Opini

Tersiksa? Salahmu Sendiri

Oleh : luska - Sabtu, 04/12/2021 07:40 WIB

by : Noryamin Aini (Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

“Kebahagiaan dan ketenangan batin adalah buah dari pergumulan dan pengelolaan qalbu”

Satu percobaan sosial dilakukan. Sentuhan isinya selalu menarik untuk disimak. Walaupun disimak berkali-kali, selalu ada pelajaran penting untuk renungan hikmah dan kebaikan. Aku tidak mau kehilangan pelajarannya.

Sahabat!
Dalam suasana yang super tidak nyaman pada sebuah percobaan sosial (menjengkelkan; kacau, bising, anarkis, berbau, kumuh, dekil, dan …), terlihat ekspresi wajah-wajah parisipan yang berbeda. Ada rawut mimik yang sedih, stres, teriak, histeris, dan tenggelam dalam duka. Tetapi, ada juga wajah-wajah dengan ekspresi yang datar, santai, bahkan tersenyum, seolah-olah ia tanpa merasakan beban traumatik peristiwa. Unik! Dalam keadaan yang serba buruk-negatif, dan bagi banyak orang menjengkelkan, ada wajah-wajah yang ceria dan berbinar. Satu pertanyaan yang menarik adalah “apa faktor suasana qalbu, psikologis sebagai pembeda variasi ekspresi wajah-wajah ini?”

Suatu saat seorang guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) memberi tugas PR pada siswa kelas 4 yang berusia 9-10 tahun. Pemilihan kelompok usia siswa beralasan. Di usia ini, kejiwaan, psikologi anak sudah mulai menginternalisasi dan mengendapkan perasaan suka, dan benci. Perasaan ini menjadi bingkai anak memperlakukan orang lain. Perasaan benci, minimal tidak suka pada individu tertentu, menyebabkannya berusaha menjauhi bahkan membencinya. Begitu sebaliknya. 

Tugas PR yang diberikan guru memang tidak lazim; tetapi tetap sederhana sesuai kapasitas sosial, psikologis dan penalaran siswa MI. Awalnya, setiap siswa diminta mendata jumlah orang yang dia tidak sukai dalam kehidupan sosialnya. Hasil rekapitulasinya cukup menarik. Ternyata, jumlah orang yang tidak disukai berbeda dari satu siswa, ke siswa lainnya. Data jumlah orang yang tidak disukai dilaporkan dan dicatat oleh guru. Walaupun ada banyak orang yang tidak disukai, para siswa dengan antusias, dan berwajah ceria mencatat dan melaporkan jumlah tersebut.

Pada hari berikutnya, sang guru meminta setiap siswa membawa mangga segar sesuai jumlah orang yang tidak disukai. Mangga-mangga tersebut diminta disimpan dalam sebuah container. Setiap container dilabeli nama siswa pemilikinya. Untuk beberapa hari, container-container tersebut disimpan di sekolah, sampai mangga-mangga membusuk dan mengeluarkan aroma tidak sedap, menyengat.

Pada hari mangga-mangga tersebut sudah membusuk, para siswa diminta mengambil container masing-masing, dan meletakkannya di atas meja sendiri. Setiap siswa diminta membuka container masing-masing dengan isi mangga yang sudah membusuk, dan tentu mengeluarkan aroma yang tidak sedap.

Semua siswa diminta untuk mencium bau mangga yang sudah membusuk. Baunya tentu sangat menjengkelkan. Saat mencium bau busuk mangga, ekspresi para siswa beragam. Ada ekspresi marah, stress, bahkan murka yang terlihat di wajah beberapa orang siswa. Siswa dengan jumlah mangga PR yang banyak, pasti lebih tersiksa, dan mereka menampakkan mimik raut dan gestur murka. Bau tumpukan mangga busuk membuatnya mual, menderita, bahkan pusing, sampai emosional. 

Ada siswa yang tersenyum dan tertawa, melihat ekspresi wajah kawan-kawannya yang stres, tersiksa akibat bau busuk mangga. Ternyata, dalam containernya tidak ada mangga PR-nya. Ini tandanya bahwa dia tidak mengidentifikasi, tidak menyimpan satu orangpun sosok yang dia tidak sukai dalam memori sosial dan qalbunya.

Sahabat! 
Tugas PR di atas adalah media ilustratif guru untuk mengajarkan makna dari kejiwaan dan qalbu yang penuh kebencian. Sang guru berujar pada siswa-siswanya “jika jumlah mangga yang kalian bawa adalah sebanyak jumlah orang yang kalian benci, tidak sukai, maka kalian begitu tersiksa dengan kehadiran mereka dalam episode panjang kehidupanmu. Semakin banyak orang yang dibenci, dan dipendam di qalbu, kalian semakin terbebani dan dibuat gelisah, tersiksa.” Yah, itulah konsekuensi pilihan burukmu. 

