Nasional

Gelar Lokakarya Penanganan KDRT di Adelaide, KJRI Sydney terus Tingkatkan Upaya Pelindungan WNI

Oleh : luska - Sabtu, 07/10/2023 13:13 WIB

Adelaide, INDONEWS.ID – Pada hari Sabtu 7 Oktober 2023, KJRI bekerjasama dengan Organisasi CUKUP! Foundation kembali menyelenggarakan Lokakarya dengan tema “Panduan Penanganan Bagi WNI Korban KDRT di Wilayah Kerja KJRI Sydney”.

Kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi pencegahan KDRT dalam program KJRI Sydney BETA SIAGA, BErsama kiTA Saling jAGA, sebuah inovasi dalam pelindungan WNI. Program BETA SIAGA juga diusulkan sebagai kandidat untuk memperoleh Hassan Wirajuda Pelindungan WNI Award (HWPA) Tahun 2023 untuk kategori Pelayanan Publik di Perwakilan RI, khususnya terkait penanganan isu hak-hak perempuan dan kekerasan rumah tangga.

Lokakarya menghadirkan pembicara Amy Dhewayani, CEO CUKUP! Foundation/ Human Rights Senior for CALD (Culturally and Linguistically Diverse), yang juga penerima Penghargaan Hassan Wirajuda Award 2021, dengan moderator Boy Dharmawan, Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KJRI Sydney. Lokakarya yang juga didukung Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) Adelaide ini diikuti oleh 20 peserta dari berbagai organisasi masyarakat Indonesia di Adelaide, South Australia dan secara hybrid dengan mengundang seluruh Perwakilan RI di Australia.  

KJRI bekerja sama dengan komunitas dan diaspora Indonesia secara rutin menyelenggarakan lokakarya guna terus meningkatkan pelindungan WNI di wilayah kerja KJRI Sydney, yaitu New South Wales (NSW), Queensland dan South Australia. Upaya pelindungan ini juga dilakukan sejalan dengan meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di Australia. Hal tersebut dinyatakan Chief Executive Full Stop Australia (FSA), Hayley Foster pada seminar tanggal 8 Maret 2023 yang menyampaikan adanya peningkatan jumlah kasus KDRT di Australia akibat dampak dari Pandemi Covid-19. FSA yang kerap membantu keluarga korban KDRT melaporkan kasus KDRT di Australia telah meningkat lebih dari 110% dalam 25 tahun terakhir, dan tidak terlihat tanda-tanda penurunan.

Dalam sambutannya, Konsul Jenderal RI Sydney, Vedi Kurnia Buana menyampaikan apresiasi kepada tokoh masyarakat dan diaspora Indonesia yang turut berperan membantu KJRI Sydney dalam kegiatan terkait pelindungan terhadap WNI.

Kegiatan yang dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan ini bertujuan agar WNI mengerti tentang aturan hukum Australia, hak-hak dan kewajiban, sehingga dapat mencegah terjadinya kasus hukum yang melibatkan WNI.

Diungkapkannya bahwa upaya ini diharapkan tidak hanya dapat memberikan bantuan sesama WNI yang memerlukan pertolongan, namun juga membangun kebersamaan antara KJRI dan komunitas WNI untuk saling menjaga dan peduli dalam melaksanakan pelindungan bagi sesama WNI dan tentunya membantu tugas KJRI untuk memberikan pelindungan maksimal kepada WNI di luar negeri. Rangkaian kegiatan tersebut merupakan upaya KJRI dalam mencegah tindakan KDRT berdasarkan asas penghormatan Hak Asasi Manusia, keadilan dan kesetaraan gender, non-diskriminasi dan perlindungan korban sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.

