Opini

Helikopter Mahal Harganya, Tapi Dibutuhkan

Oleh : luska - Rabu, 25/01/2023 20:05 WIB

Oleh: Rachmat Kartakusuma

Negara Indonesia merupakan negara yang sangat membutuhkan transportasi udara, hal ini ditegaskan oleh Presiden RI ke-3 almarhum B.J. Habibie yang mengatakan bahwa negara Indonesia tidak akan bisa tersambung tanpa adanya pesawat terbang. Mengingat kondisi geografis yang terdiri dari kepulauan yang tersebar begitu banyak hingga jumlahnya lebih dari 17.000 pulau. 

Jika kita melihat pada masa lalu di Indonesia bahkan hari ini, masih banyak helikopter yang digunakan pada bisnis pertambangan baik itu di tengah laut atau pun di daratan. Baik itu tambang minyak, emas, nikel, dan lain lain. Pada kasus ini helikopter difungsikan sebagai transportasi manusia ke tempat yang sulit dijangkau tersebut. 
Ada juga sebuah perusahaan pertambangan minyak di Jawa Timur yang menerapkan sistem setiap dua minggu sekali para pekerja yang bekerja di kilang minyak tengah laut tersebut diganti dengan pekerja yang bekerja pada shift selanjutnya. Dan mereka yang akan berangkat atau pulang ke kilang minyak di tengah laut tersebut menggunakan helikopter berkapasitas 12 hingga 13 penumpang. Untuk kategori helikopter ini tergolong long-range, medium-lift passenger transport. 

Selanjutnya mungkin kembali timbul dalam benak kita, mengapa harus menggunakan helikopter? Sedangkan menggunakan kapal cepat atau kapal biasa mungkin bisa saja sampai ke tujuan yang diinginkan. Dan untuk harga helikopter baik itu sewa atau charter maupun beli relatif tinggi, sedangkan jika menggunakan transportasi laut mungkin bisa lebih murah harganya. Lagi-lagi di sini peran helikopter menjadi keunggulan dibandingkan transportasi laut, betapa tidak, jika menggunakan transportasi laut secara biaya sudah dipastikan akan jauh lebih murah dibandingkan transportasi udara. Tetapi tidak dari sisi efisiensi waktu dan keselamatan.

Sebuah perusahaan raksasa apalagi perusahaan energi tambang sudah pasti telah memikirkan bagaimana mereka mengambil sebuah tindakan yang memberikan efisiensi dan resiko seminimal mungkin. Hal tersebut sudah pasti melalui riset yang tidak singkat. Apalagi keputusan ini berurusan dengan keselamatan para pekerjanya, mereka sudah pasti memikirkan dan mempertimbangkan bahwa keselamatan para pekerja adalah hal yang utama. Apa buktinya? Sederhana saja, di perusahaan mereka memiliki sebuah divisi yang bernama Safety, Health, and Environment. Tentu pada divisi ini salah satunya mengurusi masalah keselamatan kerja. Untuk mengurangi resikonya, salah satu hal yang dilakukan adalah menyediakan fasilitas helikopter untuk evakuasi medis dan transportasi para pekerja mereka. Selanjutnya nanti kita akan membahas juga mengenai evakuasi medis menggunakan helikopter.

Dari sisi waktu dan keselamatan sudah jelas, jika kita menggunakan transportasi laut kita akan berhadapan dengan ombak yang tidak tentu, ombak yang terlalu tinggi tentu akan memperhambat perjalanan kita nantinya, selain perjalanan lebih terhambat tentu keselamatan bertransportasi pun juga menjadi taruhan. Namun bukan berarti menggunakan transportasi udara seperti helikopter adalah sepenuhnya aman dari segala resiko kecelakaan. 

Kemudian sewaktu sebuah kapal berhadapan dengan sebuah ombak, hal tersebut membuat kapal menjadi hambatan. Karena sifat dasar dari ombak jika dia mengarah berlawanan terhadap gerak sebuah kapal tentu hal ini menjadi sebuah drag atau hambatan bagi kapal itu sendiri. Di sini saya akan membagikan sedikit pengalaman saya pada saat saya menggunakan transportasi laut.

Pada pertengahan tahun 2022 saya mendapatkan kesempatan yang sangat menyenangkan, di mana saya pada suatu dinas di tempat saya bekerja saya mendapat tugas untuk berangkat ke beberapa lokasi wisata di Provinsi Kalimantan Timur. Karena di sana belum ada transportasi udara yang dapat menyambungkan dari pusat perkotaan ke tempat wisata seperti Pulau Kaniungan, Pulau Derawan, dan Pulau Maratua, maka kami menggunakan transportasi laut yaitu kapal cepat. Dan pengalaman ini sangat menyenangkan bagi saya, karena saya dapat menikmati arus laut, ombak, dan angin yang sepoi-sepoi di sepanjang perjalanan kami saat itu. 

Pada awal perjalanan kami diinformasikan oleh petugas kapal bahwa perjalanan menuju salah satu pulau wisata tersebut adalah sekitar 4 jam, karena kami berangkat dari sebuah pelabuhan di Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur. Benar saja kami tiba dalam waktu kurang lebih 4 jam perjalanan, cuaca pada saat itu sedang bersahabat. Akhirnya setelah kami tiba di villa apung di Pulau Maratua kami menikmati sore di sana sembari bersantai. Saya bersama rekan kerja berendam kaki di pinggir villa dan ikan-ikan pun menghampiri kaki kami. 

