Jakarta, INDONEWS.ID - Anang Iskandar dalam Hari Anti Narkotika Internasional 2024: Mengupas Perlakuan Terhadap Penyalah Guna dan Pengedar Narkotika di Indonesia.
Sepulang dari Acara Hari Anti Narkoba Internasional yang berlangsung di Pekan Baru, Riau, aktivis Anang Iskandar mengajak Pengurus Asosiasi Media Digital untuk bincang-bincang, terkait Sebuah Paradoks dalam Hukum Narkotika.
Sejak berlakunya Undang-Undang Narkotika, ada ketentuan yang jelas bahwa penyalah guna dan pengedar harus diperlakukan secara berbeda. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa perbedaan ini tidak selalu ditegakkan dengan konsisten, terutama dalam hal penggunaan sanksi pidana.
Menurut Anang Iskandar, perlakuan yang tidak dibedakan ini bertentangan dengan semangat undang-undang yang seharusnya mengedepankan rehabilitasi bagi penyalah guna dan penegakan hukum yang lebih keras terhadap pengedar.
Perbedaan dalam Unsur Pidana: Mengapa Penting untuk Dibedakan?
Anang menjelaskan bahwa perbedaan antara penyalah guna dan pengedar terletak pada unsur pidananya. Pengedar bertujuan untuk memperdagangkan narkotika dengan tujuan komersial, sementara penyalah guna menggunakan narkotika untuk kepentingan pribadi atau mungkin karena ketergantungan.
UU Narkotika secara jelas membedakan penanganan terhadap keduanya: sanksi bagi pengedar lebih berat (Pasal 111-114), sementara untuk penyalah guna, pendekatan rehabilitatif lebih diutamakan (Pasal 127).
Implementasi Sanksi Rehabilitasi: Tantangan dan Realitas
Meskipun UU Narkotika menetapkan sanksi rehabilitasi untuk penyalah guna, implementasinya masih menemui tantangan. Banyak dari mereka yang terlibat dalam penegakan hukum belum sepenuhnya memahami atau menerapkan konsep rehabilitasi ini dengan baik.
Anang menyoroti pentingnya sosialisasi yang lebih baik kepada hakim, jaksa, dan penyidik tentang kebijakan rehabilitasi sebagai solusi utama dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika.
Pemikiran Akhir: Membangun Konsensus Menuju Penegakan Hukum yang Lebih Adil
Dalam upayanya, Anang mengajak para pemimpin media digital dan publik untuk memperkuat kesadaran akan perlunya konsistensi dalam menegakkan hukum narkotika yang tidak hanya represif namun juga rehabilitatif. Hal ini penting agar upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika di Indonesia dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian, diskusi di Hari Anti Narkotika Internasional 2024 tidak hanya mengangkat permasalahan eksisting, tetapi juga menawarkan pandangan yang konstruktif untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan sesuai dengan semangat undang-undang yang ada.