Opini

Bal-balan

Oleh : luska - Minggu, 02/10/2022 07:57 WIB

Penulis : Rachmad Bahari (Soloensis bukan supporter sepakbola)

Tragedi Heysel Belgia 29 Mei 1985 dalam final Piala Champions Eropa antara Liverpool melawan Juventus. Akibat ulah hooligans Luverpool, 39 nyawa melayang dan 600 orang terluka. 

1 Oktober 2022, Tragedi Kanjuruhan Malang dengan korban 127 nyawa meregang termasuk dua orang polisi. Aremania ternyata lebih ganas dari Liverpuldian. Walaupun beda kelas, rekor korban jiwa yang diakibatkan dari pertandingan sepakbola di stadion Kanjuruhan barangkali yang terbesar di dunia sampai saat ini. Tanpa Bonek yang terkenal paling ganas ternyata kerusuhan akibat ulah supporter terus terjadi. 

Dulu masa kecil saya pada dekade 60-70an, sebagai anak Sala, tanpa disuruh pasti membela mati-matian Persis ketika ketemu PSIM. Begitu pula ketika Persis muhibah tanding ke Kridosono Yogyakarta, hampir pasti terjadi rusuh antarsupporter seperti halnya yang hampir selalu  terjadi di stadion Sriwedari ketika kesebelasan tuan rumah menjamu PSIM. 

Persis adalah bond sepakbola tertua di Indonesia berdiri pada 1923, PSIM berdiri enam tahun kemudian. Persis dan PSIM adalah bond sepakbola perintis PSSI yang didirikan Ir.Soeratin 1930 di Yogyakarta. 

Entah nyambung atau tidak persaingan antara Surakarta dan Yogyakarta akibat Giyanti Effects 1755 menular ke sepakbola, utamanya antara Persis dan PSIM.. 

Kerusuhan akibat pertandingan sepakbola terus menghiasi pemberitaan, walaupun usia PSSI lebih tua dari Republik Indonesia. Itulah sejatinya belang-bonteng, coreng-moreng, karut-marut sepakbola Indonesia yang tidak tau kapan dapat dihentikan. Siapa yang mampu menjadi tukang remnya? 

Bal-balan Indonesia memang belum bisa membanggakan walaupun PSSI lebih tua 15 tahun dari Republik Indonesia. Sepakbola memang bukan sekadar olahraga  tetapi sejatinya adalah bisnis besar yang berkelindandi dalamnya, tentu saja termasuk perjudian.

 

TAGS : Bal-balan

Artikel Terkait