Opini

Terbentur CLIQUE Kayu Tropis Dunia

Oleh : luska - Kamis, 16/12/2021 15:22 WIB

Oleh: Dubes Yuri O. Thamrin

Pengalaman berharga saya peroleh awal Desember 2021 ini: saya terpaksa mengundurkan diri dari pemilihan Direktur Eksekutif organisasi kayu tropis dunia (atau International Tropical Timber Organization/ITTO) berkedudukan di Yokohama (Jepang).  Rasanya, opsi mengundurkan diri itu harus saya ambil, demi amankan konsesi bagi RI, karena saya diganjal "clique" kayu tropis dunia, khususnya dari kelompok negara-negara produsen. 

Sejatinya, ITTO didominasi oleh kelompok "wajah-wajah lama" atau "orang-orang yang sama" yang bertahun-tahun mengurus berbagai isu ITTO mewakili negara masing-masing. Mereka saling kenal, saling akrab dan tampak seperti "clique." 

Dari info terpercaya yang saya peroleh, clique ITTO bekerja seperti paguyuban, agak tertutup dan relatif sulit ditembus oleh "orang luar!"

REKRUTMEN PUBLIK

Proses pemilihan direktur Eksekutif ITTO makan waktu lama (April - Desember 2021), berliku dan melelahkan. Awalnya ada 56 calon karena lowongan diumumkan di the Economist. Kemudian, melalui saringan bertahap oleh panitia seleksi (termasuk presentasi visi-misi dan penelitian rekam-jejak "security" para calon) akhirnya tersisa 3 calon terbaik (shortlist of 3) yakni Indonesia, Brazil dan Malaysia. 

Calon Malaysia termasuk kategori "orang dalam" (karena saat ini masih menjabat sebagai direktur operasi ITTO), calon dari Brazil seorang aktivis LSM dan Indonesia diwakili diplomat senior.

KAMPANYE CALON INDONESIA

Tagar #towards a more solid, productive and innovative ITTO telah digulirkan untuk mendukung pencalonan Indonesia. Tim Merah-Putih pun menggaungkan narasi "kesempatan yg sama" atau "equal opportunity" bagi seluruh negara anggota ITTO sebagai tema kampanye Indonesia.  

Sebagai info, dalam hampir 40 tahun sejarah ITTO, Malaysia sudah 3 kali menjabat sebagai direktur eksekutif, Brazil 2 kali, Kamerun dan Jerman sekali, Indonesia belum pernah. 

Tentunya, Indonesia pantas pimpin ITTO karena RI adalah pemilik hutan kayu tropis terbesar ketiga di dunia, tertib membayar iuran wajib ITTO, kerap jadi tuan rumah pertemuan-pertemuan penting ITTO (termasuk saat menyepakati "Bali Partnership Fund" yang legendaris) dan Indonesia pun aktif dalam "norms setting" di ITTO dan ikut dukung program-program kerjasama organisasi itu. 

Pada 2013-2020, hanya 22 persen proyek-proyek ITTO dibiayai para donor.  Hal ini jelas tantangan berat bagi ITTO. Untuk mengatasinya, calon Indonesia sarankan  (i) agar proyek-proyek ITTO cerminkan suasana kebatinan dunia yang ingin mencegah perubahan iklim dan pemanasan global, (ii) agar penyiapan proyek-proyek ITTO mengikutsertakan para donor sehingga "concern" mereka tertampung dan tidak ada "mismatch" antara ekspektasi negara-negara produsen dan para donor; serta (iii) agar mispersepsi tentang "hutan produktif" diperbaiki sehingga animo dan minat para donor mendukung ITTO pulih kembali. Dalam kaitan ini, perlu diamplifikasi bahwa hutan produktif --yang merupakan "core business" ITTO --bukan penyebab perubahan iklim dan pemanasan global, namun tetap sejalan dengan agenda lingkungan hidup (environment) dan pembangunan berkelanjutan(SDG).

