Nasional

Tumpuan Pemenuhan Kebutuhan Beras, Fakultas Pertanian IPB Perkenalkan Sistem Padi Gogo

Oleh : very - Selasa, 16/04/2024 19:44 WIB

Dekan Fakultas Pertanian IPB Prof. Dr. Suryo Wiyono (kiri) bersama Komunitas Pemuda Petani Raya padi Gogo di Dukuh Pudak, Desa Jeruk Wudel, Kecamatan Petani Kolonial, Sekti Muda melakukan panen di Giri Subo, Gunung Kidul, pada Minggu, 14 April 2024. (Foto: Ist)

Bogor, INDONEWS.ID - Perubahan iklim, seperti fenomena El Nino 2023, telah memberikan dampak buruk bagi produksi beras di Indonesia, yang memaksa negara untuk mengimpor sekitar 3 juta ton beras.

Sementara itu, luas sawah produktif terus berkurang akibat adanya konversi lahan. Disisi lain, lahan kering yang memiliki potensi di Jawa mencapai estimasi 500.000 hektar dan nasional estimasi lebih dari 10 juta hektar, menandakan perlunya solusi yang inovatif. 

Dalam mengatasi tantangan tersebut, IPB menyoroti keunggulan sistem padi gogo sebagai alternatif yang lebih hemat energi dan dapat mengoptimalkan curah hujan yang ada.

Salah satu keunggulan sistem padi gogo adalah kemampuannya untuk panen lebih cepat, memanfaatkan periode peralihan antara musim kemarau dan hujan, yang dapat dimulai 1.5 bulan lebih awal dibandingkan dengan padi sawah dan produktivitas 4,5 ton/ha. Selain itu, biaya produksi lebih rendah dan mekanisasi serta otomatisasi lebih memungkinkan, membuatnya menjadi pilihan yang menarik bagi para petani.

Melihat bahwa 95% produksi padi saat ini masih mengandalkan padi sawah, Fakultas Pertanian IPB dan PT SRI menginisiasi program rintisan "Padi Gogo sebagai Solusi untuk Produksi Beras di tengah Ketidakpastian Iklim dan Berkurangnya Sawah".

Program rintisan ini memperkenalkan teknologi terbaru, seperti varietas unggul IPB 9G,mikroba endofit untuk meningkatkan ketahanan terhadpa hama dan penyakit serta toleran kekeringan, dan optimalisasi pemupukan yang dapat meningkatkan produktivitas dan ketahanan padi gogo terhadap perubahan iklim.

Acara wiwit yang menandai syukuran oleh warga Dukuh Pudak, Desa Jeruk Wudel, Kec Giri Subo, Gunung Kidul yang merupakan salah satu program rintisan tersebut. Hingga saat ini, program tersebut telah berhasil menanam padi gogo sebanyak 30 hektar di Bantul, Gunung Kidul, Pati, Blora, dan Subang.

Rencana ke depan akan bekerja sama dengan Bojonegoro, Bogor, Sukabumi, Bandung, Purwakarta, dan Sukabumi. Program ini bekerja sama dengan Kelompok Tani dan PT SRI.

Prof. Dr. Suryo Wiyono MSc AGR, Dekan Fakultas Pertanian IPB yang juga merupakan inisiator program ini, menekankan pentingnya revitalisasi tradisi padi gogo dengan sentuhan inovasi teknologi baru.

“Sistem gogo ini Sudah dikenal lama oleh masyarakat Pulau Jawa seperti di DIY, Jawa bagian utara, dan juga Banten. Banyak pihak yang skeptis dengan sistem gogo karena berasumsi menyebabkan produktivitas yang  rendah. Program ini merevitalisasi tradisi tersebut dengan sentuhan inovasi teknologi baru seperti varietas yang sesuai, pemupukan dan bio imunisasi untuk meningkatkan produktivitasnya,” ujar Prof Suryo melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (16/4).

“Masa depan produksi beras di Indonesia adalah padi Gogo. Ketidakpastian curah hujan, berkurangnya luas sawah, dan teknologi yang relatif sudah siap mendukung produksi menggunakan sistem padi gogo,” pungkasnya. ***

 

 

TAGS :

Artikel Terkait