Dalam paparannya, Amy membahas panduan untuk berbagai kasus KDRT yang kerap dialami WNI di Australia. Menurutnya korban kasus KDRT antara lain terjadi pada WNI pemegang Visa Turis, Pelajar dan Visa Temporer lainnya; Kasus yang berkaitan dengan agama dan latar belakang budaya; Kasus yang berkaitan dengan anak-anak; Kasus yang berkaitan dengan Pria dan Korban KDRT yang berkaitan dengan Manual dan Penyandang Disabilitas. 

Menurut Boy Dharmawan, beberapa kasus KDRT terjadi karena ada relasi yang tidak setara dan kontrol berlebihan atas pasangan yang dilakukan pelaku. Pengekangan bahkan gesekan pendapat kerap muncul berupa hal-hal sederhana, seperti pembagian kerja rumah tangga, perbedaan pendapat, dan keinginan pasangan untuk bebas mengaktualisasikan dirinya. Korban KDRT umumnya bertahan juga karena ada ketergantungan emosional dan keuangan. Ditambahkannya bahwa kasus KDRT seringkali terjadi secara tersembunyi, dan korban tidak dapat berbicara karena merasa takut atau malu bahkan dianggap sebagai aib keluarga yang harus ditutupi.

Diutarakan pula adanya kecenderungan meningkatnya kasus KDRT pada mahasiswa Indonesia yaitu antara mahasiswi WNI dengan pasangannya WNA yang kemudian memiliki anak. Dengan status visa pelajar maka posisi WNI menjadi lemah jika terjadi kasus KDRT, khususnya jika terjadi perselisihan untuk memperebutkan hak asuh anak.  Jika (KDRT) diungkap, korban takut akan kalah di mata hukum sehingga korban tidak berani melaporkan kasusnya. 

Salah satu Ormas yang aktif membantu KJRI dalam menangani kasus KDRT adalah Indonesian Women Islamic Network of Australia, (IWINA) yang diketuai Weddy Rhamdeny. Koordinator Domestic Violence (DV), IWINA, Waode Yusran Sipala, mengatakan berdasarkan pengalamannya kasus KDRT banyak terjadi pada istri (WNI) akibat tergantung secara keuangan kepada suami (WNA) yang merupakan tulang punggung keluarga. Sebagai korban, istri juga merasa khawatir dan malu untuk hidup di penampungan jika berani meninggalkan rumah apalagi jika memiliki banyak anak.  

Yusran menekankan pentingnya kerjasama antara KJRI Sydney dengan komunitas WNI dan pihak berwenang pada Pemerintah Australia. Dirinya menyampaikan apresiasi tinggi terhadap upaya KJRI untuk melakukan sosialisasi informasi terkait penanganan kasus KDRT, aturan hukum bagi korban KDRT di Australia guna melindungi korban KDRT dan keselamatan anak-anaknya. Yusran menambahkan bahwa dalam beberapa kasus, korban KDRT yang bertahan dalam pernikahan yang penuh kekerasan karena komitmen cinta. “Ketika pelaku KDRT meminta maaf atas dasar alasan cinta, korban KDRT menjadi terombang-ambing dan cenderung mempercayai pelaku,” ujar wanita asal Sulawesi yang sudah 38 tahun bermukim di Australia.  

Ketua PPIA Adelaide, Alisha M. Hutomo, menyambut antusias penyelenggaraan lokakarya penanganan korban KDRT guna melindungi WNI khususnya khususnya para mahasiswa yang studi di South Australia. “Lokakarya ini memberikan pengetahuan lebih dalam dan create awareness terkait kasus KDRT di lingkungan kami, serta cara menanganinya jika hal tersebut terjadi kepada orang terdekat atau diri sendiri,” ujar Mahasiswa University of Adelaide Jurusan Hubungan Internasional ini.

