Opini

KPK Dijadikan Parmanen, Indonesia Menjadi Raya

Oleh : very - Minggu, 02/01/2022 21:50 WIB

Emrus-Sihombing, Komunikolog Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh: Emrus Sihombing*)

INDONEWS.ID -- Pemberantasan korupsi harus menjadi agenda sangat utama bagi Indonesia tahun 2022 ini dan tahun seterusnya. Tidak memadai lagi sebagai agenda utama. Sebab, korupsi di negeri kita sudah kategori kejahatan sangat-sangat luar biasa dan telah mejadi patologi sosial kronis dan mencengkram menggerogoti secara masif keuangan negara di berbagai instansi. Selain itu, korupsi merupakan perbuatan a-budaya (tidak berbudaya). Padahal, yang membedakan manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan yang bisa berpindah dari suatu tempat ke  temat lain (hewan), manusia mahluk berbudaya, sedangkan hewan tidak mempunyai budaya.

Di Indonesia hingga saat ini dan sangat boleh jadi ke depan, bahwa peristiwa korupsi masih ada di semua bidang dan lini kehidupan sosial. Korupsi langsung atau tidak langsung, korupsi kasatmata atau tidak kasatmata terus terjadi di berbagai instansi pemerintah. Bahkan kecerdasan  dimiliki oleh oknum birokrat berintegritas rendahan seolah dioptimalkan mengelabui agar perilakunya bukan bagian tindakan korupsi.

Misalnya, bisa saja dilakukan “membatik” tandantangan atau harga penyediaan barang seolah merujuk ke harga rataan di pasar, bukan berdasarkan harga terendah dari produk barang yang sama secara kuantitatif maupun kualitatif. Anehnya, perbedaan harga rataaan dengan harga terendah bisa jadi mereka maknai sebagi kategori “rezeki” yang masuk ke pundi-pundi pribadi dari sejumlah oknum birokrat. Sebab, korupsi di sebuah instansi, secara sosiologis dilakukan melalui interaksi komunikasi sesama mereka, termasuk antara lain pemberian “setoran” kepada “raja-raja kecil” yang berpengaruh di institusi tersebut. Padahal,  makna rezeki semacan itu sangat keliru. Rezeki itu merupakan pemberian dari Maha Pencipta alam semesta kepada seseorang atau sekelompok orang yang konsisten melakukan kehendak-Nya. Singkatnya, rezeki itu  sesuatu yang halal.

Oleh karena itu, penguatan kelembagaan KPK menjadi penting berbasis pada hukum positif dan profesionalitas. Penguatan kelembagaan KPK, menurut hemat saya, baru mulai sejak berlaku UU KPK hasil revisi.  Selanjutnya, terpilihnya komisioner KPK periode 2019 – 2023 yang dinakodari Firli Bahuri, KPK melakukan perbaikan antara lain penataan kepegawaian sebagai program penguatan internal kelembagaan dan secara simultan KPK menunjukan kenerja yang luar biasa pemberantasan korupsi di tanah air dalam bentuk pencegahan dan penindakan.

KPK  terus melancarkan program pencegahan korupsi antara lain pendidikan dan peran serta masyarakat secara terus menerus. Melalui program ini dipastikan memunculkan efek pengetahuan/kesadaran, pemahaman, sikap dan perilaku masyarakat sebagai anti korupsi. Individu dan kelompok masyarakat dengan kesadaran etis melakukan fungsi pengawasan eksternal kepada tindak tanduk setiap aparatur birokrasi pemerintah.

Dalam bidang penindakan, KPK menunjukan profesionalitas dan independensi yang berlandaskan hukum positif. Diberitakan, dua menteri dari dua partai papan atas telah diproses. Ini salah satu bukti, KPK tidak di bawah bayang-bayang kekuasaan apapun. Bahkan KPK telah memasukkan empat tersangka masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), salah satunya HM.

Selanjutnya penguatan kelembagaan internal terkait penataan kepegawain, komisioner KPK merujuk pada undang-undang dan peraturan yang berlaku.  Sesuai perintah undang-undang, dilakukan seleksi untuk peralihan status menjadi ASN melalui sebuah paket tes wawasan kebangsaan (TWK). Hasilnya luar biasa. Menurut catatan saya, ada 1.271 pegawai KPK yang lolos. Sebagian, sangat sedikit, tidak signifikan, tidak lolos. Sebagian besar yang tidak lolos tersebut, tentu setelah melalui tahapan proses berbasis peraturan yang berlaku, telah dilantik menjadi ASN di kepolisian.

