Nasional

SETARA: Tidak Berani Ambil Tindakan, Pemerintah Tersandera Politisasi Identitas Agama

Oleh : very - Jum'at, 24/03/2023 20:59 WIB

Politisasi identitas. (Foto: Faktanews)

Jakarta, INDONEWS.ID - Dalam seminggu ini terjadi beberapa eskalasi intoleransi. Salah satu yang mencolok dan viral adalah penutupan dengan terpal Patung Bunda Maria di Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu, 22 Maret 2023.

SETARA Institute mengecam aksi-aksi intoleransi tersebut, terkhusus aksi penutupan Patung Bunda Maria di Lendah yang didesak oleh kelompok intoleran.

“Meskipun dalam perkembangannya, pihak Polres Kulonprogo mengklarifikasi bahwa terjadi kesalahan dari anggota kepolisian yang melaporkan kegiatan di lapangan mengenai desakan ormas itu, publik sulit untuk percaya pada klarifikasi pihak kepolisian bahwa penutupan itu bersifat sukarela, tanpa ada desakan dari pihak luar,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (24/3).

Karena itu Halili mengatakan, SETARA Institute mendorong aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan, untuk tidak tunduk pada kelompok-kelompok intoleran.

Dalam analisis SETARA Institute, mencolok upaya konsolidasi kelompok-kelompok intoleran dan mobilisasi mereka untuk menghimpun sentimen pemilih mayoritas dengan menekan kelompok-kelompok minoritas. Kecenderungan tersebut tampak dalam eskalasi pelanggaran KBB belakangan ini.

Konsolidasi tersebut bisa dilihat dari upaya politisasi keikutsertaan Timnas Israel dalam gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia pada Mei mendatang. Hal itu tampak juga dalam aksi-aksi serupa, seperti aksi Koalisi Palembang Darussalam, yang dilaksanakan hari ini (24 Maret 2023) di Gereja Katedral Santa Maria Palembang, yang menolak kedatangan Duta Besar Vatikan ke Palembang dengan alasan Palembang adalah daerah mayoritas Muslim.

Untuk itu, SETARA Institute mendesak Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat agar memastikan tetap tegak lurus dengan jaminan konstitusional UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

“Tahun politik tidak boleh dijadikan sebagai alasan oleh Pemerintah untuk tidak hadir dalam kasus-kasus intoleransi. Stabilitas di tahun politik bukanlah alasan yang dapat dibenarkan (valid and permittable) untuk melakukan pembatasan hak atas kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dan mendesak minoritas untuk tunduk pada tekanan kelompok yang mendaku sebagai representasi kelompok yang banyak,” katanya.

Pemerintah pada kenyataannya, katanya, tersandera politisasi identitas agama, sehingga tidak berani mengambil tindakan presisi. Oleh karena itu, dalam pandangan SETARA Institute, pada kasus-kasus pelanggaran KBB, yang mengalami eskalasi sejak awal 2023, pemerintah tidak boleh canggung dalam melakukan penegakan hukum secara presisi dengan tujuan menjamin keadilan bagi korban dan memberikan efek jera bagi pelaku.

“Impunitas semper ad deteriora invitat. Ketiadaan penegakan hukum akan mengundang kejahatan lain,” ujarnya.

Seperti diketahui, kasus-kasus intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama sudah mengalami eskalasi sejak awal tahun 2023, terutama setelah Presiden menyampaikan arahan agar Pemda dan Forkompimda menjamin hak beragama dan beribadah seluruh warga negara sesuai jaminan UUD NRI Tahun 1945, pada kegiatan Rakornas Pemda dan Forkopimda, 17 Januari lalu.

Dalam kenyataannya, Pemda dan Forkopimda membangkang dan mengabaikan arahan Presiden dan beberapa kasus terjadi di Kabupaten Sintang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Malang, Kota Lampung, Kabupaten Bogor, dan lain sebagainya. ***

Artikel Terkait