Hingga akhirnya kami harus kembali pada besok harinya menggunakan kapal cepat juga sama seperti hari sebelumnya. Sebelum berangkat tentu petugas kapal cepat sudah memperhitungkan berapa banyak jumlah bahan bakar yang dibutuhkan selama perjalanan agar dapat kembali ke Pelabuhan Tanjung Redeb yang tepat. Akhirnya kami berangkat sedikit siang, karena kami berangkat sedikit siang cuaca pun mulai berubah menjadi sedikit lebih tidak bersahabat dibandingkan dengan hari kemarin. Kalau hari kemarin ombak bersahabat, namun di hari selanjutnya ombak berubah seperti seseorang yang mulai mengamuk. 

Ombak kencang pun menghantam keras deck kapal kami. Bunyi dentuman keras, turbulensi laut yang begitu keras. Bahkan saat kami duduk di posisi depan pun yang kami rasakan seperti terbanting-banting akibat dari kencang dan tingginya ombak pada saat itu. Karena saya adalah seorang yang mudah penasaran, maka saya memutuskan untuk naik ke atas deck kapal. Setelah saya naik ke atas deck kapal, ternyata kapal cepat kami berjalan mengarah berlawanan dengan arus ombak. 

Hal tersebut ternyata benar membuat kapal kami menjadi lebih lambat bergerak sampai tujuan, hal ini juga berlaku di udara. Jika kita berhadapan dengan angin yang berlawanan atau headwind, maka akan menjadikan drag bagi pesawat kita. Sehingga pesawat kita pun bergerak menjadi lebih lambat dengan kecepatan yang terlihat pada indicator kecepatan, kalau pada pesawat hal tersebut biasa kami sebut true airspeed. 

Kembali ke cerita sebelumnya, estimasi awal perjalanan kami adalah 7 jam. Mengapa tidak 4 jam seperti hari sebelumnya? Karena pada hari kedua ini kami berputar lebih jauh lagi untuk berkunjung ke lokasi-lokasi wisata berikutnya. Kami sudah membuat estimasi di setiap tempat bahwa ada batas maksimal waktu kami di lokasi tersebut, sehingga tidak berlama-lama dan dapat kembali ke Pelabuhan Tanjung Redeb lebih awal. 

Akibat ganasnya ombak di sepanjang perjalanan juga tidak hanya membuat kapal bergerak ke tempat tujuan menjadi lebih lambat, namun baling-baling kapal kami menyangkutkan benda asing yang berada di laut secara tiba-tiba. Ada saja kejadian saat kapal kami bergerak kencang kembali tiba-tiba kami harus berhenti sejenak karena di baling-baling penggerak mesin kapal tersangkut oleh sebuah benda. 

Hal tersebut membuat mesin kapal harus dimatikan untuk mengambil benda tersebut dan dinyalakan kembali untuk melanjutkan perjalanan. Tentu saja jika sebuah mesin dimatikan dan dinyalakan berulang-ulang akan memperpendek umur mesin. Akhirnya waktu perjalanan kami pun menjadi lebih terhambat karena hal ini. Kejadian ini terjadi berulang-ulang, yang ada dalam ingatan saya ada lebih dari 10 kali kejadian seperti ini. 

Hingga waktu sudah hampir mau malam, kami pun masih jauh dari lokasi tujuan kami. Kami pun sudah merasakan lapar karena sudah hampir masuk jam makan malam, tetapi tujuan masih jauh sekali. Masuk rawa sungai pun belum. Kami masih berada di perairan asin saat itu.

Hingga akhirnya kami masuk ke kawasan rawa sungai dekat pelabuhan, waktu tempuhnya untuk sampai ke Pelabuhan Tanjung Redeb biasanya sekitar 60 menit kurang lebih. Namun sayang seribu sayang, sebuah kejadian yang tidak terpikirkan akan terjadi sebelumnya. Ternyata kapal cepat kami kehabisan bahan bakar. Sehingga mengharuskan kami untuk mogok di tengah rawa yang kami tidak tahu ada apa di sana. 

Kemudian kami tetap tenang dan memanggil rekan kami yang berada di pelabuhan untuk mengirimkan bahan bakar, mereka tiba dalam waktu 40 menit setelah kami meminta bantuan lewat telepon genggam. Dan kami kembali melanjutkan perjalanan kami ke kota dan puji syukur kami tiba kembali dengan selamat tanpa kurang satu apa pun. Saya masih ingat kami tiba di pelabuhan sekitar pukul 19.00 waktu setempat. Meski demikian, kami ingat teryata kami belum makan malam. Untungnya saja kami langsung menghampiri sebuah restoran padang yang sudah disiapkan sebelumnya untuk menyambut kami. 

Dari kejadian ini dapat disimpulkan, menggunakan transportasi laut memang sangatlah menyenangkan. Kita dapat menikmati laut dan angin sepoi-sepoi. Hal ini sangat cocok menurut hemat saya untuk rekreasi liburan atau pun pekerjaaan. Namun di laut memiliki resiko yang relatif tinggi seperti yang sudah disampaikan sebelumnya. Maka Jika untuk mengejar mobilitas, aksesibilitas, dan menginkan efisiensi waktu yang jauh lebih cepat, dan keselamatan transportasi yang jauh lebih nyaman, maka transportasi udara seperti helikopter dapat dijadikan pilihan untuk hal seperti ini. Maka dari itu tidak sedikit perusahaan besar yang lagi-lagi memanfaatkan helikopter untuk mendukung mobilitas perusahaan mereka.
Sekali lagi, dikarenakan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan terpencar-pencar, maka transportasi udara menjadi alasan satu-satunya solusi moda transportasi paling aman, nyaman, dan efisien untuk dioperasikan di Indonesia.

Artikel Terkait