Opini

Transformasi Ekonomi Mengarusutamakan Perempuan: Realistis atau Spekulatif?

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 10/03/2024 07:07 WIB


Penulis: Imelda Islamiyati (Founder Women Connected/Mahasiswa Magister Ekonomi dan Bisnis, Trisakti)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menganalisa sistem perekonomian Indonesia hari ini, maka di sana dihadapkan pada suatu pilihan fundamental. Artinya, apakah pemerintahan hari ini akan melanjutkan model pertumbuhan ekonomi lama yang berbasis pada sumber daya alam dan upah murah, atau kah negara berani melakukan lompatan alias bertransformasi menuju model ekonomik yang mengarusutamakan kepentingan perempuan yang inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan?

Pertanyan reflektif dan proyektif di atas, tentu sebagai perempuan Indonesia adalah suatu pertanyaan mendesak yang mesti segera dijawab oleh negara secara konkrit, bukan jawaban spekulatif atau menyisipkan “gimmick politik” dalam meraup dukungan perempuan saat Pemilu semata.

Kondisi perekonomian negara di persimpangan jalan tersebut idealnya menginstitusionalisasikan peran perempuan dalam kerangka transformasi kelembagaan perekonomian nasional sesungguhnya menjadi penting. Kalau kita dalami lebih jauh, sejauh ini yang disorot negara adalah “peran perempuan dalam ekonomi nasional”. Lantas belum menempatkan perempuan sebagai “kunci gerbang utama” dalam membuka tabir-tabir kebuntuan ekonomi.

Padahal, kunci untuk membuka gerbang kemajuan ekonomi yang adil dan humanis kiprah, peran dan institusionalisasi perempuan dalam kelembagaan ekonomi menjadi roh utama kemandirian ekonomi dan kedaulatan ekonomi sebuah negara. Hal tersebut bukan imajinasi spontan, melainkan suatu realitas yang mesti sigap digarap oleh Negara.

Sebab, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi melalui desain ekonomik berperspektif gender. Populasi usia muda yang besar, sumber daya alam yang melimpah, dan pasar domestik yang luas menjadi modal penting untuk memajukan bangsa dalam sektor ekonomi yang perlu digarap secara serius oleh “gerakan perempuan” hari ini. Hal tersebut akan mencakar langit apabila Perempuan belum mendapatkan legitimasi berupa konstitusionalisasi (kelembagaan dan regulasi) yang memberikan porsi lebih kepada Perempuan.

Pemerintahan yang tengah berkuasa, semestinya mengakui sejumlah kekurangan dan tantantan besar di depan mata. Dimana, secara kontras kita melihat bahwa pola pertumbuhan ekonomi saat ini masih rapuh dan tidak berkelanjutan (sustainability). Ketergantungan pada sumber daya alam dan upah murah membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga komoditas.

Belum lagi, diperhadapkan dengan fenomena globalisasi yang menghambat sabuk-sabuk ekonomi kerakyatan Indonesia di level mikro. Kesenjangan ekonomi yang melebar dan kerusakan lingkungan juga menjadi hambatan serius bagi kemajuan bangsa dalam kerangka ekonomi berkelanjutan yang berpihak pada perempuan. Sebab, kerusakan lingkungan dan pemanasan global memiliki pertalian dengan resiko yang akan dihadapi perempuan di masa kini dan masa depan.

Laporan World Bank dan IMF menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan merupakan kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Negara-negara yang ingin keluar dari middle income trap seperti Indonesia perlu serius dalam mengatasi kesenjangan gender dan memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk berkontribusi dalam ekonomi.

Perempuan memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor. Meskipun kesenjangan gender dalam pekerjaan global masih stagnan, banyak bukti menunjukkan bahwa mempromosikan inklusi ekonomi perempuan membawa manfaat ekonomi yang substansial di antaranya perempuan dapat mendorong ekonomi yang lebih tinggi dalam ekonomi meningkatkan PDB dan mendorong pertumbuhan ekonomi;

Kedua, hasil pembangunan yang lebih menguntungkan, meningkatkan kesehatan, pendidikan, dan gizi masyarakat secara keseluruhan. Ketiga diversifikasi ekonomi yang lebih besar. Inklusi perempuan membuka peluang baru di berbagai sektor ekonomi. Keempat, ketimpangan pendapatan yang lebih rendah membantu mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin dan sektor tenaga kerja bahwa pelatihan kerja meningkatkan keahlian dan kemampuan perempuan dimana ini akan berdampak kepada perempuan memperluas pilihan dan peluang kerja serta dapat meningkatkan partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja dan tentunya dapat meningkatkan taraf hidup perempuan.

