Opini

LMA Tidak Dapat Mengambil Tugas atau Menjelma Menjadi MRP

Oleh : Mancik - Senin, 06/06/2022 18:09 WIB

Aktivis Kemanusiaan dan Anak Adat, Marthen Goo.(Foto:Ist)

Oleh: Marthen Goo

Jakarta, INDONEWS.ID - Lembaga Masyarakat Adat atau LMA bukan sebuah lembaga dari sub pemerintahan yang lahir dari otonomi khusus sehingga tidak dapat mengambil tugas yang dimandatkan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) sesuai dengan ketentuan otonomi khusus Papua. Bahkan jika dilihat secara seksama, lembaga adat yang diakui oleh masyarakat adat adalah Dewan Adat Papua. Untuk menjadi lembaga adat mekanismenya sesuai ketentuan adat.

Pemimpin adat pun tidak berkantor di sekitar istana. Pemimpin adat itu selalu ada bersama masyarakat adat. Karenanya, syarat dan ketentuan adat sangat ketat dan terukur. Bahkan tidak dikenal dengan kepala suku Papua, karena di Papua lebih dari 250 suku, dan setiap suku memiliki kepala sukunya masing-masing. Pemimpin dewan adat disebut sebagai ketua dewan adat. Sehingga, jika ada klaim sebagai kepala suku Papua, itu tidak dibenarkan.

Jika ada pandangan bahwa LMA akan mengambil tugas MRP, tentu itu hanya cerita yang tidak benar karena tidak memiliki dasar hukum. Bahkan, jika Bahasa itu dikeluarkan oleh oknum tertentu di lingkungan kekuasaan, patut diduga sebagai upaya pembodohan publik yang mestinya tidak dilakukan lagi. Hal tersebut hanya bisa dilakukan karena memiliki motif tertentu atau karena adanya ketidak pengertian. Jangan menipu rakyat dengan bahasa yang tidak berkesesuaian.


MRP Dalam Otsus

Dalam UU No 21/2001 dan perubahannya UU No 2/2021, dijelaskan tentang keberadaan MRP dari pasal 19 sampai pasal 25. Dalam pasal tersebut tidak pernah menjelaskan tentang LMA. Bahkan dalam UU tersebut tidak pernah ada satu pasal yang menyebutkan keberadaan LMA. Sehingga, negara mengakui keberadaan MRP sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya yang diberikan. Kewenangan itu dibuat oleh Lembaga pembuat UU melalui UU.

Dari dasar hukum tersebut, tentu sangat jelas bahwa lembaga yang diberikan kewenangan oleh UU adalah MRP. Dengan dasar tersebut maka, LMA tidak memiliki kewenangan menggantikan MRP. Bahkan pengertian membekukan MRP hanya dapat dilakukan oleh pembuat UU baik dengan cara meniadakan kewenangan atau bahkan mencabut pasal-pasal tentang MRP, bukan dilakukan atau diganti oleh LMA, kecuali UU menisyaratkan lain. LMA bukan pembuat UU.

Satu hal yang harus dipahami juga adalah bahwa yang namanya lembaga adat bukan sebagai sub-lembaga pemerintahan. Lembaga adat rananya adalah mengurus masyarakat adat, mempertahankan nilai-nilai yang bersifat original, memperjuangan hak-hak masyarakat adat, melindungi hutan dan tanah masyarakat adat dan selalu memperjuangan hak hidup masyarakat adat. Dan jika diasumsikan sebagai lembaga pemerintahan, itu juga hal yang keliru. Lembaga adat itu harus berjuang aspirasi masyarakat adat, bukan melawan aspirasi masyarakat adat.


Opini Keliru Harus Dihentikan

Jika melihat pernyataan ketua LMA seperti yang dirilis melalui Jubi.id, “Lenius Kogoya sebut MRP dibekukan dan LMA akan ambil alih kekuasaan” adalah pernyataan yang tidak mendasar dan sangat disesalkan. Karena harus memiliki dasar hukum yang jelas, logis dan argumentatif. Mestinya setiap orang yang merasa diri terdidik harus memberikan edukasi yang berkesesuaian kepada rakyat agar rakyat di Papua makin memahami hal-hal yang tepat dan benar.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa kelompok yang menganggap dirinya sebagai lembaga adat, tidak bisa menjadi sub-pemerintahan yang melaksanakan kerja-kerja pemerintahan di daerah, karena lembaga adat itu tugasnya melakukan kerja-kerja adat dan berjuang untuk masyarakat adat dan keselamatan masyarakat adat. Sehingga, lembaga adat hanya dapat memberikan rekomendasi kepada orang yang maju MRP dari perwakilan adat. Itu batasannya.

Ketika RDP dilakukan MRP yang mendapatkan legitimasi oleh UU saja, ada upaya menghalang-halangi dan menghambat-hambat hal tersebut. Bahkan, jika dilihat, rakyat di pegunungan melakukan aksi penolakan DOB dan Otsus, sehingga, lembaga adat harus menyuarakan suara masyarakat adat. Jika melaksanakan keinginan oknum di pemerintah dan mengabaikan aspirasi masyarakat adat, maka, patut dipertanyakan.

Mekanisme adat juga sangat ketat, dimana ketika bicara adat, bicara manusia; tanah dan alam raya. Ada mekanisme musyawarah adat di honai adat. Masyarakat adat selalu pada posisi selamatkan manusia, selamatkan tanah dan adat. Ketika Otsus sentralistik, tentu merusak masyarakat adat. DOB yang dilahirkan pun hanya akan mempercepat marjinalisasi masyarakat adat. Riset LIPI sudah jelas, Mestinya Lembaga adat itu bicara selamatkan manusia, tanah dan alam. Tentu lembaga adat yang diakuai rakyat di seluruh tanah Papua adalah Dewan Adat Papua.

Tidak ada dasar hukum LMA ambil tugas MRP. Adanya menstrea tersebut mengindikasikan bahwa LMA bukan lembaga adat yang sesungguhnya, tapi lembaga yang ingin dijadikan sebagai sub-pemerintahan seperti MRP. Dengan demikian, menegaskan bahwa lembaga milik masyarakat adat hanyalah Dewan Adat Papua. Mari menempatkan lembaga adat pada kooridor yang benar dan berkesesuaian sesuai tugas dan fungsinya yakni berjuang untuk selamatkan masyarakat adat dan tanah adat di Papua.

*)Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan dan Anak Adat.

Artikel Terkait