LOBBY INTENSIF

Saya bangga dengan Tim Indonesia: kompak, solid dan berdedikasi tinggi. Sejatinya, telah dilakukan upaya habis-habisan oleh Kemlu, Kementerian LHK, kemenko Marinvest dan berbagai perwakilan RI di luar negeri untuk memenangkan calon Indonesia. Ketua dan teman-teman dari APHI serta media pun perlu diacungi jempol karena aktif mendukung pencalonan RI. 

Menko Luhut Panjaitan dan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar telah pula menulis sekitar 29 surat kepada rekan-rekan menteri beliau berdua di luar negeri demi memperjuangkan pencalonan Indonesia.

Menjelang pemilihan Direktur Eksekutif ITTO pada 29 Nov - 3 Desember 2021, dua negara konsumen besar (China dan Korsel) nyatakan akan dukung Indonesia; diikuti oleh 3 negara produsen di kawasan Asia-Pasifik (yakni Thailand, Kamboja dan Filipina) yang juga akan mendukung RI

Akan halnya negara-negara lainnya -- seperti Jepang, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Australia -- mereka belum menentukan pilihan dan akan melihat dulu perkembangan di lapangan sebelum mengambil keputusan. 

BERBALAS PANTUN

Pada pembukaan Sidang Dewan ITTO ke-57, pimpinan sidang (yang juga) dari Malaysia mencoba setting the tone melalui imbauan agar ada penyelesaian konsensus -- bukan voting -- untuk memilih direktur eksekutif (DE) ITTO. Disampaikannya harapan agar calon DE adalah orang yang benar-benar berpengalaman, paham seluk-beluk ITTO, dapat langsung "tancap gas" mengingat ITTO sedang alami tantangan berat, termasuk akibat pandemi covid 19. Kriteria yang disebutnya itu jelas cocok dengan calon Malaysia yang berstatus incumbent direktur operasi dan sebagai "orang dalam" memang paham seluk-beluk day-to-day ITTO. 

Terhadap insinuasi oleh ketua sidang ini, Delegasi Indonesia menegaskan tidak keberatan penyelesaian konsensus, sepanjang prinsip "equal opportunity" juga mendapat pertimbangan ITTO. Ditambahkan bahwa calon Indonesia adalah diplomat senior, miliki pengalaman luas dan cakap untuk pimpin ITTO. Indonesia mengharapkan agar negara-negara ITTO dapat dukung calon RI dan agar Indonesia kali ini mendapat kehormatan memimpin ITTO.

PAPARAN DAN DEBAT

Dalam setiap pemilihan (election), sudah barang tentu acara pemaparan visi-misi  dan acara debat menjadi barometer kemampuan para calon. Kedua acara ini penting,  sangat dinantikan dan menentukan.

Alhamdulillah, saya survive untuk kedua acara itu. Pada acara pemaparan visi-misi (29 November 2021), saya menyampaikannya dengan baik. Komentar yang saya dengar dari mantan menteri senior RI yang hadir mendampingi delegasi Indonesia dan mengikuti acara itu bahwa paparan saya relatif baik dan lebih "hidup" dibandingkan paparan calon dari Brazil yg "teoritis" dan dari Malaysia yang agak "teknis." Paparan saya dinilainya efektif dalam menjelaskan "mau mencapai apa dan bagaimana strategi mewujudkannya," begitu kata beliau.

Pada acara debat antara para calon DE ITTO (30 November 2021) terjadi perkembangan penting: calon Brazil ternyata mengundurkan diri, tanpa alasan yang jelas. Apakah mungkin ada "deal" tertentu yang menyebabkannya mundur? Who knows? 

Dengan demikian, tinggal 2 calon tersisa: Indonesia dan Malaysia. Calon RI sejatinya cukup paham tentang ITTO dari riset kepustakaan, literatur, dokumen dan wawancara tentang ITTO yang dilakukannya. Sementara, calon Malaysia pastilah "master of technical details" karena jabatannya sehari-hari sebagai incumbent direktur operasi ITTO.

