Opini

Menyikapi Cara Didik Anak Era Native Digital

Oleh : luska - Kamis, 04/08/2022 16:06 WIB

Penulis : Elyah Lia

Gerusan zaman di era milenial bukanlah hambatan dalam mendidik generasi penerus bangsa, kecanggihan teknologi justru menjadi media bagi praktisi dan lembaga pendidikan dalam menyiapkan generasi masa depan. Bagaimana pendidikan menjawab tantangan zaman sehingga bisa melahirkan anak-anak yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman (pengetahuan dan teknologi), sekaligus tetap menjaga nilai-nilai moral yang luhur di masyarakat.

Saat ini dunia tengah memasuki revolusi digital, era ini ditandai dengan menguatnya penggunaan Internet of Thungs (IoT), big data, cloud database, blockchain dan lain-lain yang mengubah pola kehidupan manusia dalam kehidupan bermasyarakat termasuk dalam dunia Pendidikan pada era teknologi digital yang terjadi saat ini dikenal sebagai era media yang baru, era informasi dan era komputerisasi, yang mana proses digitalisasi di dalamnya sudah mendominasi hampir seluruh kehidupan masyarakat di dunia, ketergantungan pada teknologi sudah berkembang secara lebih signifikan, teknologi telah berhasil masuk ke dalam kehidupan dan berbagai kegiatan sehari-hari manusia, baik itu untuk keperluan pribadi ataupun untuk keperluan bisnis. Umumnya, generasi milenial dikenal sebagai digital native pertama, lalu diikuti dengan generasi selanjutnya, walaupun demikian istilah ini sebenarnya tidak merujuk pada generasi tertentu.

Istilah ini lebih cenderung disematkan pada mereka yang lahir dan tumbuh pada generasi “Z” yang telah mengenal dan menggunakan teknologi, seperti internet, komputer, laptop, dan smartphone, untuk itu, tidak semua orang yang lahir saat ini secara otomatis bisa disebut sebagai digital native. Digital native adalah suatu kata yang digunakan untuk mereka yang lahir dan tumbuh berkembang di dalam dunia digital, yang mana mereka bisa berinteraksi secara teratur dengan menggunakan teknologi sejak usia dini. Generasi ini sudah sangat akrab dengan terminologi di dalam dunia digital, perkembangan yang terjadi pada teknologi digital yang mampu melahirkan generasi digital native tidak serta merta bisa diterima oleh semua kalangan masyarakat, karena, tidak semua kalangan bisa dan mau mengadopsi teknologi digital, baik itu secara finansial maupun secara intelektual.
Kondisi ini lantas memicu terjadinya konflik pada generasi digital native, yang mana rasa agresivitas dan rasa ingin tahu yang besar tidak bisa diiringi dengan keterbatasan dan kemampuan dari para seniornya. Hal tersebut berdampak pada:

1. Lingkungan Kerja. Harus kita akui bersama bahwa tidak semua generasi kerja bisa melek akan teknologi, khususnya mereka yang sudah semakin tua dan memasuki usia senja, mereka yang hidup tanpa bisa mengakses teknologi sejak dini seringkali disebut dengan imigran digital karena mereka sebelumnya sudah terbiasa hidup tanpa adanya teknologi atau serba manual. Terkadang hal tersebut menimbulkan adanya perselisihan dengan digital native, baik itu dalam sudut pandang ataupun dalam pola pikir dalam menyikapi masalah tertentu.
2. Lingkungan Keluarga. Harus kita akui bersama bahwa anak-anak saat ini sudah lebih pintar dan cakap dalam menyerap teknologi informasi daripada orangtuanya. Untuk kebanyakan orang tua, media sosial seperti Instagram, Facebook, WhatsApp, Twitter, Telegram, dan YouTube bisa memberikan dampak yang negatif pada anak-anak begitupun dengan video game. Padahal kenyataannya, seluruh hal tersebut tidak selalu memberikan dampak yang negative, walaupun memang tetap ada dampak negatifnya, namun kehadiran media sosial juga tetap memberikan dampak positif, salah satunya adalah lebih mudah dalam menyebarkan informasi.
3. Lingkungan Pendidikan. Disadari atau tidak, sektor pendidikan adalah masalah paling besar yang dihadapi dalam dunia digital. Dewasa ini, teknologi dalam bidang pendidikan sudah semakin canggih dengan  banyak aplikasi yang mampu digunakan sebagai media belajar online, namun sayangnya, guru yang bertugas dalam memberikan ilmu tidak semuanya mampu mengadopsi dan beradaptasi dengan teknologi digital. Perangkat digital yang ada idealnya memang mampu menunjang berbagai proses belajar yang lebih efektif dan interaktif akan tetapi faktanya tidak selalu begitu dengan banyak guru yang masing gagap dalam menggunakan teknologi, sehingga lebih memilih untuk menerapkan cara serta metode belajar mengajar yang kuno serta kurang menarik sehingga, para siswa sangat sulit untuk mengerti materi pembelajaran yang disampaikan. Sebagai imigran digital, para guru seringkali mengalami kesulitan dalam mentransfer ilmu kepada digital native, khususnya yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi digital. Teknologi terkadang membuat para guru merasa frustasi dan merasa rumit untuk dilakukan, sehingga mereka sulit untuk beradaptasi.
4. Lingkungan Keluarga. Harus kita akui bersama bahwa anak-anak saat ini sudah lebih pintar dan cakap dalam menyerap teknologi informasi daripada orangtuanya. Untuk kebanyakan orang tua, media sosial seperti Instagram, Facebook, WhatsApp, Twitter, Telegram, dan YouTube bisa memberikan dampak yang negatif pada anak-anak. Pun sama halnya dengan video game. Padahal kenyataannya, seluruh hal tersebut tidak selalu memberikan dampak yang negatif. Walaupun memang tetap ada dampak negatifnya, namun kehadiran media sosial juga tetap memberikan dampak positif. Salah satunya adalah lebih mudah dalam menyebarkan informasi.
5. Lingkungan Pendidikan. Disadari atau tidak, sektor pendidikan adalah masalah paling besar yang dihadapi dalam dunia digital. Dewasa ini, teknologi dalam bidang pendidikan sudah semakin canggih.Sudah banyak aplikasi yang mampu digunakan sebagai media belajar online. Namun sayangnya, guru yang bertugas dalam memberikan ilmu tidak semuanya mampu mengadopsi dan beradaptasi dengan teknologi digital.Perangkat digital yang ada idealnya memang mampu menunjang berbagai proses belajar yang lebih efektif dan interaktif. Namun faktanya tidak selalu begitu. Banyak guru yang masing gagap dalam menggunakan teknologi, sehingga lebih memilih untuk menerapkan cara serta metode belajar mengajar yang kuno serta kurang menarik. Sehingga, para siswa sangat sulit untuk mengerti materi pembelajaran yang disampaikan. Sebagai imigran digital, para guru seringkali mengalami kesulitan dalam mentransfer ilmu kepada digital native, khususnya yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi digital. Teknologi terkadang membuat para guru merasa frustasi dan merasa rumit untuk dilakukan, sehingga mereka sulit untuk beradaptasi.

