Nasional

Mampu Hadapi Tantangan, Lemhannas Perlu Dilibatkan dalam Rekrutmen SDM BPIP

Oleh : very - Senin, 15/07/2024 11:53 WIB


Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri (kedua dari kiri) dalam FGD Ketiga Kaji Ulang UUD 1945 dengan thema, “Telaah 25 Tahun Implementasi Pancasila Di Era Reformasi”, di Universtias Buana Perjuangan, Karawang, Sabtu (13/07/2024). (Foto: Ist)

Karawang, INDONEWS.ID –Strategisnya peranan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), mengharuskan lembaga tersebut perlu melakukan evaluasi ke dalam. Lembaga ini perlu mendapatkan penguatan internal mengingat target audiens adalah seluruh rakyat Indonesia.

SDM BPIP harus memenuhi syarat agar pengimplementasian Pancasila tidak hanya sekadar program. Selain itu, tantangan dan ancaman terhadap Pancasila di tahun mendatang akan semakin kompleks.

Oleh karena itu, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) perlu dilibatkan dalam membantu menyiapkan SDM BPIP dalam rangka pengimplementasian nilai-nilai Pancasila.

“SDM BPIP harus terlepas dari kepentingan politik suatu partai, golongan, suku ataupun ras. Harus independen dan juga memenuhi syarat untuk menjadi ujung tombak,” tegas Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakari di sela-sela FGD Ketiga Kaji Ulang UUD 1945 yang mengambil tema, “Telaah 25 Tahun Implementasi Pancasila Di Era Reformasi”, yang diadakan di Universitras Buana Perjuangan (UBP), Karawang, Sabtu (13/07/2024).

Acara yang diselenggarakan UBP dan Forum Komunikasi (FOKO) Purnawirawan TNI-Polri dihadiri 125 perguruan tinggi dari 26 provinsi seluruh Indonesia.

“Apa pentingnya BPIP ini, kan kita sudah bahas sejak awal. Pancasila menjadi Dasar Negara kita, dasar dalam kehidupan bernegara. Dan juga menjadi falsafah pandangan hidup kita. Jadi betapa penting Pancasila. Nah untuk itu, gimana mengimplementasikan Pancasilanya kepada sekian ratus juta rakyat Indonesia. Ini harus ada lembaga yang mengendalikan ini, itulah BPIP,” ujar Kiki Syahnakri yang merupakan salah satu inisiator dari Kaji Ulang UUD 1945.

Lebih lanjut Kiki mengatakan bahwa BPIP itu sangat penting. “Betapa pentingnya BPIP. Tapi isi dari BPIP ini para politisi atau orang-orang yang ke-Pancasila-an-nya belum cukup. Yang politisi masih punya banyak kepentingan kemudian yang ditunjuk itu Pancasila-nya belum cukup, ya belum mampu berkecimpung dalam wadah BPIP ini,” ujarnya.

Wakasad tahun 2000-2002 ini berharap ke depannya perlu diadakan evaluasi terutama terkait siapa saja yang cocok duduk di dalam BPIP.  BPIP, katanya, bukan untuk kaum politisi.

Menurutnya, perguruan tinggi seperti Universitas Gadjahmada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Brawijaya (UB) yang memiliki prodi Pendidikan Pancasila perlu diikutsertakan. UBP juga ada Prodi tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

“Yang pertama-tama harus dimengerti, karena Pancasila itu milik bangsa dan negara Indonesia, mereka yang berada di sini harus independen dan tidak boleh terkait dengan politik praktis. Yang kedua adalah, mereka yang berada di BPIP, harus memililki pemikiran tentang Pancasila dan konsep implementasi nilai-nilainya termasuk tantangan Pancasial di masa depan,“ tegas Kiki.

Kiki Syahnakri mengusulkan agar Lemhannas RI perlu dilibatkan dan difungsikan sebagai lembaga yang mampu memberikan masukan terutama terkait perekrutan orang-orang yang akan mengisi BPIP. Rekrutmen di BPIP itu harus sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan.

Terkait dengan Kaji Ulang UUD 1945, mantan Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) ini menyakin inisiatif dan langkah yang diambil. Hanya saja, Kiki mengakui, tantangan akan sangat berat. Karena banyak orang nyaman dengan sistem dan situasi yang sangat sesuai dengan pemikiran pragmatis mereka.

Ketika proses Amendemen UUD 1945, katanya, Amerika Serikat menempatkan National Democratic Institute (NDI) sebagai konsultan. Akibatnya, saat ini Indonesia dihadapkan pada situasi yang sangat komplek.

“Yang diperlukan sekarang adalah kekuatan moral, kekuatan bangsa. Kekuatan itu ada pada kaum intelektual. Negeri ini dulu dimerdekakan oleh para intelektual. Boedi Oetomo itu intelektual, BPUPKI itu  juga intelektual. Belakangan dalam mempertahankan kemerdekaan baru ada TNI di situ kan. Maka perlu penggalangan kelompok intelektual tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama juga harus digalang. Kalau bangsa Indonesia bulat kekuatan ini siapa pun tidak bisa bisa membendung kaji ulang ini,“ lanjut Kiki.

Kiki mengatakan, amendemen tidak cocok untuk memperbaiki UUD 1945 yang sudah diganti pasal-pasalnya. Yang dilakukan terhadap UUD 1945 itu bukan amendemen, tetapi pergantian karena sampai 97% pasal diubah. 

Kaji ulang itu menitikberatkan dari titik awal keberangkatan yakni UUD 1945 yang asali. Lalu ada perubahan secara addendum. Dari kaji ulang ini, mana yang baik dan sesuai dengan Pancasila akan diteruskan, yang tidak baik dan tidak sesuai dengan Pancasila akan dihilangkan.

“Yang perlu dilakukan sekarang adalah menyiapkan kaji ulang. Saran kami, itu kan ada komite konstitusi kelengkapan MPR. Komite konstitusi ini yang akan melakukan kaji ulang. Orang-orang yang akan mengkaji ulang bukan dari politisi tetapi dari ahli tata negara yang independen dan bebas dari kepentingan. Sehingga berpikir jenih. Ini demi masa depan bangsa dan negara,“ pungkas Kiki Syahnakri. *

Artikel Lainnya