Sekali lagi saya bersyukur karena saya survive dicecar pertanyaan-pertanyaan teknis baik dari kelompok produsen, konsumen dan dari floor. Sesuai amatan dari teman-teman diplomat muda yang menyaksikan acara debat itu saya tidak kalah dari calon Malaysia bahkan menurut mereka jawaban dan respons saya cukup menarik karena mampu mengulas pokok persoalan dari sudut "policy" dan tidak "teknis" seperti calon Malaysia.

Sejatinya, saya sempat merasa agak optimis setelah acara paparan visi-misi dan debat para calon selesai. Rasanya, ada harapan saya bisa memenangi pemilihan ini. 

Tapi ternyata harapan saya ini keliru!

JEBAKAN BATMAN

Jabatan "juru bicara" sangat strategis di dalam ITTO. Dalam kaitan ini, juru bicara negara-negara produsen berasal dari Peru, sangat senior, sangat berpengalaman dan tampaknya memiliki pengaruh besar pada negara-negara produsen baik dari kawasan Amerika Latin, Afrika dan Asia Pasifik. Sayangnya, sang jubir tidak netral dan sejak awal sudah pro-Malaysia.

Dalam berbagai pertemuan kaukus produser, sang jubir mengarahkan delegasi Mexico, Panama, Peru, Fiji, PNG, Ghana, Malaysia dan banyak lainnya untuk mendesak Indonesia mundur dari pencalonan dan agar menerima penyelesaian konsensus. Disampaikan bahwa mayoritas kaukus produsen mendukung calon Malaysia dengan pertimbangan pengalamannya yang kaya di ITTO. Negara-negara ini pun tidak segan melakukan bluffing, bahkan disinformasi. Sungguh disayangkan, cara-cara tak terpuji seperti itu telah digunakan terhadap RI!

Tentu saja, delegasi Indonesia tidak menyerah, tidak mundur dan menolak permintaan ini.  Indonesia tetap menuntut dilakukannya special voting untuk pemilihan ED. Ditegaskan bahwa calon Indonesia mampu memimpin ITTO dengan baik dan tidak adil jika dipaksa mundur dengan cara kasar seperti itu, setelah ia mengikuti seleksi panjang ITTO selama 8 bulan.

Satu hal perlu jadi catatan kita: tidak satu pun negara produsen membela Indonesia. Bahkan Thailand, Kamboja dan Filipina -- yang notabene punya komitmen formal untuk mendukung RI -- tidak bersuara. 

Dengan kata lain, Indonesia praktis bertarung dan mempertahankan diri sendirian dari serangan gencar di dalam kelompok kaukus produsen yang mirip "clique" di bawah pimpinan jubir kelompok produsen yang agresif dari Peru. 

PEMUNGUTAN SUARA 

"Moment of truth" akhirnya tiba juga pada tengah malam, Kamis, 2 Desember 2021.  

Atas desakan Indonesia maka pemungutan suara dilakukan -- walaupun hanya indikatif karena quorum belum tercapai. 

Voting ini penting adanya karena praktis akan cerminkan "peta dukungan" bagi masing-masing calon.

Dalam sistim voting di ITTO, ambang batas (threshold) untuk terpilih menjadi direktur eksekutif memang sangat tinggi: setiap calon harus peroleh dukungan mayoritas 2/3 dalam kelompok produsen dan 60% dari kelompok konsumen.

Ambang batas yg tinggi itu berimplikasi bahwa (i) siapa pun sulit menang dalam satu putaran; (ii) voting bisa terjadi dalam beberapa putaran; dan (iii) kemungkinan deadlock pun berpeluang besar terjadi apabila para calon enggan berkompromi.

Dengan kata lain, sistim threshold yg tinggi ini memang dirancang untuk dorong para calon berkompromi dan hindari deadlock.

Ternyata dalam voting indikatif pada tengah malam itu, hasilnya tidak buruk-buruk amat.  Calon Indonesia menang di kelompok konsumen (57,4% vs 42,6 %) tetapi kalah di kelompok produsen (40,9% vs 59,1 %).

Namun, keputusan final tidak tercapai karena masing-masing calon gagal mencapai threshold dukungan mayoritas 2/3 di kelompok produsen dan 60 % di kelompok konsumen.

