Nasional

Sidang Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, Kemenkeu dan Bank Indonesia tak Hadir

Oleh : rio apricianditho - Selasa, 26/03/2024 20:36 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Sidang perdana gugatan terhadap Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) yang diajukan pemegang saham Bank Centris Internasional (BCI) Andri Tedja Dharma secara pribadi di Pengadilam Negeri Jakarta Pusat, berlangsung singkat pasalnya kedua pihak tergugat tak hadir di sidang tersebut.

Andri Tedja Dharma melalui kuasa hukumnya Made Purwata SH, mengajukan gugatan karena terus ditagih dan aset pribadinya disita meski dirinya tidak sedang berperkara dengan pihak lain. Pihak yang menyita dan menagih adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui KPKNL Dirjen PUPN tanpa dasar yang jelas.

Gugatan terhadap Kemenkeu adalah Perbuatan Melawan Hukum, pasalnya Andri dianggap pihak yang mewakili BCI yang dinilai telah menerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Padahal, BCI tak pernah menerima dana sepeser pun dari BI, dan sebenarnya BCI melakukan jual beli promes ke Bank Indonesia dengan jaminan lahan seluas 452 ha. Begitupun dengan jual beli promes, pihak BCI juga tak pernah menerima dana dari hasil jual beli.

Menurut Purwata, karena jual beli itulah maka Bank Indonesia termasuk pihak yang digugat. Berdasarkan akte 46 BI tak boleh menjual promes ke pihak lain, namun yang terjadi adalah sebaliknya. BI menjual promes tersebut ke BUPN (Badan Urusan Piutang Negara) yang menjadi PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) dibawah Kemenkeu.

Dikatakan, materi gugatan adalah koreksi atas keputusan piutang negara yang diterbitkan oleh PUPN, yang mana obyek perkara yang dikoreksi sebenarnya sudah atau sedang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dimana hingga saat ini belum ada putusan.

"Jadi ditariknya obyek gugatan yang dikoreksi ini sebagai suatu perbuatan melawan hukum, karena seharusnya diselesaikan dulu hukum yang ada di PTUN apapun hasilnya harus dijalankan. Kalau hal ini tetap dijalankan berakibat timbulnya ketidakpastian hukum", ujarnya di PN Jakarta Pusat.


Lebih lanjut dikatakan, hal itulah yang menjadi dasar pihaknya mengajukan gugatan ke Pengadilan. Dan basic dasar dari gugatan ini adalah antara BCI dan Bank Indonesia terkait dengab perjanjian jual beli promes. Dalam perjanjian tersebut sudah jelas semuanya baik obyek maupun subyeknya, baik itu peristiwa hukum termasuk jaminan yang sudah diserahkan yang sudah terbit (hipotik) atas nama Bank Indonesia.

"Bila ada permasalahan dengan perjanjian 46 seharusnya sudah bisa diselesaikan saat itu juga, tapi kenapa muncul gugatan berarti ada yang belum jelas disitu. Seharus di era itu (1998) BPPN bisa menyelesaikan langsung tetapi sebaliknya justru BPPN mengajukan gugatan di Pengadilam Jakarta Selatan, ini suatu pertanyaan", ungkapnya.

Dijelaskan, andaikata BCI wanprestasi (tak bayar) seharus langsung dieksikusi jaminan yang sudah diserahkan yang sudah menjadi hak tanggungan tapi justru BPPN mengajukan gugatan, dan gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lalu BPPN Banding dan keputusannya saat itu NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) atau gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil. Jadi putusan banding memperbaiki putusan PN Jaksel tidak dapat diterima.

Menurutnya, ada keanehan karena setelah 20 tahun muncul permasalahan seperti ini, bila bicara fakta hukum antara subyek hukum dan objeknya sudah jelas. Apalagi BCI sudah dinyatakan BBO (Bank Beku Operasi) dalam kekuasan pemerintah. Jadi dalam posisi seperti ini seharusnya pemerintah sebagai pihak yang ditagih juga sebagai pihak yang membayar.

"Pemerintah dalam hal ini sebagai pemegang promes dari BI, begitu pula BCI diambil pemerintah karena menjadi bank beku operasional, berarti dibawah satu naungan seharus bisa selesai disitu, kenapa harus mencari aset-aset pribadi Andri Tedja Dharma", paparnya.

Menurutnya, Andri tak punya personal garansi sebagai penandatangan kesepakatan dengan BPPN saat itu. Ini yang menurutnya ada ketidaklaziman, ada apa di sini? . Dan yang harus diperjuangkan adalah hak azasi Andri Tedja Dharma yang sudah hancur akibat dizhalimi lebih dari 25 tahun dengan cara berkedok dengan PP 28.

Artikel Terkait