Opini

Saatnya Politik Keadaban Menjadi Gagasan

Oleh : very - Minggu, 11/09/2022 22:01 WIB

Romo Benny Susetyo. (Foto: Ist)

Oleh: Antonius Benny Susetyo*)

Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan dilaksanakan serentak bersama-sama dengan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Pimpinan Daerah pada bulan Februari 2024 mendatang sebaiknya dipersiapkan dengan matang, terutama perihal calon pemimpin masa depan negara Indonesia.

Pemimpin yang dibutuhkan oleh negara Indonesia bukan hanya seorang pemimpin yang kuat dan berkarisma, tetapi juga seorang visioner, seorang pemimpin yang memiliki visi misi ke depan, yang mampu melihat dan mampu mengangkat martabat Indonesia di mata masyarakatnya dan di mata masyarakat dunia. Salah satu contoh pemimpin Indonesia yang visioner adalah presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, yang biasa dipanggil dengan sebutan Bung Karno. Beliau adalah visioner karnea betul-betul mampu mengangkat bangsa Indonesia, dari bangsa yang terjajah, menjadi merdeka dan bergengsi.

Selain itu, kita, bangsa Indonesia, harus memiliki sebuah pikiran optimistis bahwa partai politik (parpol) mementingkan kepentingan bangsa dan negara, bukan hanya sekadar cuma merebut kekuasaan. Parpol sebaiknya jangan hanya berpikir, “saya dapat apa?”, tetapi harus juga menghayati bahwa politik itu merupakan sebuah panggilan: panggilan untuk menjadi pelayan publik.

Safari yang dilakukan oleh para elit politik baru-baru ini telah menandakan bahwa sinyal-sinyal koalisi partai politik menjelang tahun politik 2024 sudah dimulai. Pada tanggal 4 September 2022, Ketua DPR RI yang juga merupakan bagian dari Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P), Puan Maharani, telah mengunjungi Menteri Pertahanan Indonesia sekaligus Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto, di kediamannya di Bukit Hambalang, Sentul, Jawa Barat. Menurut Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, pertemuan ini membahas perihal politik tanah air terkini dan kedepannya dan belum membicarakan peluang koalisi untuk tahun politk 2024.

Koalisi dalam dunia politik adalah hal yang lumrah dan diperbolehkan. Namun, pada hakekatnya, koalisi parpol ataupun elit politik tidaklah hanya berpusat pada pemikiran mengenai mendapatkan kekuasaan dan kekuatan semata; seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, koalisi juga merupakan perwujudan dari panggilan berpolitik, yaitu panggilan untuk menjadi pelayan publik dan melayani masyarakat untuk mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara.

Parpol kerap kali didirikan oleh para elit politik bukan karena adanya ideologi yang jelas sebagai roh perjuangan partai, tetapi berorientasi pada pragmatisme dan transaksional kekuasaan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa keadaban politk tidak memiliki ideologi yang menjadi acuan dalam penataan parpol agar memiliki karakter melayani rakyatnya. Orientasi parpol terbatas hanya sekadar merebut jabatan kekuasaan tanpa penanaman nilai-nilai ideologi.

Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Demokrasi Pancasila mengandung beberapa nilai moral yang bersumber dari nilai Pancasila, berlandaskan pada sila keempat Pancasila. Menurut Ensiklopedia Indonesia, demokrasi Pancasila adalah penyelesaian masalah nasional melalui permusyawaratan untuk mencapai suatu mufakat.

Ada tiga karakter utama demokrasi Pancasila, yaitu kerakyatan, permusyawaratan, dan hikmat kebijaksanaan. Pada prinsipnya, demokrasi Pancasila memberikan suatu posisi yang sama untuk seluruh rakyat Indonesia dengan mengambil keputusan secara musyawarah dan mengutamakan persatuan nasional, kekeluargaan, tujuan dan cita-cita nasional.

Parpol di Indonesia dapat terjebak untuk memenangkan nilai ekonomi semata jika pendiriannya dan perjalanannya tidak diisi dengan ideologi Pancasila, sebagai dasar hidup bangsa dan negara Indonesia. Posisi parpol hanya sekadar menjadi industri jasa untuk merebut kekuasaan, sehingga akan menyebabkan konflik internal parpol untuk mendapatkan kekuasaan dan akses sering terjadi.

Nilai politik sebagai perjuangan untuk mencapai kesejahteraan dan kepentingan bersama dikalahkan karena nilai ekonomi dan politik pragmatisme. Kekuasaan yang semestinya menjadi alat untuk memperbaiki kesejahteraan rakyatnya, nyatanya diselewengkan hanya demi kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Kekuasaan menjadi senjata para elit untuk lupa terhadap kewajibannya kepada masyarakat.

Politik harus memilki dua dimensi: dimensi manusiawi dan ilahi. Politik itu merupakan panggilan etis untuk mewujudkan cita-cita dari Pembukaan UUD 1945. Partai politik seharusnya mampu menciptakan politik keadaban dan menjadi panglima dalam melaksanakan nilai-nilai Pancasila. Maka, marilah, kita, rakyat Indonesia, harus menegaskan kembali, kepada parpol dan elit politik, apa makna berpolitik dan berkekuasaan.

Politik adalah sarana untuk menjadi pelayan publik, memperjuangkan kepentingan perjuangan semesta, dan membangun Indonesia menjadi negara maju dan sejahtera. Maka rakyat Indonesia harus pintar memilih partai politik dan calon pemimpinnya, apakah partai tersebut memiliki ideologi Pancasila dan menghidupkan nilai-nilai demokrasi Pancasila, dan apakah calon pemimpin yang akan dipilihnya, merupakan calon pemimpin yang visioner, mampu melihat dan merencanakan masa depan, serta menaikkan harkat dan martabat Indonesia di mata masyarakatnya dan di mata dunia.  

*) Antonius Benny Susetyo adalah Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Artikel Terkait