Nasional

Terkait Putusan MK tentang Sistem Pemilu, Ini Harapan Ketum SOKSI, Ali Wongso Sinaga

Oleh : very - Selasa, 30/05/2023 11:33 WIB

Ketua Umum SOKSI, Ali Wongso Sinaga. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Mantan Wamenkumham Dr. Denny Indrayana mengatakan bahwa dirinya mendapat bocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review tentang sistem pemilu yang akan datang. Menurut Denny, sesuai bocoran yang diterima tersebut, MK bakal memutuskan akan memberlakukan sistem pemilu Tetutup.

Muncul pro dan kontra terkait pernyataan Denny tersebut, termasuk putusan MK–jika benar-benar terjadi.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum SOKSI Ir. Ali Wongso Sinaga menyatakan MK diadakan dan diatur keberadaannya dalam UUD 1945 (amandemen) untuk menjaga tegaknya konstitusi berdasarkan konstitusi dan UU Tentang MK yang konsisten dengan Konstitusi.

"Jika Putusan MK menyimpang dan melanggar konstitusi ataupun inkonstitusional, tentu akan berpotensi membahayakan kondisi dan eksistensi negara apalagi jika pendekatan penyelesaian masalah yang timbul dilakukan berbasis politik praktis, bukan kenegarawanan dengan orientasi menegakkan konstitusi sebagai manifestasi politik negara," ujarnya di Jakarta, Senin (29/05/23).

Karena itu, mantan anggota Pansus DPR RI yang turut membidani UU Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Pertama UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi itu mengingkatkan agar MK yang segera mengambil putusan tentang uji materiil sistem proporsional terbuka dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, agar bertindak ekstra waspada dan cermat agar Putusan MK jangan sampai melanggar konstitusi.

Untuk itu, ada beberapa saran sekaligus harapan Ali Wongso terkait Putusan MK tersebut.

Pertama, para hakim konstitusi diharapkan perform dan memastikan dirinya telah memenuhi persyaratan hakim konstitusi sesuai pasal 24C ayat (5) yaitu "Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan...”.

Dalam kaitan ini, diharapkan jangan ada lagi seperti pada sidang MK tanggal 9 Mei 2023, hakim konstitusi tampak naif dan keliru memahami putusan MK Tahun 2008 Nomor : 22-24/PUU-VI/2008 atas uji materiil UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilu DPR, DPRD, dan menilai seolah-olah MK berwewenang memutus sistem pemilu tanpa melalui open legal policy sebagaimana pemahamannya yang keliru terhadap Putusan MK Tahun 2008.

Kedua, dalam memutuskan uji materiil suatu sistem pemilu bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945, diharapkan para hakim konstitusi bisa memilah dan membedakan antara pembangunan demokratisasi melalui sistem proporsional terbuka disatu sisi dengan ekses-ekses akibat dari belum dilaksanakannya konsekuensi demokratisasi di sisi lain. Misalnya terkait pendidikan politik kepada rakyat dan pendidikan politik kader kepada potensi kader Parpol calon anggota DPR, DPRD serta Pengawasan berikut Penegakan Hukum Pemilu.

Ketiga, para hakim konstitusi selalu melihat UUD 1945 dan suatu bab, pasal, ayat-ayat dengan rasional dan utuh. Pasal 22E hendaknya dilihat dalam rangka kedaulatan rakyat atau demokratisasi menurut UUD yang diamanatkan Pasal 1 dan Pasal 22E dari ayat (1) sampai (6) dilihat secara utuh bukan dengan ‘mencomot’ ayat (3) dan ayat (4) saja, dan dalam kaitannya dengan Parpol sebagai Peserta Pemilu hendaknya mendalami UU Nomor 2Tahun 2011 Tentang Parpol khususnya pada Pasal 29 UU Parpol mengenai tugas Parpol merekrut warga negara dan mengajukan calon anggota DPR,DPRD.

Keempat, format putusan MK berdasarkan Pasal 57 UU Nomor 7 Tahun 2020 Tentang MK adalah menolak atau menerima permohonan tanpa menambah atau mengganti norma UU, agar Putusan MK tidak melanggar konstitusi.

“Jika seandainya MK memutuskan sistem proporsional terbuka bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka konsekuensinya terdapat kekosongan hukum untuk melaksanakan Pemilu legislative 2024 dengan segala risikonya,” ujarnya.

“Dalam kaitan itu kami menghimbau kepada para hakim konstitusi yang mulia, tanpa mengurangi hak pemohon uji materiil dan pendukungnya, dengan pertimbangan tahapan pemilu 2024 yang sudah berjalan relatif jauh dan bebagai masukan ahli serta dukungan delapan parpol parlemen berikut Pemerintah, maka adalah arif bijaksana dan negarawan serta adil MK memutuskan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, dan biarlah DPR Periode 2024 -2029 didorong untuk mengubah sistem pemilu dalam UU Pemilu yang lebih baik bagi kemajuan bangsa kedepan,” tambahnya.

Kelima, dia berharap agar sembilan hakim konstitusi yang mulia bisa menjaga kredibilitas MK sebagai penjaga yang tangguh menjamin tegaknya konstitusi berdasarkan konstitusi dan UU MK dengan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga Putusan MK tidak membawa mudharat tetapi manfaat bagi rakyat, bangsa dan negara. ***

Artikel Terkait