Walaupun banyak yang membicarakan korelasi ekonomi dan perempuan, relitas pahit dan tantangan di lapangan masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi. Semisal diskriminasi gender, minimnya akses terhadap pendidikan dan pelatihan bagi perempuan serta beban ganda pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan formal masih menjadi hambatan utama bagi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka dalam melakukan kreatifitas dalam bidang ekonomi.

Apabila kita membaca data, pada tahun 2022, jumlah penduduk Indonesia mencapai 273,9 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 138,3 juta jiwa adalah laki-laki (sekitar 50,5%) dan 135,6 juta jiwa adalah perempuan (sekitar 49,5%). Peta sebaran data tersebut melaporkan provinsi Jawa Barat memiliki jumlah penduduk terbanyak, mencapai 48,2 juta jiwa, sementara Provinsi Kalimantan Utara memiliki jumlah penduduk paling sedikit, yaitu 698.003 jiwa.

Selanjutnya, kabupaten Bogor Provinsi Jawa barat menjadi daerah dengan populasi terbesar, mencapai 5,3 juta jiwa, sedangkan Kabupaten Supiori di Provinsi Papua memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit, hanya 24.855 jiwa.
Seperti yang diketahui, modalitas populasi (penduduk) akan menopang laju pertumbuhan ekonomi.

Artinya, Perubahan struktur penduduk ini akan membuka peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan bonus demografi (demographic dividend) yang dalam jangka menengah dan panjang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan menghantarkan Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas.

Bonus demografi ini akan diperoleh dengan syarat utama tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing tinggi dan unggul. Apakah Negara telah serius menggarap peluang tersebut? Sungguh menjadi pertanyaan serius!

Di lain aspek, kalau kita membuka capaian utama dalam pembangunan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan tercermin melalui Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Pada tahun 2023, IPG mengalami peningkatan dari 90,82 menjadi 90,99, menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan antara perempuan dan laki-laki semakin berkurang di berbagai bidang pembangunan.

Sementara itu, IDG juga meningkat dari 71,39 pada tahun 2020 menjadi 71,74 pada tahun 2023. Peningkatan capaian IDG didukung oleh pertumbuhan jumlah perempuan sebagai tenaga profesional dan kontribusi pendapatan dari pekerja perempuan . Semoga tren ini terus berlanjut untuk mencapai kesetaraan yang lebih baik di masa depan (Laporan SDGS 2023).

Walaupun membaik, potret lain menunjukkan pembangunan ekonomi sampai saat ini, meskipun telah menghasilkan berbagai kemajuan, masih jauh dari cita-citanya untuk mewujudkan perekonomian yang tangguh dan menyejahterakan seluruh lapisan Masyarakat, termasuk agenda perempuan.

Oleh karena itu, tantangan besar kemajuan perekonomian 20 tahun mendatang adalah upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan untul mewujudkan secara nyata peningkatan kesejahteraan sekaligus mengurangi ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang lebih maju.

Untuk keluar dari jebakan tersebut, pemerintah seyogyanya segera meretas ketimpangan ekonomi dan kebijakan yang tidak ramah peremuan. Sebab, kesenjangan gender dalam pekerjaan dan upah merupakan hambatan bagi pembangunan ekonomi dan sosial Negara Indonesia. Upaya untuk meningkatkan kualitas SDM dan peran perempuan dalam pembangunan perlu dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender dan pembangunan yang berkelanjutan.
Beberapa Solusi Pemberdayaan Perempuan

Pemberdayaan perempuan bukan hanya slogan semata. Diperlukan komitmen dan upaya nyata dari Negara dan melibatkan banyak pihak. Era Pentahelix menghadirkan peluang baru untuk mewujudkan pemberdayaan perempuan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, bisnis, komunitas, dan media dapat menjadi kunci untuk mengatasi berbagai tantangan dan membuka potensi perempuan secara maksimal untuk mewujudkan potensi perempuan sebagai kunci kemajuan bangsa.

Pemerintah: Memperkuat regulasi yang melindungi hak-hak perempuan, mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program pemberdayaan perempuan, Menyediakan program inklusi dan mentoring untuk perempuan di sektor formal dan informal.dan memastikan kesetaraan kesempatan bagi perempuan di semua bidang.

Swasta: Memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam perekrutan dan pengembangan karir, serta menyediakan lingkungan kerja yang ramah dan kondusif bagi perempuan.
Masyarakat: Mengubah paradigma tentang peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat, serta mendukung perempuan dalam pendidikan, pelatihan, dan pekerjaan.

Tentu, Inklusi ekonomi perempuan adalah kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Memberdayakan perempuan dapat membuka peluang ekonomi akan meningkatkan taraf hidup mereka dan membawa manfaat bagi seluruh Masyarakat Indonesia di masa depan.!

Artikel Lainnya