Opini

Profesor Saefullah dalam Kenangan

Oleh : luska - Senin, 30/01/2023 19:44 WIB

Penulis : Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia

      Sabtu 28 Januari 2023 telah berpulang ke Rahmatullah Prof.Dr.H.E.Saefullah Wiradipradja,S.H.LL.M Inalilahi wa inna ilaihi rojiun.   Almarhum meninggal dunia pada hari Sabtu 28 Januari 2023, pukul 02.22 wib pada usia 84 tahun.   Profesor Saefullah adalah salah satu dari sedikit Ahli Hukum Udara Indonesia yang sangat besar perhatiannya terhadap masalah kedaulatan negara di udara.   Saya sendiri baru mengetahui tentang perjuangan para Ahli Hukum Udara dalam upaya mencamtumkan wilayah udara nasional sebagai wilayah kedaulatan NKRI di UUD 1945.   Masalah tersebut untuk pertama kali saya ketahui  dari penjelasan langsung  Almarhum Profesor Saefullah pada tahun 2014  saat memperingati 50 tahun jurusan Air and Space Law pada Fakultas Hukum Unpad di Bandung.
    Setelah itu saya berhubungan secara periodik dengan beliau khususnya dalam membahas persoalan kedirgantaraan nasional yang terus berkembang.   Perhatian Profesor Saefullah terhadap masalah kedirgantaraan sangat besar dan ditunjukkan pada banyak kesempatan, walau ditengah kesibukan beliau yang sangat padat. Dalam salah satu kesempatan launching buku saya di tahun 2016 yang berjudul “Sengketa di Lanud Halim”, beliau masih menyempatkan diri  membuat resensi yang cukup lengkap dari buku saya tersebut.  Sebuah respon yang merefleksikan betapa besar perhatian Profesor Saefullah ditengah kesibukan sehari hari, terhadap masalah kedirgantaraan nasional sepanjang hidupnya.    Sebuah kenangan manis antara saya pribadi dengan Profesor Saefullah sebagai salah satu guru dan mentor, saya turunkan kembali resensi buku tersebut sebagai berikut :

Resensi atas Buku Marsekal Chappy Hakim “Sengketa di Lanud Halim Perdanakusuma”
Oleh Prof (em) Dr. E. Saefullah Wiradipradja, S.H., LL.M.Guru besar Hukum Udara dan Ruang Angkasa FH UNPAD
Buku “Sengketa di Lanud Halim Perdanakusuma” karangan Marsekal Chappy Hakim (mantan KSAU), menurut pendapat saya, adalah buku yang sangat perlu dibaca dan dipahami oleh mereka yang menaruh perhatian terhadap atau berhubungan dengan masalah penerbangan, termasuk para akademisi, karena menyangkut kepentingan berbagai pihak.
Dunia penerbangan dewasa ini bukan hanya kebutuhan golongan elit masyarakat tertentu saja, tapi sudah merupakan kebutuhan masyarakat luas, baik dari kelompok pemerintahan, pengusaha, mahasiswa, pegawai biasa, petani, nelayan, pedagang kecil, dan sebagainya, misalnya saja bila mereka akan menunaikan ibadah haji/umroh.
Buku ini membahas masalah pelabuhan udara (airport), dan secara khusus tentang pangkalan udara (lanud) militer yang juga digunakan oleh penerbangan sipil-komersial.
Pelabuhan udara (airport) adalah sarana vital bagi dunia penerbangan. Tanpa pelabuhan udara pesawat udara, baik sipil maupun militer, tidak mungkin dapat terbang (take off) atau mendarat (landing), atau untuk pemberangkatan (embarkasi) dan tujuan (disembarkasi/destinasi) para pengguna penerbangan.
Sebagai titik-tolak pembahasan buku ini adalah peristiwa (incident) tabrakan antara pesawat Batik Air dengan pesawat Trans Nusa pada tanggal 4 April 2016. Juga disinggung kejadian pada tanggal 7 April 2016 tentang hampir terjadi tabrakan antara pesawat Batik Air dengan pesawat Trans Wisata.
Kasus-kasus tersebut menyadarkan kita bagaimana faktor keamanan dan keselamatan penerbangan dan sekaligus membuka mata kita bagaimana pengelolaan pelabuhan udara di negara kita. Khususnya pengelolaan pelabuhan udara yang digunakan untuk kegiatan militer dan kegiatan penerbangan sipil-komersial.
Marsekal Chappy Hakim, dalam buku ini membahas tentang status dan fungsi pelabuhan udara Halim Perdanakusuma, sebagai Pangkalan Udara (Lanud) Militer milik TNI Angkatan Udara RI yang juga difungsikan sebagai pelabuhan udara (bandar udara) sipil-komersial, sebagai akibat bandara Sukarno-Hatta sudah overloaded.
Demikian penting dan strategisnya peran pelabuhan udara (airport) bagi kegiatan penerbangan, baik sipil maupun militer, maka faktor keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan conditio sine quanon bagi kehidupan dunia penerbangan itu sendiri.
Tanpa adanya jaminan keselamatan dan keamanan penerbangan tidak mungkin ada orang atau badan atau siapapun yang akan menggunakan jasa penerbangan.
Prof. (em) Dr. Diederiks-Vershoor, guru besar Hukum Udara dari Universitas Leiden, Belanda menyatakan beberapa permasalahan berkaitan dengan pelabuhan udara, sebagai berikut:
a. Problems concerning the ownership of the airport, physical obstacles in the surrounding area, easements, etc.; 
b. The liability of the airport operator in case of accidents, a liability which in most cases comes under civil law. It must be remembered , though, that this liability is quite distinct from that incurred by the air traffic control services; 
c. The juridical form for airport-management (e.g. incorporation), and for allied requirements such as responsibility for maintenance; and 
d. The legal relationship between the users of the airport and the airport management, and their relationship “vis-à-vis” the government authorities, the airport police, etc. [1]