Dengan cepatnya revolusi digital tentu saja diperlukan revolusi dalam pembelajaran untuk menghadapi peserta didik era digital dalam hal ini pedidik harus mengubah metode atau cara dan gaya mengajarnya dan memakai sarana pendukung digital untuk membantu pengajaran. Dalam penyampaiannya materi harus unik seperti di berikan banyak animasi, bisa juga dalam pembelajaran peserta didik di beri kesempatan untuk berinteraksi dan berkreasi. Dengan itu peserta didik otomatis sangat menyukai pelajaran yang di terimanya. Selain itu peserta didik juga dapat belajar dirumah dengan membawakan materi pelajaran yang diberikan oleh seorang guru berupa e-learning dalam pembelajaran. Sehingga dengan penggunaan teknologi akan meringankan beban dalam pembelajaran berlangsung, karena memang di era digital yang kondisi dimana semua serba instan dan mudah juga akan menjadikan pembelajaran lebih asik dan seru jika seorang pendidik paham betul pada pembelajaran diera digital, para peserta didik akan lebih berantuasi jika seorang pendidik memiliki suatu hal yang menurutnya menarik dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan skill teknologi digitalnya, para guru juga bisa mengikuti pelatihan digital learning yang banyak diadakan atau bisa dengan mengadakan seminar dan pelatihan-pelatihan berbasis ICT, berharap dengan itu para guru harus melek internet dan mampu pengoprasikan apapun bentuk media sosial.

Pada akhirnya Daya kompetitif dalam ekonomi global bergantung pada pembelajaran dan pembelajaran yang inovatif dan kreatif karena dengan pembelajaran juga harus menjadi media utama dalam memperlakukan teknologi dengan baik dan benar, selain itu orang tua juga memiliki peran sangat aktif dalam memperlakukan teknologi seperti mengontrol sikap anak-anaknya dengan baik dan benar dengan harapan terwujudnya solusi untuk menghadapi tantangan pembelajaran di era digital.

Kondisi ini akan menjadikan peluang atau tantangan tergantung pada kualitas SDM pendidik sehingga peluang untuk bisa menguasai dan mengaplikasikan media sosial dengan baik dan benar, serta mampu menyesuaikan pembelajaran dengan era digital. Dalam mengahadapi Era Revolusi Industri 4.0 di bidang pembelajaran saat ini, motivasi saja tidak cukup dalam mewujudkan cita cita menuju indonesia 5.0, tentu harus ada wujud konkret dan usaha yang keras untuk pemerintah indonesia dan kita sebagai pendidik juga turut andil dalam menyongsong era digitalisasi.Tantangan pasti ada tetapi itu harus dihadapi dalam setiap transisi inovasi dan teknologi. Kita harus berani,cerdas dan siap jika tidak maka kita akan tenggelam oleh era digital ini dan menjadikan ketertinggalan yang merugikan. Namun, orang tua sudah terlanjur khawatir akan dampak buruk dari teknologi digital. Kekhawatiran tersebut lebih cenderung berdasarkan pola pikir yang sudah kuno, selain itu, keterbatasan para orang tua dalam menyerap informasi, mengikuti dan juga mengimbangi perkembangan teknologi pun turut ikut andil.

Sumber
- Chear, Abdul. 2002. Psikolinguistik kajian Teori. 

- Rineka Cipta: Jakarta. Curriculum V, AuthorityA.

DISCUSSION PAPER TELEVISION, DIGITAL MEDIA AND CHILDREN’ SLEARNING. VCAA. 2008

-Principles O. PolicyStatement— Media Education abstract.Am Acad PENGARUH ERA DIGITAL.... |Tarigan dkk., Djago dkk. 1998.

-Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud.


.

TAGS : Eliyah

Artikel Terkait