Jakarta, INDONEWS.ID - Proses seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK periode 2024-2029 memasuki babak baru.
Panitia Seleksi (Pansel) telah mengumumkan 20 nama yang lolos uji kompetensi pada Rabu, 11 September 2024 pukul 14.30 WIB.
Nahasnya, dalam mencari manusia ‘setengah dewa’ ini, Pansel masih meloloskan nama-nama yang jelas-jelas memiliki rekam jejak buruk dan tidak memiliki prinsip antikorupsi.
Julius Ibrani, dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) mengatakan, sangat terlihat jelas bahwa pansel hanya memilih berdasarkan keterwakilan kontingen (APH, Internal KPK, PNS), dan tidak melihat berdasarkan rekam jejak setiap kandidat sejara objektif.
“Pansel sepatutnya tegas memangkas nama-nama yang sudah jelas memiliki rekam jejak buruk yakni tidak patuh hukum, tidak lapor LHKPN, termasuk kinerja pada jabatan sebelumnya,” ujarnya Julius melalui pernyataan pers yang diterima di Jakarta, Kamis (12/9).
Sekretaris Jenderal TI Indonesia, Danang Widoyoko, menegaskan proses seleksi pimpinan dan dewan pengawas ini hanyalah bentuk kompromi politik bukan profesionalitas.
“Jangan sampai pansel membuat KPK bunuh diri berkali-kali dan justru menghadirkan ‘boneka baru’ untuk jadi alat politik rezim ke depan,” ujarnya.
Hal ini terbukti dari 20 kandidat Capim dan Dewas KPK yang lolos seleksi hanya menunjukkan keterwakilan, tetapi tidak menyasar pada integritas, kemampuan dan keberpihakan pada agenda pemberantasan korupsi.
Julius Ibrani, Ketua PBHI sekaligus mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, menegaskan bahwa pihaknya mengapresiasi Pansel yang tidak meloloskan salah satu anggota KPK saat ini.
“Kita patut mengapresiasi 0,1% kinerja Pansel yang tidak meloloskan Nurul Ghufron. Tetapi selanjutnya, Pansel seharusnya transparan dalam berbagai hal, dalam segi keterbukaan timeline, dan alasan mengapa meloloskan kandidat dengan rekam jejak bermasalah. Pansel seharusnya berpihak pada kepentingan publik, bukan titipan elit,” ujar Julius.
Julius menambahkan di saat yang sama, Pansel jangan justru menjadi komprador para penguasa dan koruptor. “Kedua puluh nama kandidat Capim-Dewas yang diloloskan harus diperiksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) karena banyak dari pada kandidat yang kenaikan harta kekayaannya tidak wajar. Selain itu, masih ada nama-nama dengan rekam jejak kinerja buruk yang korup, harusnya dicoret sejak awal proses!” tegasnya.
Pegiat Antikorupsi Wanda Hamidah mengatakan bahwa rakyat Indonesia sudah patah hati karena KPK dimusnahkan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
“Presiden terpilih, Prabowo Subianto harus tegas mengembalikan KPK ke jalan yang benar, untuk menunjukkan bahwa kepemimpinannya bukan hanya perpanjangan tangan Jokowi. Dan jangan sampai kita dejavu pada pemilihan Capim-Dewas KPK periode lalu yang menghasilkan pemimpin terpilih yang memiliki track record yang buruk,” katanya.
Pansel Capim Dewas KPK 2015-2019, Natalia Soebagjo, menegaskan bahwa pengalamannya ketika menjadi anggota Pansel pada periode lalu tidak menjadi patokan Pansel sekarang.
“Pengalaman saya waktu menjadi pansel saat itu tentunya tidak bisa jadi patokan pansel sekarang. Tapi ada poin yang penting yang harus dinilai pansel, yaitu integritas. Melihat KPK saat ini dimana sudah kehilangan independensinya dan integritasnya, kita harus mengawal 20 nama yang lolos ini sejauh mana individu ini mandiri dalam cara berpikir, bersikap,” ujarnya.
Karena itu, Natalia menggarisbawahi bahwa semua pihak harus mengawal terus proses seleksi capim dan dewas KPK. Meskipun keberpihakan KPK saat ini tidak terlihat integritasnya dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Kita harus tetap mengawal namun kita juga harus realistis menyadari bahwa siapapun pimpinan KPK nantinya, kita sudah tidak bisa lagi mengandalkan KPK seperti dahulu sebelum adanya TWK (Tes Wawancara Kebangsaan),” ujarnya.
Masuk Daftar Lembaga yang Dicoret
Sementara itu Dosen Hukum Tata Negara FH Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebutkan bahwa KPK sudah masuk daftar coret sebagai lembaga yang tidak bisa lagi diharapkan,” ucapnya.
“Karena seluruh rancang bangun pembentukan KPK dirusak oleh Presiden Joko Widodo, tidak hanya dengan UU yang bermasalah tapi juga menempatkan orang-orang yang bermasalah,” tambahnya.
Proses seleksi saat ini, menurutnya, tidak akan pernah dianggap layak. “Yang dikhawatirkan dari 20 nama yang muncul, sama ketika kita dibujuk rayu dengan nama-nama di Dewas KPK yang berintegritas. Tapi nyatanya tetap saja Dewas jadi Dewas yang saat ini tidak bisa kita harapkan. Tidak ada keterbukaan dan pertanggungjawaban ketika memilih figure tertentu,” ujarnya.
Praswad Nugraha yang mewakili Ketua IM57+ menegaskan bahwa selalu ada Presiden dibalik setiap proses pemilihan Capim dan Dewas KPK tersebut. Pasalnya, Pansel hanya bekerja di ranah teknis saja.
“Tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari pemilihan calon pemimpin KPK ke depan. Hal ini terlihat saat Pansel tidak meloloskan nama-nama yang kita tahu betul bahwa mereka adalah pegiat antikorupsi,” katanya.
Oleh karena itu, jika proses seleksi masih hanya menekankan pada keterwakilan semata, dan Pansel tak kunjung membuka mata dan telinga pada rekam jejak kandidat yang dipilih, maka sudah dapat dipastikan KPK akan dicengkram oleh orang-orang tamak, culas dan hanya berpihak pada kepentingan elit tanpa berniat membenahi masalah di internal KPK dan serius dalam pemberantasan korupsi.
“Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk kembali menaikan garuda biru di udara sebagai wujud mengawal proses seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK yang terancam ditunggangi,” pungkasnya. ***