Perlu disadari bahwa pimpinan KPK yang kolektif kolegial itu wajib melaksanakan perintah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, UU 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU 30 tahun 2002 tentang KPK, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, serta Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN). Oleh sebab itu, siapapun pimpinan KPK harus melaksanakan mandat semua UU dan aturan terkait. Karena itu, pimpinan KPK periode 2019-2023 wajib melaksanakan alih pegawai KPK menjadi ASN dan melantiknya.

Segala program yang dijalankan oleh komisioner KPK yang dinakodai Firli Bahuri sudah sangat baik dalam rangka penguatan kelembagaan KPK, sesuai dengan perintah undang-undang. Namun, upaya lebih penguatan kelembagaan KPK, menurut saya, tetap sangat dibutuhkan negeri ini.

Melihat korupsi sebagai kejahatan luar biasa dan perbuatan a-budaya, KPK sebaiknya dijadikan institusi parmanen dengan dimasukkan ke dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 melalui amandemen. KPK sejatinya setara dengan antara lain BPK dalam konstruksi ketatanegaraan kita. Sama-sama lembaga negara yang termuat dalam konstitusi. Dengan demikian, keberadaan KPK ke depan bisa saja dijamin oleh UUD 1945. Kelembagaan KPK menjadi kuat sehingga lebih eksis melaksanakan tugas pemberantasan korupsi melalui pencegahan dan penindakan yang lebih masif, sistematis dan terstruktur.

Jika hal tersebut terwujud, penggunaan  keuangan negara pasti (lebih) efektif, tepat sasaran dan lebih mampu mencegah dan atau menyumbat kebocoran. Konsekuensi lanjutan, laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di semua bidang melesat kencang. Pembangunan jalan tol, salah satu contoh, yang menghubungkan antar propinsi di setiap pulau di Indonesia, akan lebih banyak. Efek dominonya, perdagangan dalam negeri dari hasil-hasil pertanian dan produk karya anak negeri ini bergerak cepat dan simultan dari daerah satu ke daerah lain, dan dari pulau satu ke pulau lain. Dipastikan Indonesia menjadi raya.

Dengan demikan, interakasi komunikasi dalam rangka sinergisitas BPK – KPK terkait pengunaan keuangan negara oleh semua lembaga negara, dapat terwujud dalam suatu kesetaraan, tugas pokok dan fungsi masing-masing. Di satu sisi, BPK melakukan pemeriksaan penggunaan keuangan negara di semua lembaga negara. Hasil pemeriksaan bisa saja disampaikan ke KPK untuk dikaji mengungkap kemungkinan ketidaknormalan cash flow dari suatu instansi tertentu. Di sisi lain, KPK terus berfungi melakukan pemberantasan korupsi melalui penindakan dan pencegahan korupsi di semua lembaga negara, tanpa pilih tebang. Hasil penindakan dan pencegahan yang dilakkukan oleh KPK, baik juga dikomunikasikan ke BPK untuk melihat kemungkinan pola penyimpangan keuangan negara di suatu kementerian tertentu, misalnya.

Untuk itu, sebagai institusi parmanen, KPK harus mempunyai kantor perwakilan di setiap propinsi, Diperlukan penambahan pegawai berstatus ASN yang banyak dan berkulitas dengan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) sama dengan ASN KPK pusat.  Namun  kantor perwakilan harus tetap di bawah kebijakan,  koordinasi, monitoring, evaluasi dan pengawasan KPK pusat. Untuk mewujudkan hal tersbut perlu dibuat aturan menata interaksi KPK pusat dengan seluruh KPK daerah (propinsi) agar terbangun proses komunikasi interaktif untuk mewujudkan koordinasi yang baik dalam rangka mengoptimalkan pemeberantasan korupsi dalam beqntuk pencegahan dan penindakan di tanah air.

*) Emrus Sihombing adalah Komunikolog Indonesia, Dosen dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Jakarta.

Artikel Terkait