damai, people power di Philippines 1986 yang berhasil menjatuhkan Presiden Marcos. Cory Aquino pun diangkat menjadi presiden (1986-1992). Kediktatoran selama 20 tahun lebih yang disertai dengan korupsi besar-besaran dan pelanggaran HAM akhirnya bisa ditumbangkan. Aksi tanpa kekerasan ini menginspirasi gerakan rakyat di Asia dan di banyak belahan dunia lain. Namun ternyata belum mendapat Nobel. Meski tidak diganjar Nobel, semangat para perempuan luar biasa ini tidak kurangnya menginspirasi.  

Dan, sekarang Maria Ressa, CEO Rappler, salah satu perempuan hebat Philippines lainnya, mendapat hadiah Nobel. Berjuang diaras kewajibannya sebagai seorang jurnalis profesional yang gagah berani. Energi keberanian yang sebenarnya tersebar di banyak tempat, sudut, lorong dan pelosok dunia ini. Muncul ataupun tidak/belum muncul. Energi yang didasarkan oleh semangat kecintaan yang sangat besar terhadap negerinya, terhadap kemanusiaan, perdamaian dan dunia yang lebih baik. Ab honesto virum bonum nihil deterret. Selamat. 
                              
Pande K. Trimayuni, 11 Oktober 2021

Artikel Terkait