Opini

Pertemuan Ke-9 INB WHO 2024 Cukup Menantang, dengan Suhu di Jenewa Masih Dibawah 5 Derajat Celcius

Oleh : very - Selasa, 26/03/2024 11:13 WIB

Prof Tjandra Yoga Aditama (kiri) saat mengikuti hari pertama pertemuan ke-9 “Intergovernmental Negotiation Body (INB) to draft and negotiate a WHO Convention, agreement or other international instrument on Pandemic Prevention, Preparedness and Response” , di Auditorium kantor WHO Jenewa. (Foto: Ist)

Oleh: Prof Tjandra Yoga Aditama*)

Jenewa, INDONEWS.ID - Pada 25 Maret 2024 ini saya mulai mengikuti hari pertama pertemuan ke-9 “Intergovernmental Negotiation Body (INB) to draft and negotiate a WHO Convention, agreement or other international instrument on Pandemic Prevention, Preparedness and Response” , di Auditorium kantor WHO Jenewa.

Acaranya dari pagi dan berlanjut sampai jam 10 malam, artinya sampai jam 4 pagi WIB. Padahal hari sebelumnya saya baru datang dari Jakarta, jadi lumayan lelah dan mengantuk. Belum lagi walaupun sudah akhir Maret tapi suhu Jenewa masih dibawah 5 C.

Perwakilan puluhan negara bersama negara kita ini membicarakan draft sekitar 37an pasal (“article”) dan ratusan paragraf tentang bagaimana dunia akan lebih siap menghadapi pandemi berikut sesudah COVID-19, yang kita tahu pasti akan ada dan kita hanya tidak tahu kapan akan terjadi serta penyakit apa yang akan menjadi penyebabnya.

INB 9 ini mulai dengan pembicaraan mendetail tentang logistik, penguatan sistem pengawasan, manajemen dan liabilitas, mengenai kerja sama internasional, pasal pendekatan menyeluruh seluruh aspek (“whole government and whole of society approaches”), tentang komunikasi dan pemahaman publik, implementasi dan dukungan serta satu hal amat penting tentang keberlangsungan anggaran.

Di pasal-pasal sebelumnya dibahas tentang berbagai aspek pandemi seperti pencegahan, surveilans, One Health, petugas kesehatan, monitoring, peneliitian dan pengembangan dll.

Direktur Jendral WHO Dr Tedros juga hadir secara langsung di ruang rapat auditorium WHO ini dari waktu ke waktu.

Acara dilakukan maraton sampai jam 10 malam karena harusnya ini adalah pertemuan INB terakhir dan hasilnya harus dilaporkan pada pertemuan World Health Assembly Mei tahun ini. Tetapi dialog di ruang sidang ini ketat sekali, untuk setiap pasal dan paragraf nya maka banyak sekali negara memberi berbagai masukan, mulai dan yang konseptual sampai yang perbedaan semantik bahasa.

Tampaknya masih akan berat sekali mencapai benar-benar konsensus bersama sampai selesainya acara INB 9 di akhir minggu ini.

Saya mewakili Delegasi RI hari ini antara lain menyampaikan intervensi tentang penelitian dan pengembangan dalam menghadapi pandemi, pentingnya mempertahankan pasal tentang kesetaraan antar negara dan juga tentang peran koordinasi nasional dalam kerja sama global, bersama dengan komitmen politik dan kepemimpinan. 

Selain acara resmi di ruang auditorium ini maka juga ada berbagai pertemuan kecil seperti khusus tentang “access and benefit sharing” dimana kalau negara harus memberikan akses dari patogen penyebab penyakit yang kemudian menjadi pandemi misalnya maka seharusnya negara-negara juga mendapat “manfaat” dalam bentuk sarana diagnosis, atau vaksin atau obat kalau pandemi sudah mengenai negara-negaranya.

Harus ada prinsip “equatibility” , “fair” dan juga “equity” pada semua negara di dunia dalam menghadapi pandemi. Diharapkan dengan prinsip dasar ini maka semua negara di dunia akan mendapat perlakuan yang setara dalam menghadapi pandemi mendatang, dan kita semua dapat lebih baik menanginya katimbang pengalaman menyedihkan ketika COVID-19.

Saya sebenarnya bawa rendang dari Jakarta untuk buka puasa, tetapi hari pertama ini terpaksa buka puasa di kantor WHO dengan roti sandwich isi daging kalkun dan snack vegetarian, tentu tidak “nendang” kenyangnya, tapi tentu disyukuri, Alhamdullillah.

*) Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Anggota Delegasi Republik Indonesia (DELRI) ke pertemuan INB 9 - WHO

 

Artikel Terkait