KALKULASI AKAL SEHAT

Pada Jum'at 3 Desember 2021, delegasi Indonesia menganalisis hasil voting tersebut. Hasilnya: (i) mengakui memang sulit bagi RI mendapat dukungan 2/3 dari kelompok produsen; (ii) namun, Indonesia optimis bisa amankan dukungan 60% dari kelompok konsumen (khususnya pada voting ronde pertama); (iii) Indonesia dapat paksakan deadlock jika berkehendak seperti itu. Namun, apakah perlu?; (iv) Jika terjadi deadlock maka pemilihan direktur eksekutif (DE) akan ditunda, Pelaksana tugas (plt) DE akan lanjutkan tugasnya dan pemilihan DE akan dilakukan kemudian yakni melalui "sidang khusus" yang akan diselenggarakan setelah pertemuan Dewan ITTO ke-57 berakhir.

"Hati boleh panas, kepala tetap dingin," begitu kata orang bijak.  Atas dasar pandangan ini, Indonesia memilih untuk menghindari deadlock dan siap untuk mencapai solusi "win-win."

Atas arahan pimpinan, Indonesia bersedia menarik diri dari pemilihan Direktur Eksekutif ITTO dengan imbalan jabatan direktur operasi ITTO diserahkan pada Indonesia.

Usul kompromi ini disampaikan melalui kedubes Malaysia di Jakarta dan saya pun menelpon rival saya untuk menyampaikan hal tersebut.

Pada perkembangannya, "understanding" tersebut disepakati kedua belah pihak. Calon Direktur Eksekutif ITTO Malaysia pun sepakat untuk menulis surat kepada Indonesia tentang "understanding" tersebut setelah yang bersangkutan nantinya dilantik.

LANGKAH KE DEPAN

Saya berbesar hati bahwa kontestasi pemilihan DE ITTO pada akhirnya selesai dengan "win-win solution." Hasil ini tentu cerminan kemenangan akal sehat dan jiwa besar kita semua.

Kini, Indonesia perlu siapkan calon untuk mengisi jabatan Direktur Operasi ITTO. Saya yakin kita punya banyak calon yang mumpuni untuk jabatan itu baik di KLHK, Kemlu atau pun dari LSM.

Jabatan direktur operasi sangat strategis karena akan tangani proyek-proyek ITTO.

Saran saya, Indonesia perlu terus tingkatkan aktivisme-nya di ITTO. Saat ini aktivisme Indonesia rasanya kurang memadai. Kita hanya terwakili di sektetariat ITTO pada tataran manajer proyek (eselon 3). Kita harus lebih pede dan harus lebih commanding dalam organisasi ini.

Karena itu, perlu dipertimbangkan, Indonesia  maju menjadi "jubir" negara-negara produsen yang sebentar lagi akan ditinggalkan Peru. Selain itu, kalangan industri kayu Indonesia pun harus lebih aktif berkiprah dalam kegiatan-kegiatan Trade Advisory Group (TAG) tidak hanya sebagai peserta tapi sebagai koordinator dengan visibilitas tinggi.

Sesuai pandangan saya, hanya dengan peningkatan aktivisme ini maka keberadaan  dan (mudah-mudahan) kepemimpinan Indonesia akan lebih dihargai dan dihormati di dalam ITTO. Indonesia harus lebih "greget" menunjukan eksistensinya di ITTO.

Saya yakin, kondisi ini pada gilirannya akan memudahkan Indonesia pada saatnya nanti untuk merebut jabatan Direktur Eksekutif  ITTO. Sudah barang tentu, Indonesia yang aktif pasti disegani "clique" ITTO.

PENUTUP

Verba volant, scripta manent. Artinya: apa yang dituturkan akan cepat hilang (terbang); apa yang dituliskan akan terus ada. 

Itulah alasan saya menulis catatan ini. 

Mudah-mudahan ada manfaatnya sebagai pengingat bersama.

                      -----oOo-----

Artikel Terkait