Permasalahan yang dikemukakan oleh Prof. Diederiks-Verschoor di atas sangat relevan dengan persoalan yang diungkap dalam buku yang ditulis Marsekal Chappy Hakim kali ini.  Jadi buku ini mengemukakan permasalahan yang sangat aktual yang terjadi di pelabuhan udara Indonesia. Permasalahan yang sama itu juga menjadi perhatian para ahli penerbangan secara internasional.
Dengan demikian, peristiwa yang terjadi di pelabuhan udara (Lanud) Halim Perdanakusuma tanggal 4 dan 7 April 2016 tersebut sudah diketahui dan menjadi perhatian dunia penerbangan internasional. Karena itu, penyelesaiannya perlu ditangani secara serius dan tuntas. Apabila tidak, pengaruhnya akan berdampak pada pandangan internasional terhadap dunia penerbangan nasional Indonesia.
Selanjutnya, perlu diperhatikan pula bahwa berdasarkan UU Penerbangan No. 1 Tahun 2009, Bandar Udara dan Lanud yang digunakan secara bersama harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kebutuhan pelayanan jasa transportasi udara; 
b. Keselamatan, keamanan, dan kelancaran penerbangan;  
c. Keamanan dan pertahanan negara; serta 
d. peraturan perundang-undangan [2].
Selain itu Bandar udara dan Lanud yang digunakan secara bersama itu harus ditetapkan dengan Keputusan Presiden [3].
Perlu diteliti apakah penggunaan Lanud Halim Perdanakusuma sebagai Bandara Sipil-Komersial sudah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden? Kekeliruan atau ketidaktepatan dan tidak dilakukan dengan serius penanganan masalah ini akan berdampak ketidakpercayaan luar negeri kepada dunia penerbangan Indonesia. Hal ini dengan sendirinya akan berpengaruh signifikan ke dalam berbagai bidang, seperti pariwisata, hubungan perdagangan internasional, hubungan (timbal-balik) penerbangan internasional, dan sebagainya.
Dengan demikian, jelas akan merugikan dan berdampak negatif pada perekonomian Indonesia, lebih jauh lagi akan berdampak luas terhadap kehidupan negara Indonesia di masa depan. Apa yang disampaikan Marsekal Chappy Hakim dalam buku ini merupakan peringatan dini (early warning) terhadap berbagai kemungkinan yang tidak diharapkan oleh Indonesia di masa depan, khususnya bagi dunia penerbangan dan perekonomian bangsa kita.
Catatn kaki :
1 I.H.Ph. Diedriks_Verschoor, Intorduction to Air Law, Eight Revised Edition, Kluwer Law International, The Netherlands, 2006., p. 32. 
2 Lihat UU Penerbangan, Pasal 57 (3). 
3 Ibid, Pasal 259.

Demikianlah tulisan dari Profesor Saefullah yang sarat makna. Prof Saefullah adalah satu dari masih sedikit sekali ahli Hukum Udara di Indonesia.   Perlu digaris bawahi tentang masih sedikitnya ahli hukum udara di Indonesia.    Dengan kondisi yang seperti itu, maka Indonesia mudah sekali dirugikan, untuk menghindari kata di “bodohi”  dalam forum perjanjian antar bangsa berkait dengan pengelolaan wilayah udara nasional.  Indonesia membutuhkan banyak kader pengganti Profesor Saefullah sebagai pakar Hukum Udara yang sangat perduli dengan martabat bangsa Indonesia.  Teriring doa kita bersama semoga Profesor Saefullah beristirahat dalam kedamaian yang abadi, Amin.

Jakarta 30 Januari 2023

Artikel Terkait