Nasional

Prof Tjandra: Jakarta Sebagai "Global City, Healthy City dan Mega City"

Oleh : very - Jum'at, 01/03/2024 19:35 WIB

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama (tengah) pada acara Pra Raker Kesehatran Daerah DKI Jakarta, Jumat (1/3). (Foto: Ist)

 

Jakarta, INDONEWS.ID - Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama berbicara pada Pra Raker Kesehatran Daerah DKI Jakarta, Jumat (1/3).

Ada tiga hal penting yang disampaikannya dalam acara tersebut yaitu tentang “global city”, “healthy city” dan “mega city”.

Dia mengatakan, Jakarta saat ini sedang berproses menuju kota global atau global city.

Dari data "Global Cities Report 2023", Jakarta menduduki urutan 72 dari lebih 150 kota dunia. Kota-kota sekitarnya memiliki peringkat lebih baik, seperti Singapura di peringkat 7, Bangkok di peringkat 45, Manila 70 dan Kuala Lumpur di 72.

“Pengertian kota global dilihat dari lima faktor, yaitu aktifitas bisnis, kapasitas SDM, pertukaran informasi, pengalaman kultural dan keterlibatan politik. Memang aspek kesehatan tidak secara spesifik disebutkan tetapi jelas punya peran amat penting dalam Jakarta menuju kota global,” ujarnya.

Kedua, Prof Tjandra yang pernah menjabat Direktur Penyakit Menular tahun 2018-2020 di World Health Organization (WHO) – South East Asia Regional Office (SEARO) -  ini menyampaikan tentang kota sehat (healthy cities) yaitu terkait langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam perwujudan kota sehat.

Dia menyampaikan bahwa suatu kota (termasuk Jakarta) adalah meta-system dan kesehatan warga kotanya yang dipengaruhi oleh interaksi multipel (multiple interactions) dan umpan balik multidireksional (multidirectional feedback).

“Memperbaiki dan menjaga kesehatandi kota memerlukan berbagai aksi (multiple actions) oleh berbagai aktor (multiple actors) di berbagai tingkatan (every level),” ujarnya.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL), Kementerian Kesehatan RI, 12 Januari 2009 – 2 Mei 2014 ini juga menyampaikan tentang pentingnya advokasi pada pemangku kebijakan untuk melakukan pendekatan agar perencanaan pembangunan kota (urban development planning) dilakukan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan kesejahteraan berkesinambungan (sustainable health and well-being).

Kegiatan ini, katanya, tentu memerlukan partisipasi aktif masyarakat kota dan pendekatan seluruh kelompok sosial masyarakat.

Khusus untuk pelayanan kesehatan di kota dia menyampaikan tentang konsep rumah sakit tanpa dinding (“ hospital without wall”) yaitu RS tidak hanya melayani kesehatan pasien yang datang tetapi juga turut berperan dalam kesehatan wilayah di sekitarnya dengan berbagai cara yang mungkin.

“Kesehatan lingkungan tentu juga punya andil besar. Kita beberapa waktu yang lalu disibukkan dengan polusi udara di Jakarta, juga ternyata masih ada warga kota ini yang masih belum memiliki jamban memadai, dan saya mengingatkan lagi untuk kita semua menganalisa dan mencegah kemungkinan gangguan kesehatan berupa Sindroma Gedung Sakit (sick building syndrome) pada penghuni dan pekerja gedung-gedung tinggi di Jakarta,” katanya.

Hal ketiga yang dibicarakannya yaitu tentang kesehatan di mega city atau kota metropolitan dengan penduduk lebih dari 10an juta ini.

Dia menyampaikan dua motto penting, yang perlu dimiliki oleh warga di Jakarta. Pertama, kesehatan harus menjadi aset terpenting sebuah kota (“health should be every city’s greatest aset”).

Kedua, mega city yang ideal adalah kota metropoliutan yang menjadi episenter terwujuddnya kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan yang baik (“the ideal megacity is an epicenter for good health, safety, and wellbeing”).

“Semoga Jakarta akan terus berkembang menjadi kota tercinta dan kebanggaan serta tonggak kesejahteraan kita,” pungkasnya. ***

 

Artikel Terkait