Lokakarya ini juga mendapat dukungan dari Australian Indonesian Association of South Australia Incorporated (AIASA Inc). Ketua AIASA Inc, Julia Wanane mengungkapkan pentingnya pemahaman penanganan terhadap KDRT bagi WNI di Australia. “Lokakarya KDRT ini penting bagi seluruh WNI di South Australia agar mengerti tentang aturan hukum Australia, hak-hak dan kewajiban,” ujar wanita asal Sorong, Papua Barat Daya, yang sudah bermukim 20 tahun di Australia. “Pengetahuan ini memudahkan kita untuk membantu WNI jika menghadapi kasus hukum di Australia,” ungkap pegawai pada Infrastructure Division, Department for Education, South Australia Government ini.

Salah satu komunitas WNI yang kerap membantu KJRI Sydney di Adelaide adalah Adelaide Indonesia (Adelindo). Ketua Adelindo, Ferry Chandra menyampaikan apresiasinya kepada KJRI Sydney yang menyelenggarakan lokakarya terkait penanganan WNI korban KDRT di Adelaide.

“Sebagai WNI di South Australia, kami menyambut baik pelaksanaan lokakarya KDRT yang bermanfaat guna membantu dalam menangani kasus KDRT di Adelaide,” ujar pria yang sudah bermukim 24 tahun di Australia. 

Salah satu korban KDRT yang menceritakan pengalamannya adalah Susan (nama samaran). Pada awal perkawinan, kehidupan keluarganya berjalan dengan baik dan harmonis. Namun kemudian hubungan keluarga menjadi buruk dan penuh kekerasan sejak suaminya, laki-laki berkewarganegaraan asing, melakukan hubungan dengan  wanita lain. Suaminya, kerap melontarkan kata kasar, dan caci maki jika berbeda pendapat. Akibatnya, Susan menderita tekanan batin dan selalu merasa khawatir. 

Sebagai korban KDRT yang ditambah dengan sulitnya tekanan hidup di perantauan, menyebabkan Susan frustrasi dan mengalami depresi sehingga saat itu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dirinya sangat bersyukur bahwa pada saat kritis, anaknya (5 tahun) yang telah tidur pulas, tiba-tiba terbangun dan berteriak sambil menangis memanggilnya. Saat mendengar teriakan anaknya, dirinya terkejut, tersadar dan mengurungkan niatnya. Peristiwa tersebut menyadarkan dirinya untuk terus hidup demi anaknya.

“Ketika mengalami kesulitan, saya menjadikan anak sebagai “miracle dan malaikat penolong,” ujar wanita yang bermukim di Australia sejak tahun 1998 dan kini bekerja di Rumah Sakit Queensland Health, Brisbane.

Menanggapi peran KJRI atas kasus KDRT, Boy Dharmawan mengatakan, KJRI bertindak sesuai dengan aturan hukum setempat dan hanya bisa bertindak sesuai koordinasi dan kerja sama kepolisian. KJRI juga tidak memiliki wewenang melakukan intervensi dan investigasi korban KDRT di luar kantor KJRI. Kewenangan KJRI terbatas dan hanya bisa membantu dalam memastikan korban mendapatkan haknya, misalnya perlindungan, penjagaan selama 24 jam oleh polisi, nasehat tentang prosedur hukum, dan kewajiban lain yang menjadi hak korban KDRT. 

Berdasarkan data KJRI, pada 2022 diperkirakan jumlah WNI di wilyah kerja KJRI mencapai 45.000 jiwa. Angka itu lebih dari setengah jumlah WNI di Australia yang pada 2021 diperkirakan mencapai 78.095 orang. Sehubungan dengan adanya aturan Privacy Act 1988 yang melindungi informasi khususnya terkait informasi individu di Australia prediksi jumlah WNI menjadi tantangan dalam rangka pelindungan WNI khususnya terkait kasus KDRT. Sampai dengan Triwulan ke-3, Tahun 2023, KJRI mencatat sebanyak 9 kasus KDRT sedangkan untuk 2022 tercatat sebanyak 11 kasus dan 2021 (9 kasus), 2020 (8 kasus).

 

TAGS : KJRI Sydney

Artikel Terkait