Sahabat! 
Qalbu kita adalah jendela ketenangan qalbu, kebahagiaan hati, dan keceriaan sosial, atau sebaliknya. Kita adalah penentu siapa, dan juga jumlah orang yang dibenci atau disukai. Pada saatnya, mereka menjadi sumber kegembiraan atau kesedihan. Suasana qalbu, dan kejiwaan kita menjadi bingkai konstruktif dan operasionalnya. Kita akan menghadirkan kegembiraan dan kesedihan itu dalam hidup. 

Pitutur bijak berikut pengingat kita. “Seribu teman terasa tidak cukup karena buah manis kebahagiaan dan keceriaannya; semua menyenangkan. Tetapi satu orang musuh, satu orang yang kita benci, dia akan menjadi duri dalam daging, sumber petaka yang menyiksa di ranah psikologis dan sosial”.

Opsi memilih siapa dan jumlah orang yang kita sukai dan benci adalah pilihan bebas kita. Kita bebas mempersepsikan citra positif dan negatif setiap orang di qalbu dan memori sosial. Mungkin aku dan dia, mereka juga, adalah bukan orang-orang yang kalian sukai. Tetapi, ya, itu pilihanmu dengan efek turunannya. 

Sahabat! 
Dengan ilustrasi mangga- yang membusuk dalam percobaan sosial di atas, kita diajarkan tentang kualitas dan manajemen qalbu. Cinta, kasih-sayang, empati, dendam, kebencian, marah, culas, adalah pendirian dan rasa yang kita hadirkan di qalbu. Ingatlah, qalbu yang dipenuhi dengan jumlah orang yang dibenci, ia akan menjadi sumber kegelisahan, dan akan menjadi petaka sepanjang hidup kita. Semakin banyak orang yang dibenci, minimal tidak disukai, maka kehadiran dan keberadaannya dalam hidup kita akan menjadi mata batin sumber keresahan, kegelisahan, dan kesedihan yang abadi di qalbu kita.

Buka dan lapangkanlah qalbumu untuk menerima setiap orang apa adanya.! Pada saatnya, qalbumu akan menghadirkan banyak kawan dalam keceriaan. Maafkanlah orang-orang di sekitarmu yang pernah menyakitimu! kalian sejatinya telah menebar bibit persahabatan yang lebih tulus dan abadi. Carilah kebaikan dan kelebihan setiap orang! kalian akan menemukan banyak alasan untuk menghargai, menerima, bahkan menyayangi mereka.

Perbanyaklah mengenal dan mengingat kebaikan orang lain! Kalian tidak akan merasa rugi bahkan tidak menyesal bersahabat dengan mereka. Lupakanlah perilaku buruknya yang mungkin pernah menyakitkan perasaanmu! kalian akan menemukan banyak kawan yang kalian ajarkan makna persahabatan walaupun dalam perbedaan dan rekam jejak sosial yang tidak selamanya menyenangkan.

Mari kita bayangkan dan kita tatap masa depan hidup bersama orang-orang yang sungguh menyenangkan! Mereka akan hadir mengelilingmu dengan senyum, empati, dan ceria. Pasti ada keindahan dalam keseharian kita. “Tidak ada ganti kebaikan, selain kebaikan itu sendiri”.

Sahabat! 
Senyum di wajahmu menjadi pemikat qalbu saliim yang menghadirkan rasa bahagia. Ruang batin maaf di qalbumu membuat kebencian menghilang dengan sendirinya. Empatimu pada mereka yang telah menanamkan kebaikan akan membuahkan turunan kebaikan. Memang, tidak selamanya kita menikmati langsung buah kebaikan yang kita tanam. Tetapi, ia menjadi modal etis, moral dan sosial, serta kekuatan bersama dalam keceriaan dan kebahagiaan. Mungkin, besok atau kapan, kebaikan itu akan berbuah kebaikan.

Kalau kita belum mampu memulai dengan sesuatu yang dahsyat, marilah kita memulainya dalam batas kuasamu yang maksimal untuk menebar dan merawat kebaikan. Yakinlah bahwa kebaikan pasti akan berbuah kebaikan! Satu kebaikan yang kita semai, ia akan menghasilkan buah kebaikan yang berlipat. Bukankah “balasan kebaikan adalah kebaikan itu sendiri”* (QS. al-Rahman : 60), dan ia akan kembali kepada siapa yang menanamnya” (QS: al-Isra : 7).

Siapa menanam kebaikan, dia akan memanennya dan dia sungguh telah mewariskannya pada generasi berikutnya. Mari kita mulai hari ini menyemai dan merawat kebaikan. Siapa tahu tidak ada lagi kesempatan untuk kita melakukannya di kemudian hari. 

Kalau hari esok tidak ada, maka hari ini adalah momentum terakhir kita berbuat kebaikan. 
Bravo kebaikan!

Pamulang, 4 Desember 2021.

Artikel Terkait