
Jakarta, INDONEWS.ID - Kita sebagai bangsa belum terlalu menyadari pentingnya peninggalan sejarah, bangun sudah berdiri ratusan tahun dirubuhkan atau dialihfungsikan. Sejarahwan asli Betawi JJ Rizal menyoroti 'Rumah Pondok China' Depok beralih fungsi menjadi cafe, yang ia nilai sebagai perilaku durhaka pada sejarah.
Menurut data yang diperoleh, rumah Tua Pondok Cina dibangun pada tahun 1841. Didirikan dan dimiliki seorang arsitek Belanda, tapi pada pertengahan abad ke-19 dibeli oleh saudagar Tionghoa, Lauw Tek Lok dan kemudian diwariskan kepada putranya bernama Kapitan Der Chineezen Lauw Tjeng Shiang.
Rumah tua yang kini telah menjadi bagian dari Mall Margo City yang pernah difungsikan sebagai Café Olala. Akan tetapi, kini bangunan kuno penuh sejarah tersebut mangkrak, dan semakin terdesak keberadaannya karena tepat di depannya dibangun sebuah apartemen yang menjulang tinggi.
JJ Rizal mengatakan, Pondok China ini menerangkan ada satu wilayah perkampungan di wilayah paling depan kota Depok tapi pakai kata China bukan kata Tionghoa. Itu menandakan ada pluralisme, toleransi dari kota Depok, tapi dalam indeks Kota Depok itu sangat tidak toleran.
Hal itu bisa terjadi karena Depok, tidak belajar dari ruang yang paling dekat itu namanya 'Pondok China', padahal Depok punya ingatan (sejarah). Perkampungan itu dibentuk oleh Chastelein dengan nama-nama bangsa, ini menjelaskan Depok kota yang toleran.
"Padahal ada lambang buku dan pena tapi tidak belajar dari sejarah. Ada sekolah yang pertama dibuat saat Indonesia menjadi republik tapi mau digusur diganti mesjid. Ini kota mau jadi rumah ibadah atau kita mau mencari kesejahteraan atau kemajuan", tandasnya.
Dikatakan, Depok adalah kota yang menarik banyak peninggalan sejarah, namun sayangnya banyak diabaikan bahkan terjadi vandalisme terhadap situs-situsnya. Depok kota yang ironi punya memori kolektif yang panjang dan berlapis-lapis tapi tak punya museum dan hampir situs-situsnya itu diabaikan.
Kenapa demikian, menurutnya hal itu disebabkan nomenklaturnya yang salah, dimana satu Dinas yang digabungkan dengan olahraga, pemuda, pariwisata, dan budaya. Nomenklaturnya saja bermasalah jadi tidak ada pemikiran untuk lebih perhatian untuk masalah ini.
"Sekali lagi kekayaan Depok itu bisa menjadi inspirasi Depok kedepan, karena dari masa lalu kita punya pijakan yang jauh, Depok itu harus berkembang menjadi kota hijau", tandasnya.
Depok mungkin kota pertama yang dikonsepkan Chalsetien sebagai kota yang menghargai kerusakan ekologi yang dieksploitasi luar biasa. Depok bukan hanya kota hijau tapi juga kota biru, karena lambangnya (kota Depok) itu dominan biru, tapi sekarang menjadi kota abu-abu.
Depok krisis ruang hijau, krisis ruang biru, hampir seluruh setunya yang berjumlah 31, 80 persen rusak. Yang lebih ironi lagi lambang kota Depok ada buku dan pena namun program dan kebijakan yang dibuat tidak ada basis ilmu pengetahuan.